Jumhur ulama mewajibkan zakat perniagaan berdasarkan ucapan Samurah bin Jundab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari apa yang kami siapkan untuk dijual-belikan.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, ad-Daraquthni, ath-Thabrani dan al-Baihaqi.

Dari Abu Dzar berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pada unta terdapat zakat, pada domba terdapat zakat dan pada kain terdapat zakat.” Diriwayatkan oleh Ahmad, ad-Daraquthni dan al-Hakim. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Pada kain…” Yakni bila ia diperdagangkan.

Nishabnya menginduk kepada nishab terendah dari emas atau perak dan kadar wajibnya adalah sama dengan emas atau perak, yaitu dua setengah persen.

Cara menzakatinya: Seorang pedagang menetapkan awal haul, yaitu saat nilai barang dagangannya telah mencapai nishab dengan melihat kepada nilainya yang setara dengan nishab emas atau perak, selanjutnya di hari yang sama –dengan hitungan kalender hijriyah- setahun kemudian, dia menghitung harga barang yang ada sesuai dengan harga saat itu bukan dengan harga saat dia membeli, bila mencapai nishab maka dia menyisihkan dua setengah persen dari total nilai harga sebagai zakat.

Bagaimana dengan keuntungan selama satu haul? Keuntungan yang tersisa bisa dizakati sendiri bila telah mencapai nishab atau digabung dengan total nilai barang lalu disisihkan darinya dua setengah persen.

Jual Jasa: Bila seseorang memiliki usaha di bidang jasa, misalnya angkutan darat atau hotel, maka zakat tidak diberlakukan atas sarana atau alat usaha, akan tetapi pada hasilnya. Bila hasilnya telah mencapai nishab dan berputar satu haul, maka pemiliknya menzakatinya sebesar dua setengah persen. Wallahu a’lam.