Khutbah Pertama

Amma ba’du :

Ayyuhal muslimun! Bertakwalah kepada Allah, Tuhan alam semesta. Berpegang teguhlah kepada agama anda. Jagalah tiangnya dan tunaikanlah dengan penuh khusyuk dan tunduk. Maka anda akan laju di jalur orang-orang yang beruntung. Dan demi Allah, ini adalah puncak tertinggi orang-orang yang beramal.

Ibadallah ! Akibat dari keasyikan banyak orang di dalam pengakuan dunia, persaingan dalam mengumpulkannya, kesibukan hati dan pikiran dengan urusannya, kelupaan akan rumah yang hakiki, dan kelalaian beramal untuk bekal ke sana, maka sebagian manusia melupakan Sang Pencipta dan pemberi Rizki. Mereka tidak peduli terhadap syari’atNya dan tidak menghiraukan agamaNya. Mereka tepat sekali menjadi sasaran firman Allah Subhanahu Wata’ala :

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاَةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam :59)

Ada pula orang yang melaksanakan shalat, tetapi tidak sempurna dan selalu keliru. Mereka melaksanakan shalat tetapi pengaruhnya tidak terlihat pada diri mereka. Mereka tidak mempraktikkan etika-etikanya dan tidak melaksanakan rukun dan wajib-wajibnya secara konsisten. Shalat mereka adalah shalat tiruan dan sekedar mengikuti tradisi. Karena mereka mengabaikan intinya, ruhnya bahkan khusyuknya. Mereka melaksanakan shalat secara fisik tanpa ruh, wadah tanpa isi, gerakan tanpa perasaan. Shalat mereka adalah ladang was-was dan syakwasangka. Setan masuk ke dalam dirinya saat melaksanakan shalat. Lalu setan menyerang pikirannya dan membawanya berkelana di belantara dunia. Ia terus bergerak, menggoda, merasa lama, merasa berat, mengombang-ambingkan hati dan matanya sesuka hatinya. Sehingga keluar dari shalatnya dan tidak memahami shalatnya kecuali sedikit, bahkan mungkin ada orang yang tidak memahaminya sama sekali.

Lalu jangan tanya tentang kondisi dan aktifitas buruk mereka sesudah shalat. Ucapan yang kotor, perbuatan yang buruk, mengkonsumsi yang haram, perangai yang serampangan dan maksiat yang dipertahankan. Mungkin ada yang bertanya : “Bukankah Allah Subhanahu wata’ala berfirman :

وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ

“Dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”. (QS. Al-Ankabut :45)

Di mana posisi kita terhadap ayat ini ? Kita melaksanakan shalat tetapi tidak ada pengaruhnya di dalam kehidupan kita, tidak merubah keadaan kita, tidak membuat metode dan persepsi kita semakin baik, dan tidak bisa memperbaiki seluruh aspek kehidupan kita.

Di sini saya katakan, bahwa penyebab semua itu adalah kelalaian kita terhadap ruh dan inti shalat, yang tidak lain adalah khusyuk di dalam shalat. Apa kedudukan khusyuk di dalam shalat ? Apa maknanya ? Apa saja yang dapat mendatangkannya ? Dan apa saja pengaruhnya ? Inilah yang akan kita bahas di sini dengan izin Allah. Setelah semakin parah dan keteledoran dalam bidang itu merajalela. Bahkan telah menjadi masalah yang berat yang harus mendapat perhatian dan penanganan serius berdasarkan petunjuk Al-Kitab dan As-Sunnah.

Ikhwatal Islam ! Allah Subhanahu Wata’ala telah memuji orang-orang mukmin, menyanjung mereka, menyambut mereka sebagai orang-orang yang khusyuk di dalam ibadah mereka yang paling agung dan menjanjikan kemenangan dan keberuntungan kepada mereka atas prestasi itu. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, (QS. Al-Mukminun :1-2)

Al-Hafidz Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan : “Maksudnya mereka beruntung, bahagia, dan mendapatkan kemenangan.”

Ibnu Rajab berkata : “Pada dasarnya kata “Khusyuk” berarti kelunakan, kelembutan, ketenangan, ketundukan, kekalahan, dan ketidak berdayaan hati. Bila hati menjadi khusyuk akan diikuti dengan kekhusukan seluruh anggota badan. Karena seluruh anggota badan adalah pengikut hati.”

Seorang ulama salaf pernah melihat seseorang yang tengah mempermainkan tangannya ketika shalat. Lalu sang ulama berkata : “andaikata hati orang ini khusyuk, pasti anggota badannya akan khusyuk pula.”

Hal itu diriwayatkan dari Hudzaifah Radiyallahu ‘Anhu dari Said bin Musayyab Rahimahullah. Dan juga diriwayatkan secara marfu’ (dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) tetapi isnadnya tidak shahih.

Tentang makna khusyuk, Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu berkata : “Itu adalah khusyuk di dalam hati, santun kepada sesama muslim, dan tidak menengok ke kanan dan ke kiri di dalam shalat.”

الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al-Mukminun : 2)

Ibnu Abbas Radiyallahu ‘Anhuma berkata : “Yaitu orang-orang yang merasa takut dan bersifat tenang.”

Hasan Radiyallahu ‘Anhu berkata : “Dahulu kekhusyukan mereka ada di dalam hati. Karena itu mereka memejamkan mata dan merendahkan bahu.”

Ibnu Sirin Rahimahullah berkata : “Dahulu mereka mengatakan : ‘Matanya tidak melampui tempat shalatnya.’

Itulah jalan generasi Salaf yang hatinya dapat merasakan khidmat saat berdiri di hadapan Allah dalam shalat. Lalu menjadi tenang dan khusyuk. Kemudian kekhusyukan itu menjalar ke anggota-anggota tubuhnya, raut mukanya, dan gerak-geriknya. Jiwa mereka diselimuti keagungan dan kesabaran Allah, sementara mereka berdiri di hadapanNya. Maka seluruh kesibukan menghilang dari pikiran ketika merasa sibuk bermunajat kepada Tuhan Yang Maha Perkasa. Dalam kondisi semacam itu, segala yang berada di sekelilingnya lenyap dari perasaannya. Maka perasaan mereka pun berhasil menyingkirkan segala macam kotoran. Ketika itulah, segala urusan materi menjadi kecil dan segala macam godaan akan memudar. Dan pada saat itulah, shalat menjadi hiburan hati, ketenangan jiwa, dan penyejuk mata (pelipur lara) yang sejati. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan An-Nasa’i dari Anas Radiyallahu ‘Anhu :

“Dan penyejuk mataku diletakkan di dalam shalat.” ( HR.Ahmad, 3/128, dan An-Nasa’i, 7/61-62 )

Dan di dalam Al-Musnad juga disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

“Bangkitlah hai Bilal, hiburlah kami dengan shalat.” (HR.Ahmad,5/371 dan Abu Daud, 4986 )

Allahu akbar ! Shalat benar-benar merupakan hiburan yang abadi bagi jiwa yang tenang. Melalui shalat, ia dapat bermunajat kepada penguasa jagat raya. Ketika seseorang membaca takbir sambil mengangkat kedua tangannya, sesungguhnya ia tengah mengagungkan Allah. Ketika ia meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya sesungguhnya ia tengah tunduk di hadapan Tuhannya. Dan ketika ditanya tentang hal itu, Imam Ahmad menjawab : “Itu adalah ketundukan di hadapan Tuhan Yang Maha perkasa.” Ketika ia rukuk, sesungguhnya ia tengah mengakui keagungan Allah. Dan ketika ia sujud sesungguhnya ia tengah merendahkan diri di hadapan Allah Yang Maha Tinggi.

Begitulah seorang muslim di dalam shalatnya. Ia menjalin hubungan yang kuat dengan Allah untuk memenangkan janji Allah yang tidak pernah melanggar janji. Imam Muslim dan lain-lain meriwayatkan dari Utsman Radiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

“Tidaklah seorang muslim didatangi shalat wajib lalu ia melaksanakan wudhunya, khusyuknya dan ruku’nya dengan baik, melainkan akan menjadi kaffarat (penghapus) bagi dosa-dosa sebelumnya, sepanjang dia tidak mengerjakan dosa besar. Dan itu berlaku sepanjang masa.” (HR.Muslim,228 dan Abd Bin Humaid,57 )

Ayyuhal Ikhwah al-mushallun ! Orang yang shalat dengan sungguh-sungguh adalah orang yang melaksanakan shalat secara lengkap tanpa mengurangi fardlu, rukun, syarat, wajib dan adabnya sedikit pun. Hatinya tenggelam di dalam shalat, perasaannya berinteraksi dengannya, dan berusaha mempertahankannya semaksimal mungkin. Hal itu didorong oleh hati yang tanggap, perasaan yang jujur, emosi yang meluap dan batin yang hidup. Sehingga ia masuk ke dalam shalat secara total. Karena kekhusyukan di dalam shalat hanya dapat dicapai oleh orang yang menyediakan hatinya secara utuh untuk shalat. Dia mengesampingkan urusan lainnya dan menjadikan shalatnya sebagai perioritas utama.

Posisi khusyuk bagi shalat sama seperti posisi kepala bagi tubuh. Maka orang yang menjadikan shalatnya sebagai lahan untuk memikirkan urusan duniawi dan tempat untuk mengkhayalkan kesibukannya, di mana hatinya ada di semua tempat, pikirannya melang-lang buana, setan mencuri shalatnya dengan banyak menengok ke sana ke mari, mempermainkan pakain, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya. Bahkan terkadang tidak mempraktikkan thuma’ninah dengan baik dan tidak memahami apa yang dibacanya. Orang semacam ini dikhawatirkan akan ditolak shalatnya. Karena ada riwayat yang menyatakan:

“Orang yang paling buruk pencuriannya ialah orang yang mencuri sebagian dari shalatnya. Maka ia tidak menyempurnakan rukuknya, sujudnya, dan khusyuknya.” (Al-Musnad, 5/310 )

Ada juga riwayat lain menyatakan bahwa shalat semacam itu akan digulung seperti baju yang usang, kemudian dicampakkan kepada pelakunya. Na’udzubillahi min dzalik !

Ummatal Islam ! ketika masa yang panjang telah dilalui manusia, lalu hati mereka menjadi keras, dan banyak orang yang memahami syi’ar-syi’ar Islam secara buru, anda akan melihat orang yang mengabaikan sebagian syarat, rukun, dan wajib shalat. Akibatnya, shalat tidak dapat memberikan pengaruh apa-apa di dalam hidup mereka. Maka ada orang yang melaksanakan shalat tetapi shalatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar. Juga tidak bisa menghalanginya dari hal-hal yang merusak akidah, berlawanan dengan kebenaran, atau bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Shalat itu juga tidak dapat mencegahnya dari praktik riba, suap-menyuap, minuman keras, memakai narkoba dan sebagainya. Bahkan tidak bisa membuatnya berhenti dari perbuatan yang menzhalami, mencurangi dan menyakiti sesama. Apakah mereka telah mendirikan shalat dan menunaikan hak-haknya ?

Demi Allah, andaikata mereka khusyuk dalam shalat, niscaya mereka telah berhenti dari segala sesuatu yang diharamkan dan meninggalkan segala hal yang bertentangan dengan agama Allah Subhanahu Wata’ala. Namun, mereka telah menyia-nyiakan inti shalat. Laa haula wala quwwata illa billah !

At-Tirmidzi dan lain-lain meriwayatkan dari Jubair bin Nufair. Bahwa Ubadah bin Shamit Radiyallahu ‘Anhu berkata : “Ilmu yang pertama kali diangkat dari manusia ialah ilmu khusyuk. Tidak lama lagi anda akan masuk ke masjid berjama’ah dan melihat tak seorang pun khusyuk.” Allahul musta’an !

Ayyuhal muslimun ! Bagaimanakah kondisi kita sekarang dengan kewajiban yang agung ini ? Tubuh meluncur ke bumi, hati lalai, dan batin bergantung kepada dunia, kecuali orang-orang yang mendapat rahmat Allah.

Bisakah kita kembali menelusuri jejak Nabi dalam menjalankan kewajiban yang agung ini dan kewajiban-kewajiban Islam lainnya ? Kita berharap bisa. Dan hal itu tidaklah terlalu sulit bagi Allah.

بارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ،وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ . أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ،فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

Amma ba’du :

Ibadallah ! Bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Hormatilah syi’ar-syi’ar agama anda dan rasakanlah keagungan Sang Pencipta di dalamnya. Bersihkanlah hati anda dari gangguan-gangguan duniawi dan kaitan-kaitan materi. Dan dirikanlah shalat anda dengan hati yang hadir dan khusyuk.

Ketahuilah bahwa hal terbesar yang dapat membantu terwujudnya kekhusyukan di dalam shalat ialah menghadirkan hati, merasakan keagungan Sang Pencipta, membersihkan hati dari hal-hal yang dapat memalingkannya dari Allah dan rumah Akhirat, mengurangi kesibukan duniawi, memakmurkan hati dengan iman dan menutup celah-celah setan.

Hal lain yang bisa membantu juga ialah membatasi pandangan pada tempat sujud, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sewaktu berdiri, merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an atau doa-doa yang dibaca, tidak tengak-tengok, dan menjaga thuma’ninah. Serta tidak terburu-buru, mendahului imam, bermain-main maupun bergerak-gerak.

Semua itu disertai dengan pertolongan Allah Subhanahu wata’ala merupakan upaya-upaya yang dapat membantu seorang muslim untuk mewujudkan kekhusyukan di dalam shalatnya. Dengan demikian, problem yang kerap mengganggu pikiran mayoritas muslim yang melaksanakan shalat dapat diatasi.

Setiap muslim harus melatih dirinya melakukan hal itu. Dan ketika Allah mengetahui adanya keinginan untuk berbuat baik dari seseorang, dia akan menolong dan membantunya untuk melaksanakannya. Seandainya umat Islam sekarang ini mau melaksanakan shalatnya seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, niscaya dengan pertolongan Allah Subhanahu Wata’ala akan menjadi titik tolak yang serius untuk memperbaiki kondisi mereka, merubah keadaan dan menyelamatkan masyarakat mereka. Juga dapat menjadi jalan untuk mengalahkan musuh-musuh dan mewujudkan cita-cita mereka, baik di dunia maupun di Akhirat. Karena di dalam pelaksanaan syi’ar-syi’ar Islam terdapat senjata yang kuat dan perisai yang dapat melindungi diri dari segala hal yang tidak menyenangkan. Karena yang menjadi pendorongnya ialah keimanan yang kuat, keyakinan yang mantap, dan kerinduan kepada Akhirat.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

( Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi pertama, ElBA Al-Fitrah, Surabaya .Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky )