Sebelum memulai pembahasan tentang hadits-hadits dhaif (lemah) dan palsu seputar bulan Sya’ban, kami ingin menjelaskan kepada para pembaca sekalian bahwa menisbatkan/menyandarkan perkataan kepada selain yang mengucapkannya dianggap sebagai sebuah kejahatan di zaman kita ini, maka bagaimana halnya apabila menyandarkan sebuah perkataan kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Padahal beliau tidak mengatakannya, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits yang mutawatir:

“من يقل علي ما لم أقل فليتبوأ مقعده من النار” .

”Barang siapa yang berkata atas namaku sesuatu yang tidak aku ucapkan, maka bersiap-siaplah untuk menempati tempat duduk di Neraka.”

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“من حدث عني بحديث يُرى أنه كذب ،فهو أحد الكَاذِبِيْنَ” .

”Barang siapa yang membawakan hadits dariku dengan satu hadits yang dilihat (diketahui) bahwa itu adalah dusta, maka dia termasuk salah satu dari para pendusta.”

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang lain yang menjelaskan ancaman bagi orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam, bahkan menurut para ulama ahli hadits, hadits-hadits tersebut sampai kepada derajat mutawatir yang tidak mungkin diperselisihkan keshahihannya.

Dari sini jelaslah pentingnya untuk bersungguh-sungguh terhadap sunnah/hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam membedakan antara yang dha’if dengan yang shahih, dan tidak beramal dengan suatu hadits kecuali apabila telah jelas status shaih maupun dha’ifnya. Sekarang –dengan meminta pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala– kami akan membawakan hadits-hadits yang dhaif maupun palsu yag berkaitan dengan bulan Sya’ban:

1. Hadits yang pertama:

“كان رسول الله-صلى الله عليه وسلم-يصوم ثلاثة أيام من كل شهر فربما أخرَّ ذلك حتى يجتمعَ عليه صوم السنة فيصوم شعبان”.

”Adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam berpuasa tiga hari setiap bulan, maka kadang kala beliau mengakhirkannya sampai terkumpul puasa dalam dalam satu tahun, maka beliau berpuasa pada bulan Sya’ban (satu bulan penuh).

Hadits ini dha’if diriwayatkan oleh imam ath-Thabrani rahimahullah di kitab al-Ausath dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari:” Di dalam hadits itu ada Ibnu Abi Laila dan dia adalah dha’if.”

2. Hadits yang kedua:

“كان إذا دخل رجب، قال: اللهم بارك لنا في رجب وشعبان ، وبلغنا رمضان”.

”Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam apabila memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:’ Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab, dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzaar rahimahullah dan ath-Thabrani rahimahullah di al-Ausath, al-Baihaqi dalam kitab Fadha’il al-Auqaath dari Anas radhiyallahu ‘anhu dan telah dinyatakan dhai’if oleh al-Hafizh Ibnu hajar rahimahullah dalam kitab Tabyiinul ‘Ajab, dan beliau berkata:”Di dalamnya (hadits tersebut) ada Zaidah bin Abi ar-Ruqqaad, Abu Hatim rahimahullah berkata tentangnya, dia meriwayatkan dari Ziyad an-Numairi dari Anas radhiyallahu ‘anhu dengan hadits-hadits marfu’ munkar, maka tidak diketahui darinya atau dari Ziyad. Al-Bukhari rahimahullah berkata:”munkarul hadits” dan an-Nasaai berkata di dalam kitab Sunannya:”Aku tidak tahu siapa dia” Dan Ibnu Hibban rahimahullah berkata:”Tidak berhujjah/berdalil dengan khabar (hadits)nya”

3.Hadits yang ketiga:

عن أبي هريرة-رضي الله عنه- أن رسول الله-صلى الله عليه وسلم-لم يصم بعد رمضان إلا رجب وشعبان.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa setelah Ramadhan melainkan pada bulan Rajab dan Sya’ban.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan dalam kitab Tabyiinul ‘Ajab tentang munkarnya hadits tersebut dikarenakan keberadaan Yusuf bin ‘Athiyah di dalam sanadnya, Karena sesunnguhnya dia itu dha’if jiddan (lemah sekali).

4.Hadits yang keempat:

رجب شهر الله ، وشعبان شهري ، ورمضان شهر أمتي.

”Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku.”

Hadits ini bathil dan palsu, al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Tabyiinul ‘Ajab:’Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Niqaash al-Mufassir dan sanadnya murakkab (sanad buatan/susunan) dan tidak diketahui bahwa al-‘Alqamah mendengar dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu dan al-Kisaai yang disebutkan dalam sanad tidak diketahui siapa dia, dan kelemahan pada sanad ini terletak pada an-Niqaasy dan Abu Bakar an-Niqaasy dha’if matrukul hadits sebagaimana yang dikatakan oleh adz-Dzahabi rahimahullah dalam al-Mizan.

Dan telah datang lafazh ini dalam hadits yang panjang tentang keutamaan bulan Rajab dan dalam hadits tentang shalat Raghaa’ib, Ibnu Hajar rahimahullah menghukumi kedua hadits tersebut palsu sebagaimana dalam kitab Tabyiinul ‘Ajab.

Dan datang dari jalur lain dengan lafazh:

(شعبان شهري ، ورمضان شهر الله)

”Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah.”

Dalam riwayat ad-Dailami di musnad al-Firdaus dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan di dalamnya ada al-Hasan bin Yahya al-Khusyani, adz-Dzahabi berkata:”Dia di-cap matrukul hadits oleh ad-Daruquthni rahimahullah, dan hadits ini telah didha’ifkan oleh as-Suyuthi dan al-Albani rahimahumullah jamii’an

5. Hadits yang kelima:

خيرة الله من الشهور ، وهو شهر الله ، من عظم شهر رجب ، فقد عظم أمر الله ، أدخله جنات النعيم ، وأوجب له رضوانه الأكبر، وشعبان شهري ، فمن عظم شهر شعبان فقد عظم أمري، ومن عظم أمري كنت له فرطا وذخرا يوم القيامة ، وشهر رمضان شهر أمتي ، فمن عظم شهر رمضان وعظم حرمته ولم ينتهكه وصام نهاره وقام ليله وحفظ جوارحه خرج من رمضان وليس عليه ذنب يطالبه الله تعالى به.

”Pilihan Allah dari bulan-bulan dan dia adalah bulan Allah, barang siapa mengagungkan bulan Rajab, maka dia telah menagungkan perintah Allah, dimasukkan kedalam Surga an-Na’im dan berhak mendapatkan keridhaan Allah yang besar. Dan Sya’ban adalah bulanku, maka barang siapa yang mengagungkan bulan Sya’ban maka dia telah mengagungkan perintahku, dan barang siapa yang meagungkan perintahku maka aku adalah pemimpin dan simpanan baginya di hari kiamat. Dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku, maka barang siapa mengagungkan Ramadhan, mengagungkan kehormatan dan tidak menodainya, berpuasa pada siang hari dan shalat pada malam harinya, serta dia menjaga anggota badannya, maka dia keluar dari bulan Ramadhan dan tidak memiliki dosa yang dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Tabyiinul ‘Ajab menghukumi hadits itu palsu, beliau berkata:”Al-Baihaqi berkata:’hadits ini munkar, aku berkata (al-hafizh Ibnu Hajar), bahkan hadits ini palsu yang jelas kepalsuannya dia dia salah satu hadits yang dipalsukan oleh Nuh al-Jami’ dan dia adalah Abu ‘Ismatud Diin. Ibnul Mubarak rahimahullah ketika menyebutkan dia kepada Waki’ dia berkata:”Di tempat kami ada Syaikh yang dijuluki Abu ‘Ismah, dia memalsukan hadits, dan dia adalah yang disebut oleh orang-orang:”Nuh al-Jami’”, dia mengumpulkan segala sesuatu kecuali kejujuran. Dan al-Khalili berkata:”Mereka (ulama ahli hadits) sepakat tentang kedha’ifannya”.

6. Hadits yang keenam:

فضل رجب على سائر الشهور كفضل القرآن على سائر الأذكار ، وفضل شعبان على سائر الشهور كفضل محمد على سائر الأنبياء ، وفضل رمضان على سائر الشهور كفضل الله على عباده.

”Keutamaan Rajab dibandingkan bulan-bulan lain, seperti keutamaan al-Qur’an dibandingkan dzikir-dzikir lainnya, keutamaan Sya’ban dibandingkan bulan-bulan lain, seperti keutamaan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan Nabi-nabi lainnya, dan keutamaan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lain, seperti keutamaan Allah dibandingkan hamba-Nya.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menghukumi hadits ini palsu, dan beliau berkata:”as-Saqthii adalah penyebabnya (penyebab palsunya hadits), dia terkenal dengan pemalsuan hadits dan pembuat sanad (sanad palsu).”

7. Hadits yang ketujuh:

تدرون لم سمي شعبان ؛ لأنه يُتَشَعَّبُ فيه لرمضان خير كثير ، وإنما سمي رمضان ؛ لأنه يرمض الذنوب أي يذيبها من الحر.

”Tahukah kalian kenapa dinamakan bulan Sya’ban? Karena sesungguhnya terkumpul di dalamnya kebaikan yang banyak untuk Ramadhan, dan dinamakan Ramadhan dikarenakan dia meleburkan dosa, maksudnya melelehkannya karena panasnya.”

Imam as-Suyuthi menghukumi hadits ini palsu, dan hadits ini diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu dan di dalamnya ada Ziyad bin Maimun dan dia (Ziyad) telah mengakui bahwa dia berdusta.

8. Hadits yang kedelapan:

أفضل الصوم بعد رمضان شعبان لتعظيم رمضان ، وأفضل الصدقة صدقة في رمضان.

”Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa Sya’ban dalam rangka mengagungkan Ramadhan, dan sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Trimidzi rahimahullah dan al-Baihaqi rahimahullah dalam kitab Syu’abul Iman, dari Anas radhiyallahu ‘anhu. Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata:”Gharib”. Dan hadits ini didha’ifkan oleh as-Suyuthi dan al-Albani rahimahumullah al-jamii’

Dan di dalam hadits ini terdapat Shadaqah bin Musa, ad-Dzahabi rahimahullah berkata di kitab al-Muhadzab:”Mereka (para ulama) mendha’ifkan Shadaqah” Dan sebagai tambahan bahwa dalam matan hadits ini ada kejanggalan (keanehan) karena bertentangan dengan apa yang ada dalam Shahih Muslim dan selainnya dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (sampai kepada Nabi):

“أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم………الحديث”.

”Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, bulan muharram…al-hadits”

9. Hadits yang kesembilan:

عن عائشة ، قالت: كان رسول الله-صلى الله عليه وسلم- يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم ، وكان أكثر صيامه في شعبان ، فقلت يا رسول الله: مالي أرى أكثر صيامك في شعبان ، فقال:يا عائشة إنه شهر ينسخ لملك الموت من يقبض ، فأحب أن لا ينسخ اسمي إلا وأنا صائم.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata:”Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sampai kami mengira berkata bahwa beliau tidak berbuka (berpuasa terus), dan berbuka sampai kami berkata bahwa beliau tidak berpuasa. Dan adalah puasa beliau yang paling banyak adalah pada bulan Sya’ban, maka aku berkata:’Wahai Rasulullah mengapa aku melihat puasa engkau yang paling banyak di bulan Sya’ban?’ Maka beliau berkata:’Ya ‘Aisyah, sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan di mana dituliskan untuk malaikat maut (pencabut nyawa) nama-nama orang yang akan dicabut nyawanya, dan aku menyukai kalau namaku tidak ditiulis kecuali dalam keadaa aku sedang berpuasa.’”

Ibnu Abi Hatim rahimahullah berkata dalam kitab ‘Ilal al-Hadits:”aku bertanya kepada ayahku tentang hadits..(lalu beliau menyebutkan hadits di atas)”. Ayahku berkata: ”Ini hadits munkar.”

Aku berkata (Syaikh Abu Abdillah al-Mishri):”Dan awal (bagian depan) hadits ( كان…..إلى…لا يصوم) telah datang riwayat tersebut dalam as-Shahihain (al-Bukhari dan Muslim) dari hadits Umul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dan perkataa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha (وكان أكثر صيامه في شعبان) datang secara makna dalam hadits ini. Dan maksud Abu Hatim rahimahullah dengan munkarnya hadits itu adalah pada bagian terakhir yaitu dari ucapan beliau: (فقلت…إلى آخره(

Bid’ah-bid’ah yang populer di bulan Sya’ban:

1. Shalat al-Bara’ah, yaitu mengkhusukan shalat malam pada pertengahan bulan Sya’ban berjumlah 100 raka’at.

2. Shalat enam raka’at dengan niat tolak bala, panjang umujr dan meminta kecukupan agar tidak meminta-minta kepada sesama manusia.
Membaca surat Yaasiin dan do’a pada malam tersebut (pertengahan Sya’ban) dengan do’ khusus seperti do’a mereka:

(( اللهم يا ذا المن ، ولا يمن عليه ، يا ذا الجلال والإكرام .. ))

3. Keyakinan mereka bahwa malam nishfu Sya’ban adalah malam lailatul Qodar, dan keyakina ini tentunya bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن }

”Bulan Ramadhan adalah bulan di mana al-Qur’an diturunkan..”(al-Baqarah: 185)

dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{ إنا أنزلناه في ليلة القدر }

”Sesungguhnya kami turunkan dia (al-Qur’an) pada malam lailatul Qodar.”(al-Qodar:1)

Jadi lailatul Qodar ada pada bulan Ramadhan bukan bulan Sya’ban.
Sejarah munculnya bid’ah-bid’ah ini:

Al-Maqdisi rahimahullah berkata:”Awal mula yang terjadi di tempat kami tahun 448 H, datang kepada kami di Baitul Maqdis seorang laki-laki dari Nablus terkenal dengan sebutan Ibnu Abi al-Humairaa’ dan dia bacaannya bagus, maka dia shalat di masjid al-Aqsha pada malam nishfu Sya’ban, maka bertakbiratul ihramlah satu orang di belakangnya, lalu datanglah yang ketiga, keempat hingga tidaklah selesai dari shalat melainkan dia bersama jama’ah yang banyak…” (Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’ wal Hawadits 124-125 karangan Abu Syaamah dari ulama Syafi’iyah)
An-Najm al-Ghaizhi rahimahullah berkata:”Hal itu telah diingkari oleh kebanyakan ulama dari kalangan ahli Hijaz diantaranya ‘Atha, Ibnu Abi Mulaikah dan ahli Fiqh Madinah dan sahabat-sahabat Malik rahimahullah dan mereka berkata:’Semua itu adalah bid’ah.’” (As-Sunan wal Mubtada’at karya asy-Syuqairi 145)

Dan ketahuilah -semoga Allah merahmati kalian- bahwa hal yang menjatuhkan mereka ke dalam bid’ah-bid’ah ini adalah bersandarnya mereka kepada hal-hal berikut ini:

1. Pertama:

عن علي رضي الله عنه مرفوعا قال : (( إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها )) وقد رواه بن ماجه في السنن 1388 وهو حديث موضوع

Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ berkata:”Apabila masuk ke malam nishfu (pertengahan) Sya’ban, maka bangunlah untuk shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya.” (diriwayatkan oleh an-Nasaai di dalam kitab as-Sunan 1388 dan itu adalah hadits maudhu’/palsu)

2.Kedua:

(( إن الله تعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد غنم بني كَلْب )) وقد رواه بن ماجة 1389 وهو حديث ضعيف

”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala turun pada malam nishfu Sya’ban ke langit dunia, maka Dia mengampuni kepada sejumlah manusia yang jumlah mereka lebih banyak dari jumlah kambing Bani Kalb”(diriwayatkan oleh Ibnu Majah 13898 dan hadits ini dha’if)

Kesimpulannya bahwa masalah-masalah ini tidak ada hadits maupun atsar tentangnya melainkan dha’if ataupun palsu. Al-Hafizh Ibnu Duhyah rahimahullah berkata:”Ahli Jarh wa Ta’dil berkata:’Tidak ada satu pun hadits shahih yang menjelaskan keutamaan nishfu Sya’ban, maka hendaklah kalian berhati-hati kalian para hamba Allah terhadap para pendusta yang meriwayatkan kepada kalian dan membawakannya pada momen-momen kebaikan, maka memanfaatkan momen kebaikan harus sesuai dengan sesuai syari’at dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila telah jelas bahwa hal itu adalah kedustaan maka hal telah keluar dari hal yang disyariatkan dan jadilah pelakunya termasuk pelayan setan karena dia telah mendustakan hadits atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak pernah Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ilmu tentangnya” (Al-Baa’its ‘ala Inkaril Bida’ wal Hawadits 127 karangan Abu Syaamah al-Maqdisi dari ulama Syafi’iyah)

Inilah yang bisa kami sampaikan dan kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya memberikan manfaat kepadaku dan kepada anda sekalian, dan menjadikan amalan kita semuanya berada dalam timbangan kebaikan kita, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Mahamampu terhadap segala sesuatu dan semoga Shalawat dan Salam senantiasa terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan Sahabat serta para pengikutnya yang setia. Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin.

(Sumber:diterjemahkan dengan sedikit tambahan oleh Abu Yusuf Sujono dari أحاديث ضعيفة واردة في شهر شعبان oleh Abu Abdillah al-Mishri dari www.saaid.net)