Kaidah-kaidah tentang Asma` Allah

4- Dalalah (petunjuk) Asma` Allah atas dzatNya dan sifatNya tidak terlepas dari tiga kemungkinan

Yaitu Dalalah muthbaqah, dalalah tadhammun dan dalalah iltizam. Yang pertama adalah penggunaan suatu kata untuk seluruh maknanya. Kedua adalah penggunaan kata untuk sebagian maknanya. Ketiga adalah penggunaan kata untuk konsekuensi maknanya. Contoh, kata â€کRumah’, jika ia dipakai untuk seluruh bagiannya tanpa kecuali maka ia adalah dalalah yang pertama, jika ia dipakai untuk kamar tidur atau ruang tamu saja maka itu adalah dalalah kedua dan kata â€کRumah’ berkonsekuensi adanya orang yang membangunnya, yang akhir ini adalah dalalah yang ketiga.

Kita terapkan hal ini kepada Asma` Allah, misalnya nama al-Khaliq (Maha Mencipta), nama ini menunjukkan dzat Allah yang memilikinya sekaligus sifat al-Khalq (mencipta) dengan dalalah yang pertama. Nama ini menunjukkan dzat secara tersendiri dengan dalalah yang kedua dan menunjukkan sifat al-Khalq secara tersendiri juga dengan dalalah yang kedua. Sedangkan berdasarkan dalalah yang ketiga maka nama ini menunjukkan sifat al-Ilm (ilmu) dan al-Qudrah (kemampuan).

Dari sini manakala Allah menyebutkan penciptaan langit dan bumi, Dia berfirman, “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.â€‌ (Ath-Thalaq: 12).

5- Asma` Allah tauqifiyah

Yakni hanya bersandar kepada dalil, al-Qur`an dan sunnah, artinya akal tidak mempunyai lahan padanya dari sisi apa pun. Dari sini maka dalam bab ini seorang muslim wajib berhenti pada apa yang tertera di dalam al-Qur`an dan sunnah, tanpa menambah dan mengurangi, karena akal tidak mungkin mengetahui nama-nama yang menjadi hak Allah. Memberi nama kepada Allah tanpa ada izin dariNya atau membuang nama yang Dia berikan kepada diriNya merupakan kelancangan dan pelanggaran terhadap kebesaran dan keagunganNya.

Allah Ta’ala berfirman, â€‌Katakanlah, â€کTuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-A’raf: 33).

6- Asma` Allah tidak terbatas dengan bilangan tertentu

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah saw bersabda, “Seseorang tidak ditimpa kesedihan dan kegelisahan lalu dia mengucapkan, â€کYa Allah sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, anak hamba wanitaMu, ubun-ubunku ada di tanganMu, hukumMu berlaku padaku, keputusanMu padaku adil. Aku memohon kepadaMu dengan semua namaMu, yang telah Engkau berikan kepada diriMu atau Engkau turunkan di dalam kitanMu atau Engkau ajarkan kepada seorang makhlukMu atau Engkau simpan di ilmu ghaib di sisiMu, jadikanlah al-Qur`an yang agung ini sebagai ketenangan hatiku, cahaya dadaku dan penghapus kesedihanku, pengusir kegelisahan dan kecemasanku.’ Kecuali Allah menghilangkan kesedihan dan kegelisahannya dan menggantikannya dengan kebahagiaan.â€‌ (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam ta’liqnya atas al-Musnad no. 3712 dan Syaikh al-Albani di ash-Shahihah no. 199).

Sabda Nabi saw, “Atau Engkau simpan di ilmu ghaib di sisiMu.â€‌ Apa yang Allah simpan di sisiNya, siapa yang bisa memastikan jumlahnya?

Hal ini tidak bertentangan dengan hadits, “Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya maka dia masuk surga.â€‌ (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Karena hadits ini hanya menyatakan sembilan puluh sembilan di mana siapa yang menghitung jumlah itu maka dia masuk surga tanpa membatasi pada jumlah tersebut. Sama halnya jika Anda berkata, “Saya punya seratus rupiah untuk sedekah.â€‌ Tidak berarti uang Anda hanya seratus rupiah bukan?

7- Bentuk-bentuk penyelewengan dalam Asma` Allah

A- Mengingkari sebagian darinya atau mengingkari sifat atau hukum yang dikandungnya seperti yang dilakukan oleh Mu’atthilah dari kalangan Jahmiyah dan lainnya. Hal ini termasuk penyelewengan karena beriman kepada Asma` Allah adalah wajib termasuk kepada sifat dan hukum yang dikandungnya sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah.

B- Meyakini bahwa ia menunjukkan sifat yang menyerupai sifat makhluk seperti yang dilakukan oleh orang-orang Musyabbihah, hal ini karena menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk merupakan kebatilan dan perendahan terhadap Allah dan itu tidak diinginkan oleh Allah, karena tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, tidak pada dzat, tidak pada sifat dan tidak pada perbuatan.

C- Memberikan nama kepada Allah tanpa landasan dariNya melalui kitabNya atau rasulNya melalui sunnahNya, seperti orang-orang Nasrani yang menamakanNya dengan al-Ab (bapak). Hal ini karena Asma Allah adalah tauqifiyah.

D- Memberikan nama-nama Allah kepada sesembahan batil selain Allah seperti orang-orang musyrikin mengambil nama Uzza dari al-Aziz, nama Lata dari al-Ilah dan Manat dari al-Mannan. Hal ini adalah penyelewengan sebab nama Allah termasuk hak khususNya tidak patut diberikan kepada selainNya.

Dari al-Qawa’id al-Mutsla, Ibnu Utsaimin.