Kita percaya bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, bahwa setiap hal baru yang diada-adakan dalam urusan agama yang bertentangan dengan sunnah adalah tertolak kepada pelakunya, dan bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah yang paling ikhlas dan paling benar.

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman,

فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun.” (Al-Qashash: 50).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.

“Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan kami ini (agama) yang tidak berasal darinya, maka hal itu tertolak.” (Muttafaq ‘Alaih).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ شَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.

“Hendaklah kalian memegang teguh sunnahku dan sunnah para khalifah setelahku yang lurus dan mendapat petunjuk, gigitlah itu dengan gigi gerahammu, dan jauhilah oleh kalian hal-hal baru yang diada-adakan, karena seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan, dan setiap hal baru yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

Kemudian mengenai syarat harus adanya keikhlasan dan kebenaran (sesuai petunjuk) agar diterimanya amal, ditunjukkan oleh firman Allah Subhaanahu Wata’ala, “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Rabbnya.” (Al-Kahfi: 110), Yakni hendaklah mengerjakan amal shalih dengan ikhlas karena Allah dan dilaksanakan dengan benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Itulah kedua rukun amal shalih yang diterima, yakni: ikhlas dan benar.

Dalam ayat lain Allah berfirman, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2). Yang lebih baik amalnya adalah yang paling ikhlas dan paling benar.