Perceraian selalu berkonotasi negatif di kalangan kebanyakan orang. Sebuah kata yang tidak nyaman untuk didengar oleh telinga. Hampir semua pasangan suami istri tidak ada yang memimpikannya. Pandangan masyarakat miring terhadap wanita yang menjanda karena cerai, wanita demikian sebagai orang yang tidak bisa berbakti kepada suami, tidak becus mengurus rumah tangga, tidak mampu menjadi istri yang baik dan lain-lain, sekalipun perkaranya tidak selamanya demikian.

Terkadang masyarakat terkesan mengucilkan wanita yang dicerai suaminya, menjadi bahan gosip hingga cemoohan. Pandangan negatif dari masyarakat tersebut diperkuat oleh pemahaman sebagian kalangan yang meyakini bahwa perceraian adalah sesuatu yang tabu, tidak boleh terjadi sama sekali. Pernikahan, bagi mereka, adalah sebuah kuasa Tuhan, oleh karena itu tidak layak seorang anak manusia merusak kuasaNya, itu pandangan sebagian orang, sebuah mitos.

Islam sebagai agama wasath(pertengahan-ed), ajarannya yang mulia bersifat pertengahan, tidak ekstrim, termasuk dalam memandang sebuah perceraian. Sebagian agama menutup rapat pintu perceraian, memandangnya sebagai sesuatu yang haram, sementara sebagian manusia membuka pintu cerai selebar-lebarnya, begitu gampang melakukan perceraian. Kapan ingin cerai, terjadilah perceraian.

Islam sendiri sebenarnya membenci sebuah perceraian, namun tidak mengharamkannya secara mutlak. Sebagian ulama menyatakan bahwa ada perkataan hikmah yang menyatakan bahwa cerai adalah sesuatu yang halal tapi dibenci Allah. Kebencian Islam terhadap cerai bukan dengan menutup dan mengunci pintu cerai rapat-rapat. Dalam kondisi tertentu, cerai bisa menjadi alternatif pilihan, alternatif cadangan, alternatif terbaik bahkan terkadang menjadi satu-satunya alternatif.

Semua itu tentunya tergantung kondisi dan situasinya. Sama-sama ada masalah keluarga, belum tentu sama-sama perlu ditempuh dengan jalan perceraian, pun sebaliknya tidak mesti sama-sama tidak bercerai. Prinsipnya cerai merupakana jalan terakhir penyelesaian konflik rumah tangga setelah semua upaya mempertahankan keutuhan hubungan pasutri gagal ditempuh.

Sejatinya talak atau cerai sendiri juga merupakan rahmat dari Allah. Artinya, dengan rahmatNya, Allah menghalalkan perceraian bagi hambaNya. Hal ini terbukti ketika pada kondisi tertentu cerai menjadi tuntutan atau kewajiban. Misalnya, ketika seorang istri mendapat perlakuan buruk, disiksa dan dizhalimi terus-menerus oleh suaminya. Bentuk sebaliknya, seorang lelaki yang tidak mungkin bertahan dengan istrinya yang amat durhaka, atau karena berbagai alasan lainnya. Jadi, disyariatkannya perceraian dalam undang-undang Islam merupakan rahmat dari Allah, karena Dia tidak ingin para hambaNya mengalami kesulitan atau kesusahan sekalipun itu berasal dari pernikahan.

Bisa dibayangkan betapa tersiksanya batin seorang laki-laki atau wanita tatkala dipaksa terus hidup berdampingan dengan orang yang ternyata membuatnya sakit. Tidak hanya batin, fisik pun bisa rusak bila ternyata pasangan hidup suka menyiksa. Karena itu pengharaman mutlak sebuah perceraian sangat bertentangan dengan fitrah manusia.

Seorang suami yang bijak tentu tidak mudah melontarkan kata cerai. Demikian juga seorang perempuan yang tahu diri, tidak gampang minta cerai. Dalam kondisi tertentu perceraian bukanlah jalan kebaikan, perdamaian adalah sesuatu yang jauh lebih baik. Sikap saling mengalah dan mengerti bisa merekatkan hubungan kembali sehingga pintu cerai pun kembali menutup.

Namun dalam kondisi lain cerai justru bisa menjadi jalan yang lebih mendatangkan kebaikan, baik bagi mantan istri maupun suami. Daripada hidup dalam perasaan tersiksa, dengan berpisah mungkin akan menimbulkan kesadaran terhadap perlunya bertemu kembali atau kalau tidak mungkin, maka jodoh yang serasi akan tiba.

Jadi, jalan terbaik adalah tergantung bagaimana pasutri menyikapi permasalahan yang ada, di samping juga apa jenis permasalahan yang dihadapi. Sikap bijaksana yang perlu dikedepankan. Apapun harapannya, di depan masih terbentang jalan menuju ridhaNya. Perceraian tidaklah menutup harapan untuk menggapai ridha Allah. Wallahu a’lam.