Hakikat keimanan kepada para rasul tampak pada keyakinan yang nyata atas kenabian dan kerasulan mereka serta penjagaan Allah atas mereka. Para nabi merupakan pemberi petunjuk yang mendapat petunjuk, menyampaikan semua yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan mereka, mengajak umat mereka kepada kebaikan, berjuang di jalan Allah dengan sebenar-benar perjuangan. Allah menjadikan pengakuan dari umat mereka atas apa yang dibawa dengan penuh kepercayaan dan ketulusan sebagai suatu ibadah. Maka barangsiapa dari umat mereka yang tidak terdapat hal itu di dalam hatinya, maka ia bukan termasuk golongan orang yang beriman.

Firman Allah Subhaanahu Wata’ala menjelaskan bahwa Dia telah memilih para utusan-Nya,

اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ

“Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al-Hajj: 75).

اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ

“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al-An’am: 124).

Allah Maha Mengetahui, di mana Dia menempatkan tugas kerasulan dan memilih siapa di antara makhluk-Nya yang mendapatkan tugas untuk menyampaikannya. Maka Dia tidak memilih kecuali orang-orang pilihan lagi baik.

Firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ (45) إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ (46) وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ (47) وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ وَكُلٌّ مِنَ الْأَخْيَارِ

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishak dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang baik. Dan ingatlah akan Isma’il, Ilyasa’, dan Dzulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.” (Shad: 45-48).

Mereka disebut sebagai orang-orang yang kuat dalam ketaatan kepada Allah, yang paham tentang agama, mengetahui kebenaran, berbuat untuk akhirat, tidak ada keinginan lain bagi mereka selain hal itu. Mereka adalah orang-orang baik yang terpilih.

Allah menyebutkan tentang keterjagaan apa yang disampaikan oleh mereka dan kejujuran mereka dalam ucapan. Firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4).

Tidaklah ia mengucapkan suatu ucapan yang berasal dari hawa nafsu dan tujuan yang tidak benar. Akan tetapi ia menyampaikan apa yang telah disampaikan kepadanya dari Tuhannya secara utuh, tanpa dikurangi maupun ditambahi.

Firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (44) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (45) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (46) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ

“Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.” (Al-Haqah: 44-47).

Maksudnya, seandainya Muhammad itu -seperti apa yang kalian klaim- berdusta dengan mengatasnamakan Kami, niscaya Kami akan membalasnya dengan memotong urat jantungnya. Dan tidak ada seorang pun dari kalian yang mampu menghalangi Kami untuk melakukannya apabila Kami menginginkannya. Akan tetapi ia (Muhammad) adalah orang yang baik, jujur, lurus, karena Allah senantiasa mengakui apa yang disampaikannya dan memperkuatnya dengan mukjizat yang nyata dan bukti-bukti yang pasti.

Kemudian disebutkan bahwa ketaatan umat mereka kepada para nabi tersebut merupakan suatu bentuk ibadah kepadanya. Firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ

“Maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.”

Ayat ini disebutkan berulangkali dalam surat Asy Syu’ara sebanyak delapan kali, dalam kisah Nabi Nuh, Hud, Shalih, Luth dan Syu’aib. (Qs. 26: 108, 110, 126, 131, 144, 150, 163, 179) sebagaimana disebutkan pula pada surat Ali Imran ayat 50 pada cerita tentang Isa Al-Masih ‘alaihis salam.

Ketaatan kepada para rasul berarti pula sebagai ketaatan kepada Allah. Firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

“Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka.” (An-Nisa’: 80).

Firman-Nya,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7).

Dalam kitab Ash-Shahihain diriwayatkan dari Alqamah, ia berkata, “Abdullah melaknat wanita-wanita yang bertato, memotong bulu alis dan mengikir gigi untuk keindahan serta merubah ciptaan Allah.” Ummu Ya’kub berkata, “Apa ini?” Maka Abdullah menjawab, “Kenapa saya tidak melaknat orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dilaknat di dalam kitab Allah ?” Ummu Ya’kub berkata, “Demi Allah aku telah membaca setiap lembar kitab Allah, tapi aku tidak mendapatinya.” Maka Abdullah berkata, “Demi Allah, apabila engkau membacanya maka engkau akan mendapati ayat “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7).

Namsh dalam hadits ini berarti menghilangkan bulu alis untuk memperindahnya dan menjadikannya lentik. Dikatakan pula, maksudnya adalah menghilangkan rambut yang ada di wajah secara umum. Adapun wasym, maksudnya lukisan sebagai hiasan yang ada di wajah atau tubuh dengan celak atau tinta. Sementara falj artinya menjarangkan antara gigi-gigi depan.

Firman Allah Subhaanahu Wata’ala,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah, ”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 31).

Ayat ini menghukumi bahwa orang yang mengaku mencintai Allah akan tetapi tidak mengikuti jalan yang ditempuh Muhammad, berarti ia telah berdusta dalam pengakuannya, hingga ia mau mengikuti syari’at yang lurus ini dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Ada sebuah kaum yang mengaku bahwa mereka mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini.

Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan ketaatan kepadanya dan penerimaan atas petunjuk yang dibawanya sebagai syarat masuk surga. Beliau bersabda,

كُلُّ أُمَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى. قَالُوْا: وَمَنْ يَأْبَى ياَ رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِيْ فَقَدْ أَبَى.

“Setiap umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Para shahabat bertanya, “Siapakah yang enggan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Barangsiapa mentaatiku ia akan masuk surga dan barangsiapa menentangku itulah orang yang enggan masuk surga.” (HR. Al-Bukhari).

Rasulullah pun menyatakan bahwa ketaatan kepadanya merupakan ketaatan kepada Allah, menentangnya berarti menentang Allah. Beliau bersabda,

مَنْ أَطاَعَنِي فَقَدْ أَطاَعَ اللهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَد عَصَى اللهَ.

“Barangsiapa mentaatiku berarti ia telah mentaati Allah dan barangsiapa menentangku berarti ia telah menentang Allah.” (HR. Al-Bukhari).