Setelah ibu membawa anak dalam kandungannya selama sembilan bulan dengan segala beban berat yang harus dipikulnya, tibalah saat yang dinanti-nantikan dan tidak kalah penting dari fase sebelumnya, yaitu melahirkan.

Pada saat melahirkan dan persalinan ibu merasakan rasa sakit di atas segala rasa sakit, ia adalah proses berat, besar dan menyakitkan demi lahirnya seorang bayi ke alam dunia, Allah Mahabenar ketika berfirman, “Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (Al-Ahqaf: 15). Sebagaimana kehamilannya adalah kesulitan dan kelemahan, begitu pula kelahirannya, rasa sakitnya, kesulitannya dan kesengsaraannya tidak lebih ringan.

Kesulitan dan beban berat melahirkan digambarkan di dalam al-Qur`an melalui Maryam ibu Isa, Allah berfirman dalam surat Maryam, “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata, ‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi barang yang tidak berarti lagi dilupakan”. (Maryam: 23).

Walaupun demikian kita melihat ibu melupakan segala rasa sakit dan penderitaannya terobati, tergantikan dengan senyum kerelaan dan kebahagiaan pada saat dia melihat bayinya di sisinya dalam kondisi sehat wal afiat, ibu merasa kebahagiaannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Karena persalinan merupakan sebuah proses yang berat dan penting bagi ibu dan janin, maka para ahli menyarankan agar ibu merujuk dokter wanita muslimah untuk menangani urusan yang dibutuhkan dan membekalinya dengan saran-saran dan petunjuk-petunjuk dalam fase yang menyulitkan ini, jika bukan dokter maka minimal seorang bidan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Meminta bantuan bidan atau yang berwenang di bidang ini merupakan tradisi, hanya saja dahulu orang menyebutnya dengan dukun beranak, sekarang dengan ilmu yang lebih maju berubah menjadi bidan. Ummul Mukminin Khadijah meminta bantuan seorang bidan bernama Salma mantan hamba sahaya Shafiyyah binti Abdul Mutthalib, Salma ini adalah bidan Ibrahim putra Rasulullah saw, dan dia adalah bidan keluarga Fatimah.

Setelah persalinan hadir fase nifas, di mana pada fase ini wanita masih mendapatkan kelelahan dan kerepotan setelah usaha yang berat yang dia berikan pada saat proses persalinan, maka salah satu wujud rahmat Allah, Dia memberinya keringanan dari sebagian beban-beban syar’i seperti shalat dan puasa sampai waktu empat puluh hari berdasar kepada keadaan suci pada dirinya, setelah itu dia mengqadha` puasa dan tidak mengqadha` shalat.

Dari Ummu Salamah berkata, “Wanita nifas pada masa Rasulullah saw duduk selama empat puluh hari” (HR. Ibnu Majah). Yang di maksud dengan duduk adalah meninggalkan shalat dan puasa. Para ahli ilmu dari kalangan para sahabat, tabiin dan orang-orang setelah mereka telah berijma’ bahwa wanita nifas meninggalkan shalat selama empat puluh hari kecuali jika dia melihat tanda suci sebelum itu maka dia mandi dan shalat.

Di samping itu, sebagai sebuah penghargaan atas jasa besar ibu dalam melahirkan dan kesulitan yang dialaminya pada saat menghadapi saat-saat tersebut, Islam menganugerahkan penghargaan berupa pahala syahid jika yang bersangkutan mengalami sesuatu lalu meninggal dunia karenanya.

Dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Ada empat perkara, barangsiapa mengalaminya maka dia syahid, orang yang gugur di jalan Allah adalah syahid, orang yang tenggelam di jalan Allah adalah syahid, orang yang mati karena sakit perut di jalan Allah adalah syahid, dan wanita yang meninggal dalam keadaan nifas di jalan Allah adalah syahid.”(HR. An-Nasa`i).

Pada tahapan ini dimulailah fase menyusui yang tidak kalah pentingnya dari fase-fase sebelumnya lebih-lebih bagi si anak.

Menyusui

Fase menyusu termasuk fase terpenting yang dilalui oleh anak, peran ibu dalam fase ini sangat penting, oleh karena itu Allah tidak menyerahkan persoalannya kepada seseorang, akan tetapi Dia menurunkan ayat yang terbaca sepanjang waktu dan zaman, demi menegaskan di setiap tempat dan waktu pentingnya menyusui secara alami bagi ibu dan bayi sekaligus.

Firman Allah Ta’ala, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” (Al-Baqarah: 233).

Firman Allah, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula), mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.”(Al-Ahqaf: 15).

Ini tentang masa menyusui, adapun tentang hukum menyusui maka Allah berfirman, “Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya.” (Al-Baqarah: 233).

Al-Bukhari meriwayatkan dari Yunus dari az-Zuhri berkata, “Allah melarang menyengsarakan ibu karena anaknya, ibu berkata, ‘Aku tidak menyusuinya.’ padahal susu ibu adalah makanan terbaik bagi bayi, ibu lebih sayang dan lebih lembut kepada anak daripada selainnya, ibu tidak berhak menolak menyusui setelah bapak memberikan kepadanya apa yang Allah wajibkan atas dirinya, bapak tidak boleh menyengsarakan ibu karena anaknya, bapak tidak menghalangi ibu menyusui anaknya dan menyerahkan anak kepada orang lain untuk menyusahkan ibu. Tidak ada dosa bagi keduanya menyusukan anak kepada orang lain dengan musyawarah dari bapak dan ibu, “Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.” (Al-Baqarah: 233). Setelah dicapai kesepakatan di antara mereka berdua.”

Melihat pentingnya menyusui secara alami bagi bayi, Allah menetapkan nafkah untuk ibu menyusui bahkan sesudah dia ditalak, hal ini agar anak tidak sengsara karena disia-siakan dengan tidak mendapatkan nafkah dari bapak melalui ibu. Allah juga mendorong para ibu agar menyusui anak-anaknya, firman Allah, “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, ‘Susuilah dia.” (Al-Qashash: 7).

Karena susuan paling utama dan terbaik adalah yang langsung dihisap dari payudara ibu yang sehat setelah persalinan, susu ini adalah makanan alami yang pas untuk bayi, Allah telah menyiapkannya dengan kadar dan ukuran tertentu yang tidak tertandingi oleh susu jenis apapun, meskipun ia diklaim baik dari segi mutu dan kadarnya.

Kedokteran modern telah menetapkan manfaat-manfaat dari menyusui secara alami bagi anak dari segi kesehatan dan kejiwaan, di antara segi kesehatan adalah:

ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, ia steril yang selalu siap karena tidak terkontaminasi oleh virus sebagaimana dalam susuan melalui botol, di samping itu suhu panas ASI sesuai dengan suhu panas bayi dan lebih dari itu gratis tanpa perlu biaya.

ASI mudah dicerna karena ia mengandung zat-zat pencerna yang justru membantu usus untuk mencerna.

ASI tidak tertandingi oleh susu apapun karena ia diciptakan dan disusun demi memenuhi kebutuhan bayi hari demi hari, susunan kolostrum, cairan berwarna kuning yang dihasilkan oleh payudara sesaat setelah persalinan, mengandung kadar protein lunak yang pas dan zat-zat imun yang melawan mikroba dan virus, maka bayi tumbuh dan dia memiliki kekuatan melawan penyakit.

Bayi tumbuh dan berkembang sehat dan selamat dari penyakit jika dia menyusu secara alami, pada saat yang sama menyusu dari botol membuat bayi riskan terkena beberapa penyakit seperti peradangan, diare dengan berbagai macamnya, tersedak dan masih banyak lagi.

Adapun dari segi kejiwaan maka kedokteran jiwa modern telah mengatakan bahwa menyusui secara alami menguatkan jalinan emosi antara ibu dengan bayinya, menjadikan ibu lebih sayang dan perhatian kepada bayinya, menyusui bukan proses sebatas materi, akan tetapi ia adalah jalinan maknawi dan pembentukan jiwa bagi bayi yang disusui. Wallahu a’lam.