Di sini terdapat dua sisi: Sisi ia sebagai hasil bumi yang memenuhi syarat zakat hasil bumi, di mana zakatnya adalah sepersepuluh atau seperdua puluh, sesuai dengan kondisinya. Sisi ia sebagai barang perniagaan di mana zakatnya adalah dua setengah persen.

Para fuqaha sepakat bahwa ia tidak dikenakan dua kali zakat: zakat hasil bumi dan zakat perniagaan, akan tetapi hanya satu zakat, zakat hasil bumi atau zakat perniagaan?

Madzhab Hanafi dan Syafi’i dalam qaul qadim berkata, zakat perniagaan. Madzhab Maliki dan Syafi’i dalam qaul jadid berkata, zakat hasil bumi.

Pihak yang menetapkan zakat perniagaan beralasan bahwa ia lebih menguntungkan fakir miskin, karena zakatnya berpatokan kepada prosentase yang meningkat dengan bertambahnya harta.

Pihak yang menetapkan zakat hasil bumi beralasan bahwa sisi ini lebih kuat, karena pada dasarnya hasil bumi dizakati dengan zakat hasil bumi, tidak dibelokkan kepada perniagaan tanpa dalil.

Pendapat kedua lebih dekat, karena:

1- Sejalan dengan prinsip dasar, hasil bumi dizakati dengan zakat hasil bumi.

2- Peletak syariat bukan tidak mengetahui bahwa tidak sedikit petani menanamnya dengan tujuan dijual atau diperdagangkan, namun demikian zakatnya ditetapkan dengan zakat hasil bumi.

3- Dengan asumsi alasan kedua pendapat sama-sama kuat, maka salah satunya tidak lebih berhak untuk diterima daripada yang lain, sehingga dalam kondisi ini kita kembali kepada hukum dasar, yaitu zakat hasil bumi. Wallahu a’lam.

Korelasi masalah ini dengan zaman terletak pada dua titik:

1- Pemilik hasil bumi adalah penanamnya kemudian penjualnya saat panen. Masalah inilah yang diperdebatkan di atas.

2- Pemilik hasil bumi bukan penanamnya akan tetapi pembelinya saat panen untuk dijual kembali. Untuk masalah ini berlaku zakat perniagaan.

Perlu ditambahkan bahwa kadar wajib yang harus dikeluarkan dalam kedua kemungkinan di atas, hanya wajib dibayarkan bila:

1- Harta zakat telah mencapai nishab. Nishab zakat hasil bumi telah hadir. Untuk nishab zakat perniagaan akan hadir penjelasannya, insya Allah.

2- Haul untuk zakat perniagaan, atau saat panen untuk zakat hasil bumi.

Masalah: Bila hasil bumi tidak memenuhi kriteria zakat hasil bumi, misalnya kayu atau sayur-mayur, maka zakatnya adalah zakat perniagaan bila ia dijual, mencapai nishab dan berputar satu haul.

Masalah: Hasil bumi dari ladang atau sawah sewa. Zakat hasil bumi dibayar oleh penanam atau penyewa tanah, sedangkan pemilik tanah menzakati upah sewa yang diterima dengan zakat uang bila surat dan ketentuannya terpenuhi.

Masalah: Kadar wajib dalam zakat hasil bumi dibayarkan tanpa memandang biaya yang dikeluarkan oleh petani, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus para amil zakat dan memerintahkan mereka agar menaksir hasil kebun atas pemiliknya kemudian mengambil zakat berdasarkan taksiran tersebut tanpa bertanya tentang biaya kebun kepada pemiliknya.

Masalah: Hasil bumi digabungkan dengan hasil bumi yang lain untuk melengkapi nishab bila keduanya satu jenis sekalipun berbeda macam, misalnya gabah dengan gabah atau kurma dengan kurma. Sebaliknya, bila jenisnya berbeda seperti gabah dengan kurma, maka tidak digabungkan untuk melengkapi nishab. Wallahu a’lam.