Kehidupan dunia adalah kesenangan. Harta kekayaan, jabatan dan kedudukan memberikan kesenangan tersendiri, dan sudah menjadi tabiat manusia mengidam-idamkan sesuatu yang bisa memberinya kesenangan, maka manusia cenderung kepada dunia merupakan sesuatu yang lumrah, bagaimana tidak, sementara itulah pemicu kesenangannya. Dan manakala hal itu terjadi pada banyak orang maka terbentuklah pandangan umum bahwa dunialah yang harus dikejar dan dielu-elukan, selanjutnya lahir perlombaan dan persaingan dalam perkara dunia yang dilanjutkan dengan lahirnya hasad dari orang yang merasa harus mendapatkan tetapi ternyata tidak mendapatkan, malah ia digondol oleh orang lain.

Bagi keluarga, hasad bisa jadi pemicu masalah. Istri dengan hasad di dalam hatinya, misalnya dia melihat rekan atau tetangganya mendapatkan nikmat tertentu, hatinya meradang terbakar hasad, dia berharap nikmat tersebut hilang darinya dan berpindah kepada dirinya. Jika nikmat-nikmat tersebut berupa benda-benda tertentu maka istri akan menuntut suami menghadirkannya dan belum tentu suami mampu menghadirkannya. Yang terjadi selanjutnya adalah kekesalan istri yang keinginannya tidak tercapai.

Suami dengan hasad di hatinya melihat rekan kerjanya promosi jabatan, padahal menurutnya dirinyalah yang berhak atas hal itu, maka hatinya gatal dan kesal, mengapa dia dan bukan saya? Dia pulang uring-uringan. Anak istri jadi pelampiasan dan kehidupan rumah menjadi serba menyebalkan gara-gara hasad.

Hasad adalah berharap lenyapnya nikmat dari orang lain dan tidak harus nikmat itu pindah kepada dirinya atau berharap orang lain selalu dalam kesengsaraan. Hasad termasuk akhlak tercela. Kita membaca dari al-Qur`an yang menyatakan bahwa hasad menghalangi ahli kitab beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan membuat mereka selalu berusaha mengembalikan kaum muslimin kepada kekufuran.

Hasad memicu pelanggaran terhadap hak orang lain pada darah, harta dan kehormatannya. Hal ini bisa terjadi antara anggota keluarga dengan orang luar, misalnya antara anak dengan teman sepermainannya atau dengan teman sekolahnya. Hasad di antara sesama anak pernah terjadi di antara anak-anak Ya’qub, Yusuf dan saudara-saudaranya di mana mereka hasad kepada Yusuf.

Hasad mereka terhadap Yusuf, dalam pandangan mereka benar, artinya mereka merasa berhak untuk itu, padahal tidak selalu demikian, membuat mereka melakukan hal-hal tercela, menyalahkan ayah mereka, Ya’qub, berdusta kepada sang ayah Ya’qub saat berusaha mengajak Yusuf bermain, lalu menyingkirkan Yusuf dan kembali berdusta saat mereka berkata kepada ayah mereka bahwa Yusuf dimangsa serigala.

Firman Allah, yang artinya, “Ketika mereka berkata, ‘Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepada kalian saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.” (Yusuf: 8-9).

Hasad di antara saudara juga terjadi pada dua orang putra Adam sebagaimana yang Allah sampaikan dalam firmanNya, yang artinya,“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), ‘Aku pasti membunuhmu!’ Berkata Habil, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah: 27).

Hasad yang terjadi pada keluarga, istri dan anak-anak adalah tanggung jawab suami sebagai pemimpin. Suami harus terlebih dulu membersihkan dirinya dari penyakit ini dan selanjutnya menyembuhkan keluarganya darinya. Suami patut tahu bahwa pemicu hasad adalah cinta dunia dan cinta kedudukan. Ketika seorang menyintai dua perkara ini, lalu dia mendapatinya terbang digondol oleh orang lain maka yang lahir di dalam hati adalah hasad. Untuk mengatasi sumber pokok ini suami harus menanamkan sebaliknya, mendidik keluarga di atas cinta akhirat, menanamkan keyakinan bahwa dunia hanyalah sesaat yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendakiNya.

Menanamkan keyakinan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah
Allah membagi dan memberi kepada siapa yang Dia kehendaki berdasarkan hikmahNya. Firman Allah, artinya, “Demikianlah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya; dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al-Jumu’ah: 4).

Firman Allah, artinya, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az-Zukhruf: 32).

Menanamkan keyakinan bahwa Allah lebih mengetahui siapa hambaNya yang bersyukur

Mengapa yang mendapatkan ini dia bukannya saya? Jawabannya mungkin Anda tidak bersyukur sehingga Allah tidak berkenan menambah. Firman Allah, artinya, “Dan demikianlah telah Kami uji sebagian mereka(orang-orang kaya) dengan sebagian mereka (orang-orang miskin) supaya mereka berkata, ‘Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?’ (Allah berfirman), ‘Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?” (Al-An’am: 53).

Menanamkan keyakinan bahwa sesuatu yang memicu hasadnya hanyalah dunia yang belum tentu membawa kebaikan. I

Ia adalah ujian dengannya Allah menguji hamba-hambaNya, karena Allah memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan orang yang tidak Dia cintai. Firman Allah,artinya, “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).”(Al-Anbiya`: 35).

Mengalihkan hasad kepada hasad yang positif

Daripada hasad untuk yang di atas lebih baik hasad untuk yang di bawah ini saja,

وعن ابن عمر رَضِيَ اللهُ عَنْهُما ، عَنِ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلًّمَ قَالَ : ” لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ : رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ القُرْآنَ ، فَهُوَ يَقُوْمُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً ، فَهُوَ يُنْفِقْهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ .”

Dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara: seorang laki-laki yang diberi al-Qur`an oleh Allah dia menegakkannya siang malam dan seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu dia menginfakkannya siang dan malam.” (Muttafaq alaihi).

Arahkan hasad keluarga Anda kepada dua hal di atas, hasad ini adalah hasad psitif, anak-anak akan terdorong untuk menjadi ahli al-Qur`an atau ahli sedekah, dan kelak mereka akan menjadi orang-orang shalih, semoga demikian. Wallahu a’lam.