Kita meyakini bahwa Al-Qur’an telah menghapus seluruh kitab-kitab terdahulu yang sebelumnya telah dipalsukan oleh tangan-tangan manusia dan tidak digunakan lagi. Adapun berita dan syari’at yang ada di dalamnya terbagi menjadi tiga bagian: Pertama; Bagian yang dibenarkan oleh Al-Qur’an, maka kita harus meyakini kebenarannya. Kedua; Bagian yang Al-Qur’an menyaksikan kepalsuannya, maka kita harus menolaknya dan meyakini bahwa bagian itu termasuk kalam Allah yang telah dipalsukan oleh manusia. Ketiga; Bagian yang Al-Qur’an mendiamkannya. Kita harus pula mendiamkannya sehingga kita tidak menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah.

Allah Subhaanahu Wata’ala menerangkan bahwa Al-Qur’an membenarkan kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menjadi ujian atas kitab-kitab tersebut:

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (Al-Ma’idah: 48).

Turunnya Al-Qur’an merupakan pembenar atas kitab-kitab sebelumnya yang telah menyebutkan akan turunnya Al-Qur’an dan memujinya serta bahwa Al Qur’an akan diturunkan kepada Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian orang-orang yang mau berfikir semakin bertambah keyakinannya kepadanya, tunduk kepada perintah Allah dan masuk agama-Nya. Allah pun menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan sebagai batu ujian terhadap kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Artinya, sebagai pembenar, saksi dan pemutus. Apabila sesuai dengan Al-Qur’an berarti itu adalah benar. Adapun yang bertentangan dengannya, maka itu adalah bathil.

Allah telah berfirman, menjelaskan tentang orang-orang yang telah mendustakan dan memalsukan kitab-Nya dari orang-orang Yahudi:

فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 79).

Firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, supaya kamu menyangka apa yang dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan, ”Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran: 78).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa umat ini adalah pilihan Allah dan pahala atas mereka digandakan-Nya, “Jarak kehidupan kalian dengan kelompok orang-orang terdahulu tidak lain hanya seperti antara shalat ashar sampai tenggelamnya matahari. Para ahli Taurat diberi kitab Taurat, mereka mengamalkannya hingga pertengahan siang hari. Lalu mereka tidak sanggup melaksanakannya maka diberikan pahalanya masing-masing satu qirath. Kemudian ahli Injil diberi kitab Injil, mereka mengamalkannya hingga waktu shalat ashar. Lalu mereka tidak mampu melaksanakannya maka diberikan pahalanya masing-masing satu qirath. Kemudian kalian diberi Al-Qur’an dan kalian mengamalkannya sampai tenggelamnya matahari lantas kalian mendapat pahalanya sebanyak dua qirath. Seorang ahli kitab bertanya, “Kenapa perbuatan mereka lebih sedikit dari kita tapi mendapat lebih banyak pahala?” Maka Allah berfirman, “Adakah Aku menzhalimi hak kalian walau sedikit?” Mereka menjawab, “Tidak!” Allah berfirman, “Itu adalah karunia-Ku yang Aku berikan kepada yang Aku kehendaki.” (HR. Al Bukhari).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, menjelaskan tentang sikap mendiamkan apa yang ada di dalam kitab-kitab terdahulu yang didiamkan oleh Al Qur’an:

لاَ تُصَدِّقُوْا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوْهُمْ، وَقُوْلُوْا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُوْنَ.

“Janganlah engkau membenarkan para Ahli Kitab, jangan pula mendustakan mereka. Katakanlah, ‘Saya beriman dengan apa yang diturunkan kepada kami dan kepada kalian. Tuhan kami dan Tuhan kalian satu dan kepada-Nya kami berserah diri’.” (HR. Al-Bukhari).

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata, “Bagaimana kalian bertanya tentang sesuatu kepada Ahli Kitab, sedangkan kitab kalian yang diturunkan kepada Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam adalah satu? Kalian hanya membacanya tanpa meresapinya. Telah kalian ketahui bahwa Ahli Kitab telah mengganti kitab Allah dan merubahnya. Mereka menulis kitab dengan tangan-tangan mereka dan berkata, ‘Ini berasal dari sisi Allah’, untuk menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang rendah. Kenapa pengetahuan kalian tentang mereka tidak menjadikan kalian mengurungkan pertanyaan kepada mereka? Demi Allah, saya tidak mendapati seorang laki-laki di antara mereka bertanya kepada kalian tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian.” (HR. Al Bukhari).