Ada beberapa jenis syafa’at: Di antaranya adalah syafa’at uzhma, ini khusus bagi Nabi kita Muhammad, yaitu syafa’atnya kepada Allah Subhaanahu Wata’ala untuk seluruh penghuni mahsyar agar diberikan keputusan untuk mereka. Inilah kedudukan terpuji yang telah disebutkan Allah Subhaanahu Wata’ala dan telah dijanjikan kepada beliau. Syafa’at lainnya, adalah syafa’at beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membuka pintu surga, syafa’at beliau untuk para muwahhid yang berbuat maksiat. Jenis syafa’at yang disebutkan terakhir ini juga bagi para malaikat, para nabi dan orang-orang shalih. Manusia yang paling berbahagia dengan syafa’atnya adalah yang mengatakan “laa ilaaha illallah” secara murni dari lubuk hatinya.

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman,

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. “ (Al-Isra’: 79).

Yakni engkau akan dipuji oleh semua makhluk dan dipuji oleh sang Khaliq mereka Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi, itulah syafa’at ‘uzhma yang Allah khususkan untuk Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya pada hari Kiamat manusia berjalan seraya bersumpah, setiap umat mengikuti nabinya, mereka mengatakan, “Wahai Fulan, berilah syafa’at.” hingga permohonan syafa’at itu berakhir kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Itulah hari di mana Allah memberi beliau kedudukan yang terpuji.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari).

Disebutkan dalam hadits syafa’at, bahwa manusia mendatangi para nabi agar memintakan syafa’at kepada Allah Subhaanahu Wata’ala untuk mereka, permintaan pemberian syafa’at itu berakhir pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menyebutkan, “…Lalu mereka datang kepadaku kemudian aku meminta izin kepada Rabbku, lalu Dia mengizinkanku. Lalu aku melihat diriku telah bersimpuh sujud, lalu Dia membiarkanku sekehendak Allah, kemudian dikatakan, “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Ucapkanlah niscaya engkau didengar, mintalah niscaya engkau diberi, mintalah syafa’at niscaya diizinkan memberi syafa’at.” Maka aku pun mengangkat kepalaku kemudian aku memuji Rabbku dengan pujian yang telah diajarkan Rabbku kepadaku. Kemudian aku memohon syafa’at, lalu aku diberi suatu batasan, maka aku keluarkan mereka dari neraka dan aku masukkan mereka ke dalam surga.” Perawi menyebutkan, “Aku tidak tahu yang ketiga atau keempat.” Perawi melanjutkan haditsnya, “Kemudian aku berkata, “Wahai Rabbku, tidak ada yang di neraka kecuali yang tertahan oleh Al-Qur’an, yaitu yang mesti kekal.” (Diriwayatkan oleh Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan, “Kemudian aku kembali kepada Rabbku untuk keempat kalinya, kemudian aku memuji-Nya dengan pujian-pujian itu, lalu aku bersimpuh sujud, kemudian dikatakan kepadaku, “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Ucapkanlah niscaya engkau didengar, mintalah niscaya engkau diberi, mintalah syafa’at niscaya diizinkan memberi syafa’at.” Maka aku katakan, “Wahai Rabb, izinkan aku untuk orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah.” Dia berkata, “Itu bukan bagianmu.” Atau Dia mengatakan, “Itu bukan kepadamu, akan tetapi, demi kemuliaan-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku dan keperkasaan-Ku, pasti Aku akan mengeluarkan orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah.” (Diriwayatkan oleh Muslim).

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنَا أَوَّلُ شَفِيْعٍ فِي الْجَنَّهِ.

“Aku orang yang pertama kali memberi syafa’at di surga.” (Diriwayatkan oleh Muslim).

Dari Anas, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku mendatangi pintu surga pada hari Kiamat, lalu aku minta dibukakan, maka penjaganya berkata, “Siapa engkau?”, aku jawab, “Muhammad.” Penjaga itu berkata, “Untukmu aku diperintahkan agar aku tidak membukakan untuk seorang pun sebelum engkau.” (Diriwayatkan oleh Muslim).

Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ. حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Barangsiapa yang ketika mendengar seruan (adzan) mengucapkan ‘Allahumma rabba hadzihid da’watit taammati wash shalaatil qaaimah aati Muhammadan al-washilah wal fadhilah wab’atshu maqaamam mahmudan alladzi wa’adtah’ (Ya Allah yang memiliki seruan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan, berikanlah kepada Muhammad washilah dan keutamaan, dan sampaikanlah ia kepada kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya), maka ia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari Kiamat.” (Muttafaq ‘Alaih).

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Dikatakan, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafa’atmu pada hari Kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku sudah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorang pun yang mendahuluimu bertanya kepadaku dengan pertanyaan ini berdasarkan semangatmu yang telah aku lihat. Manusia yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari Kiamat adalah orang yang mengatakan laa ilaaha illallah dengan tulus murni dari lubuk hatinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari). Maka kaum musyrikin dan munafiqin tidak akan mendapatkan syafa’at beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.