Ketahuilah bahwa shalawat kepada Nabi setelah tasyahud akhir menurut asy-Syafi’i adalah wajib. Apabila dia meninggalkannya, maka shalatnya tidak sah. Shalawat kepada keluarga Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam padanya tidak wajib menurut madzhab yang shahih lagi masyhur, ia hanya dianjurkan. Sebagian sahabat-sahabat kami berkata bahwa ia wajib (Dan yang kedua inilah yang benar dengan dukungan dalil-dalil yang banyak).

Yang paling utama adalah mengucapkan :

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

“Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad, seorang hamba, RasulMu, seorang Nabi yang ummi, kepada keluarga Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad, Nabi yang ummi, kepada keluarga Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya sebagaimana Engkau telah melimpahkan berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, di alam semesta; sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung.” (Ini menurut madzhab an-Nawawi yang membentuk lafazh shalawat dengan menggabungkan bentuk-bentuk lafazh shalawat yang berbeda-beda yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi dalam hal ini. Ini tidak baik dan tidak diterima. Dan yang benar adalah hendaklah dia mengambil satu bentuk shalawat yang shahih dari Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Apabila dia melakukan yang ini di satu waktu, yang itu di lain waktu, maka itulah yang terbaik dan paling dekat kepada as-Sunnah. Lihat keteranganku sebelumnya di hal. (…) tentang perbedaan keanekaragaman).

Kami meriwayatkan cara ini dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Ka’ab bin Ujrah dari Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Anbiya`, Bab, 6/408, no. 3370; dan Muslim, Kitab ash-Shalah, Bab ash-Shalat ala an-Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ,, 1/305, no. 406; dan lafazhnya :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

“Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung. Ya Allah, limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung.”

Shalawat kepada Nabi juga diriwayatkan oleh al-Bukhari ibid, 6/407 no. 3369 dan Muslim ibid, 1/306 no. 407 dari hadits Abu Humaid as-Sa’idi dan lafazhnya adalah :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

“Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad, istri-istri dan keturunannya sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada keluarga Ibrahim. Limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad, istri-istri dan keturunannya sebagaimana Engkau telah melimpahkannya kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung.” Ia diriwayatkan pula oleh Muslim 1/305 no. 405 dari hadits Abu Mas’ud al-Anshari dan lafazhnya :

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

“Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada keluarga Ibrahim, limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkannya kepada keluarga Ibrahim, di alam semesta. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung.”, kecuali sebagian darinya, ia shahih dari riwayat selain Ka’ab. Perinciannya akan datang pada “Kitab Shalawat Atas Rasulullah,” insya Allah (Begitulah dia berkata di sini dan begitu sampai di bab shalawat kepada Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sepertinya dia lupa dan tidak memenuhi apa yang dijanjikan di sini. Oleh karena itu aku memilihkan untuk anda wahai pembaca tiga bentuk shalawat kepada Nabi paling mudah dan aku cantumkan di catatan kaki sebelum ini. Siapa yang menginginkan tambahan-tambahan, silakan merujuk Jala’ al-Afham karya Ibnul Qayyim dan Sifat Shalat Nabi karya al-Albani) Wallahu a’lam. Yang wajib darinya adalah :

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى النَّبِيِّ.

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi.”

Kalau dia mau, dia boleh mengucapkan :

صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ.

“Semoga shalawat Allah tercurahkan kepada Muhammad.”

Kalau dia mau dia mengucapkan :

صَلَّى اللهُ عَلَى رَسُوْلِهِ.

“Semoga shalawat Allah (tercurahkan) kepada RasulNya.”

صَلَّى اللهُ عَلَى النَّبِيِّ.

“Shalawat Allah (semoga tercurahkan) kepada Nabi.”

Kami juga mempunyai pendapat lain yaitu bahwa yang boleh hanyalah ucapan :

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ.

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad.

Kami juga mempunyai pendapat bahwa boleh mengucapkanm :

صَلَّى اللهُ عَلَى أَحْمَدَ.

“Semoga shalawat Allah (terlimpah) kepada Ahmad.”

Ada pendapat lagi yaitu mengucapkan :

صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ.

Shalawat Allah kepadanya.” (Justru yang wajib adalah hendaknya orang yang shalat berpegang kepada bentuk shalawat yang diajarkan oleh Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada sahabat-sahabatnya di mana Nabi dan para sahabat melakukannya di dalam shalat secara rutin dan sebagian darinya telah hadir kepadamu. Adapun membatasi diri hanya pada bentuk tasyahud yang sudah dipangkas sedemikian rupa, maka ia tidak boleh dan tidak pantas. Wallahu a’lam) Wallahu a’lam.

Adapun tasyahud pertama, maka shalawat kepada Nabi padanya tidak wajib, dan tidak ada perbedaan pendapat tentangnya. Apakah disunnahkan? Terdapat dua pendapat; yang lebih shahih adalah disunnahkan, sedangkan shalawat kepada keluarga tidak disunnahkan menurut pendapat yang shahih. Ada yang berkata, “Disunnahkan.” (Yang benar adalah bahwa shalawat kepada Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pada tasyahud awal juga disyariatkan, lafazhnya sama, perintah kepadanya diriwayatkan secara shahih dan umum, tanpa membedakan antara tasyahud pertama dan kedua. Wallahu a’lam).

Doa pada tasyahud awal menurut kami tidak dianjurkan bahkan sahabat-sahabat kami berkata, “Makruh, karena tasyahud awal didasarkan kepada keringanan, berbeda dengan tasyahud akhir.” (Doa setelah shalawat Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam di tasyahud awal tetap disunnahkan juga berdasarkan kepada hadits Ibnu Mas’ud yang hadir pada no.189, ia berlaku umum untuk dua tasyahud. Adapun pendapat bahwa tasyahud pertama didasarkan kepada keringanan, maka di samping ia lemah juga tidak menunjukkan tidak adanya anjuran, hanya keringanan semata. Wallahu a’lam) Wallahu a’lam.

Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.