Kita meyakini bahwa kesyirikan ada dua jenis;

Pertama; Syirik Akbar, inilah kezhaliman yang paling agung dan dosa yang paling besar. Allah tidak akan mengampuni pelakunya kecuali bagi yang bertaubat. Jenis ini menjadikan segala perbuatannya menjadi sia-sia. Kadang-kadang kesyirikan jenis ini terjadi pada masalah ibadah dan tanassuk (penyembelihan), misalnya, berdoa kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada selain-Nya, mempersembahkan kurban kepada selain-Nya dan sebagainya. Kadang-kadang terjadi pula pada masalah ketaatan dan kepatuhan, misalnya mengakui adanya hak membuat syari’at (hukum) secara mutlak selain Allah dan taat kepada keyakinan ini.

Kedua, Syirik Ashghar, di antaranya riya’, bersumpah dengan nama selain Allah dengan beberapa bentuknya, mengenakan gelang (jimat), jimat dan sejenisnya. Kesyirikan ini termasuk dalam dosa besar dan menjadikan amal yang bercampur dengannya menjadi sia-sia.

Firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan bahwa kezhaliman yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kesyirikan. Saat ayat ini turun, beberapa shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merasa keberatan dalam hati mereka, sehingga mereka bertanya, “Siapa di antara kita yang tidak pernah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan, “Maksudnya tidak sebagaimana yang kalian pikirkan. Maksudnya adalah kesyirikan. Tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman kepada anaknya, ‘Wahai anakku, janganlah engkau menyekutukan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya kesyirikan itu merupakan kezhaliman yang besar’.” (HR. Al-Bukhari).

Di antara yang menerangkan tentang adanya kesyirikan dalam masalah ibadah, firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ (13) إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ

“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Rabbmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 13-14).

Di antara yang menjelaskan tentang kesyirikan dalam keta‘atan dan kepatuhan, firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah.” (Asy-Syura: 21).

Dan firmannya,

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (Al-An’am: 121).

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan perdebatan antara orang-orang yang beriman dengan golongan musyrikin dalam masalah haramnya bangkai, sebagaimana digambarkan dalam ungkapan mereka, “Bagaimana mungkin kalian makan dari hewan yang kalian bunuh dengan tangan kalian sendiri tapi kalian tidak mau makan hewan yang dimatikan Allah dengan tangan-Nya?”

Memang sekedar makan bangkai hewan tidak termasuk perbuatan syirik, akan tetapi membolehkan makan bangkai ini berdasarkan syubhat semacam ini yang termasuk perbuatan syirik.

Dalil yang menerangkan bahwa syirik akbar menjadikan segala perbuatan menjadi sia-sia, firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (65) بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu, “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.” (Az-Zumar: 65-66).

Sementara yang menerangkan tentang syirik ashghar, hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terjadi pada diri kalian adalah syirik ashghar.” Para shahabat bertanya, “Apakah syirik ashghar itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu riya’. Allah berfirman saat memberi pahala kepada manusia atas perbuatannya, “Pergilah kepada orang yang engkau telah berbuat riya’ kepadanya di dunia, kemudian lihatlah, adakah engkau menemukan pahala di sisinya?” (HR. Ahmad dengan sanad jayyid, Ibnu Abid Dunya, Al Baihaqi di dalam kitab Az-Zuhd dan lain-lainnya).

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meriwayatkan dari Rabbnya,

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ. مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ.

“Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan suatu perbuatan dengan menyekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR. Muslim).

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal sumpah dengan nama selain Allah Subhaanahu Wata’ala,

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ.

“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah berbuat kesyirikan atau kekufuran.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Hakim).

Itu apabila tidak mengagungkan dzat yang ia bersumpah atasnya sebagaimana ia mengagungkan Allah.

Dalam hal mengalungkan jimat-jimat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ.

“Barangsiapa menggantungkan jimat maka ia telah syirik.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).