KITAB DZIKIR-DZIKIR KETIKA SAKIT DAN KEMATIAN SERTA APA YANG BERKAITAN DENGANNYA

BAB ANJURAN MEMPERBANYAK MENGINGAT KEMATIAN

Kami meriwayatkan dengan sanad-sanad shahih dalam kitab at-Tirmidzi, kitab an-Nasa`i, kitab Ibnu Majah dan selainnya, dari Abu Hurairah[radiyallahu ‘anhu ], dari Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam], beliau bersabda,
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ (يَعْنِي: الْمَوْتَ)

“Perbanyaklah mengingat ‘penghancur kelezatan’ (yaitu kematian). At-Tirmidzi berkata, “Hasan shahih.”

BAB ANJURAN UNTUK BERTANYA KEPADA KELUARGA ORANG YANG SEDANG SAKIT ATAU KERABATNYA TENTANG KEADAANNYA
Dan Jawaban Orang Yang Ditanya

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Ibnu Abbas[radiyallahu ‘anhu], ia ber-kata,
أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ خَرَجَ مِنْ عِنْدِ رَسُوْلِ اللهِ فِي وَجَعِهِ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيْهِ، فَقَالَ النَّاسُ: يَا أَبَا الْحَسَنِ، كَيْفَ أَصْبَحَ رَسُوْلُ الله صلى اللهُ عليه وسلم ؟ قَالَ: أَصْبَحَ بِحَمْدِ لله بَارِئًا.

“Bahwa Ali bin Abi Thalib [radiyallahu ‘anhu]keluar dari sisi Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] pada sakitnya, dimana beliau wafat padanya, maka orang-orang bertanya, ‘Wahai Abu al-Hasan, bagaimanakah keadaan Rasu-lullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam]? Ia menjawab, ‘Alhamdulillah, beliau sudah membaik’.”

BAB DZIKIR YANG DIUCAPKAN OLEH ORANG YANG SEDANG SAKIT, DOA YANG DIUCAPKAN DI SISINYA, DAN YANG DIBACAKAN PADANYA,
Serta Bertanya Tentang Keadaannya

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Aisyah[radiyallahu ‘anha],,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ، جَمَعَ كَفَّيْهِ، ثُمَّ نَفَثَ فِيْهِمَا، فَقَرَأَ فِيْهِمَا: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا
مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ، يَفْعَلُ ذلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، قَالَتْ
عَائِشَةُ: فَلَمَّا اشْتَكَى، كَانَ يَأْمُرُنِيْ أَنْ أَفْعَلَ ذلِكَ بِهِ.

“Bahwa Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] jika beranjak ke tempat tidurnya, beliau menyatukan kedua telapak tangannya, kemudian meniupkan padanya seraya membaca: Qul huwallahu ahad (surat al-Ikhlas), qul a’udzu birabbil falaq (surat al-Falaq), dan qul a’udzu birabbin nas (surat an-Nas). Kemu-dian mengusapkan keduanya pada seluruh tubuhnya yang bisa dijangkaunya, dimulai dari mengu-sap kepala, wajah dan bagian depan tubuhnya. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali. “Aisyah berkata, ‘Ketika beliau sakit, beliau menyuruhku agar melakukan hal itu terhadap beliau’.”

Dalam suatu riwayat dalam ash-Shahih,
أَنَّ النَّبِيَّ صلى اللهُ عليه وسلم كَانَ يَنْفُثُ عَلَى نَفْسِهِ فِي الْمَرَضِ الَّذِيْ تُوُفِّيَ فِيْهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ. قَالَتْ عَائِشَةُ: فَلَمَّا ثَقُلَ، كُنْتُ أَنْفُثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ، وَأَمْسَحُ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا.

“Bahwa Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam] meniup pada dirinya pada saat sakit dimana beliau wafat padanya dengan mu’awwidzat (al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas). Aisyah berkata, ‘Ketika sakit beliau semakin parah, akulah yang meniupkan padanya dengan mu’awwidzat tersebut, dan aku mengusap dengan tangan beliau sendiri karena keberkahannya’.”

Dalam riwayat yang lain,
كَانَ إِذَا اشْتَكَى، يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ.

“Jika beliau sakit, beliau membaca pada dirinya dengan muawwidzat dan meniupkannya.” Ditanyakan kepada az-Zuhri salah seorang rawi hadits ini, “Bagaimana beliau meniup ?” Ia menjawab, “Beliau meniup pada kedua tangannya, kemudian mengusapkannya pada wajahnya.”

Aku katakan: Dalam bab ini terdapat sejumlah hadits yang telah disebutkan dalam “Bab do’a yang dibaca pada orang yang hilang akalnya,” yaitu membaca al-Fatihah dan selainnya.

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan selainnya, dari Aisyah [radiyallahu ‘anha]
أَنَّ النَّبِيَّ صلى اللهُ عليه وسلم كَانَ إِذَا اشْتَكَى اْلإِنْسَانُ الشَّيْءَ مِنْهُ، أَوْ كَانَتْ قَرْحَةٌ أَوْ جَرْحٌ، قَالَ النَّبِيُّ صلى اللهُ عليه وسلم بِإِصْبَعِهِ هكَذَا (وَوَضَعَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ الرَّاوِي: سَبَّابَتَهُ بِاْلأَرْضِ ثُمَّ رَفَعَهَا) وَقَالَ: بِاسْمِ اللهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا، يُشْفَى بِهِ سَقِيْمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا.

“Bahwa Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam], jika ada seseorang mengeluh kesakitan, keluar nanah atau terluka, maka Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam] memposisikan jarinya demikian (Sufyan bin Uyainah, perawi hadits, meletakkan jari telunjuknya di tanah kemudian mengangkatnya) seraya bersabda, ‘Dengan menyebut nama Allah, tanah bumi kita, dengan ludah sebagian dari kita, dengannya penyakit kita sembuh dengan seizin Rabb kita’.”

Dalam suatu riwayat,
تُرْبَةُ أَرْضِنَا وَرِيْقَةُ بَعْضِنَا

“Tanah bumi kita dan ludah sebagian dari kita.”

Aku katakan, menurut para ulama, makna بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا ialah ludahnya. Maksudnya ialah ludah anak cucu Adam (manusia). Ibnu Faris berkata, “الرِّيْقُ ialah ludah manusia dan selainnya.” Terkadang disebutkan dalam bentuk mu`annats (bentuk kata untuk pe-rempuan): رِيْقَةٌ. Al-Jauhari berkata dalam Shihahnya, “الرِّيْقَةُ (dengan bentuk mu`annats) lebih khusus daripada الرِّيْقُ (dengan bentuk mudzakkar).”

Kami meriwayatkan dalam kitab Shahih keduanya dari Aisyah [radiyallahu ‘anha]
أَنَّ النَّبِي صلى اللهُ عليه وسلم كَانَ يُعَوِّذُ بَعْضَ أَهْلِهِ، يَمْسَحُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى، وَيَقُوْلُ: اللّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، أَذْهِبِ الْبَأْسَ، اِشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا.

“Bahwa Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam] biasa membacakan ta’awwudz pada sebagian keluarganya, seraya mengu-sap dengan tangan kanannya sambil berucap, ‘Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah rasa sakit, sembuhkanlah, Engkaulah Dzat Yang Menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit’.”

Dalam riwayat lain,
كَانَ يَرْقِي، يَقُوْلُ: اِمْسَحِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، بِيَدِكَ الشِّفَاءُ، لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ أَنْتَ.

“Beliau meruqyah dengan mengucapkan, ‘Hilangkanlah rasa sakit, wahai Rabb manusia. Di tanganMu-lah terdapat kesembuhan. Tiada yang dapat menghilangkan penyakit tersebut kecuali Engkau’.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Anas [radiyallahu ‘anhu]
أَنَّهُ قَالَ لِثَابِتٍ: أَلاَ أَرْقِيْكَ بِرُقْيَةِ رَسُوْلِ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم ؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: اللّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، مُذْهِبَ الْبَأْسِ، اِشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لاَ شَافِيَ إِلاَّ أَنْتَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا.

“Bahwa dia mengatakan kepada Tsabit[radiyallahu ‘anhu], ‘Maukah aku meruqyahmu dengan ruqyah Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] ?’ Ia menjawab, ‘Tentu.’ Ia mengatakan, ‘Ya Allah, Rabb manusia, Yang Menghi-langkan kesakitan. Sembuhkanlah, Engkaulah Dzat Yang Memberikan kesembuhan. Tiada yang dapat menyembuhkan kecuali Engkau, kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit’.”

Aku katakan, makna لاَ يُغَادِرُ ialah tidak meninggalkan. البَأْسُ ialah kepedihan dan penyakit.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Utsman bin Abi al-Ash [radiyallahu ‘anhu]
أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم وَجَعًا يَجِدُهُ فِي جَسَدِهِ؟ فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم: ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِيْ تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ، وَقُلْ: بِاسْمِ اللهِ، ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوْذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ.

“Bahwa dia pernah mengadu kepada Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] tentang penyakit yang dirasakannya di dalam tubuhnya. Maka Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]mengatakan kepadanya, ‘Letakkan tanganmu pada bagian tubuhmu yang terasa sakit, dan ucapkanlah, ‘Bismillah (dengan menyebut nama Allah),’ sebanyak tiga kali, lalu ucapkanlah sebanyak tujuh kali, ‘Aku berlindung dengan keperkasaan dan kuasa Allah dari keburukan apa yang aku dapatkan (rasakan) dan apa yang aku khawatirkan’.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Sa’ad bin Abi Waqqash[radiyallahu ‘anhu ], ia mengatakan,
عَادَنِي النَّبِيُّ صلى اللهُ عليه وسلم ، فَقَالَ: اللّهُمَّ اِشْفِ سَعْدًا، اللّهُمَّ اِشْفِ سَعْدًا، اللّهُمَّ اِشْفِ سَعْدًا.

“Nabi a menjengukku lalu mengucapkan, ‘Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad. Ya Allah, sem-buhkanlah Sa’ad. Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad’.”

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Tirmidzi de-ngan sanad shahih dari Ibnu Abbas[radiyallahu ‘anhu], dari Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam], beliau bersabda,
مَنْ عَادَ مَرِيْضًا لَمْ يَحْضُرْ أَجَلُهُ، فَقَالَ عِنْدَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ، إِلاَّ عَافَاهُ اللهُ مِنْ ذلِكَ الْمَرَضِ.

“Barangsiapa yang menjenguk orang sakit yang belum tiba ajalnya, lalu ia mengatakan di sisinya sebanyak tujuh kali, ‘Aku memohon kepada Allah Yang Mahaagung, Rabb Arasy Yang agung, semoga Dia menyembuhkanmu,’ melainkan Allah menyembuhkannya dari penyakitnya itu.”

At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.” Sementara al-Hakim Abu Abdillah dalam kitab-nya, al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, mengatakan, “Ini hadits shahih berdasarkan syarat al-Bukhari.”

Aku katakan, يَشْفِيْكَ, dengan fathah huruf awalnya.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, dari Abdullah bin Amr bin al-Ash[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan, “Nabi a bersabda,
إِذَا جَاءَ الرَّجُلُ يَعُوْدُ مَرِيْضًا، فَلْيَقُلْ: اللّهُمَّ اِشْفِ عَبْدَكَ، يَنْكَأُ لَكَ عَدُوًّا، أَوْ يَمْشِيْ لَكَ إِلَى صَلاَةٍ.

‘Jika seseorang menjenguk orang yang sedang sakit, maka ucapkanlah, ‘Ya Allah, sembuh-kanlah hambaMu; sehingga ia dapat menyakiti musuhMu atau berjalan menuju Shalat untukMu’.” Hadits ini tidak didhaifkan oleh Abu Dawud.

Aku katakan, يَنْكَأُ, dengan fathah di awalnya dan hamzah di akhirnya, yang artinya ialah memedihkan dan menyakitkannya.

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Ali[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan,
كُنْتُ شَاكِيًا فَمَرَّ بِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم ، وَأَنَا أَقُوْلُ: اللّهُمَّ إِنْ كَانَ أَجَلِي قَدْ حَضَرَ، فَأَرِحْنِيْ، وَإِنْ كَانَ مُتَأَخِّرًا، فَارْفَعْهُ عَنِّيْ، وَإِنْ كَانَ بَلاَءً، فَصَبِّرْنِي. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم: كَيْفَ قُلْتَ؟ فَأَعَادَ عَلَيْهِ مَا قَالَهُ. فَضَرَبَهُ بِرِجْلِهِ، وَقَالَ: اللّهُمَّ عَافِهِ (أَوِ اشْفِهِ). شَكَّ شُعْبَةُ. قَالَ: فَمَا اشْتَكَيْتُ وَجَعِي بَعْدُ.

“Aku pernah sakit, lalu Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] melewatiku, sementara aku mengucapkan, ‘Ya Allah, jika ajalku telah tiba, maka legakanlah aku. Jika ajalku ditunda, maka singkirkanlah rasa sakit itu dariku. Dan jika itu ujian, maka berilah aku kesabaran.’ Maka Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan, ‘Bagai-mana yang engkau ucapkan?’ Maka Ali pun mengulangi apa yang telah diucapkannya tadi, maka beliau memukulnya dengan kakinya seraya mengatakan, ‘Ya Allah, berilah ia kesembuhan.’ (Dengan lafazh: ‘Afihi atau Isyfihi, Syu’bah ragu). Ali mengatakan, “Setelah itu, aku tidak pernah menge-luhkan sakitku.” At-Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih.

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah[radiyallahu ‘anhu ], bahwa mereka berdua menyaksikan Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]bersabda,
مَنْ قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، صَدَّقَهُ رَبُّهُ، فَقَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنَا وَأَنَا أَكْبَرُ. وَإِذَا قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، قَالَ: يَقُوْلُ: لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنَا وَحْدِي لاَ شَرِيْكَ لِي. وَإِذَا قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنَا لِيَ الْمُلْكُ وَلِيَ الْحَمْدُ. وَإِذَا قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنَا وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِي. وَكَانَ يَقُوْلُ: مَنْ قَالَهَا فِي مَرَضِهِ، ثُمَّ مَاتَ، لَمْ تَطْعَمْهُ النَّارُ.

“Barangsiapa yang mengucapkan, ‘Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Allah Mahabesar,’ maka Rabbnya membenarkannya seraya berfirman, ‘Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Aku dan Aku Mahabesar.’ Jika ia mengatakan, ‘Tiada tuhan yang berhak disem-bah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagiNya,’ maka Dia berfirman, ‘Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Aku semata yang tiada sekutu bagiKu.’ Jika ia mengatakan, ‘Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang memiliki kerajaan dan memiliki pujian,’ maka Dia ber-firman, ‘Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Aku yang memiliki kerajaan dan memiliki pujian.’ Jika ia mengatakan, ‘Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada daya serta upaya kecuali dengan (pertolongan) Allah,’ maka Dia berfirman, ‘Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Aku, dan tiada daya serta upaya kecuali dengan (pertolongan)Ku.’ Dan beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang mengucapkannya pada saat sakitnya, kemudian mati, maka ia tidak dilahap oleh api neraka’.” (At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan”).

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, kitab at-Tirmidzi, an-Nasa`i dan Ibnu Majah dengan sanad-sanad yang shahih, dari Abu Sa’id al-Khudri[radiyallahu ‘anha],
أَنَّ جِبْرِيْلَ أَتَى النَّبِيَّ صلى اللهُ عليه وسلم ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، اِشْتَكَيْتَ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيْكَ. بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ.

“Bahwa Jibril datang kepada Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam] lalu mengatakan, ‘Wahai Muhammad, apakah engkau sakit?’ Beliau menjawab, ‘Ya.’ Jibril mengatakan, ‘Dengan menyebut nama Allah, aku meruq-yahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu, dan dari keburukan segala jiwa atau mata yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu’.” At-Tirmidzi berkata, “Hasan shahih”.

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Ibnu Abbas[radiyallahu ‘anhu ],
أَنَّ النَّبِيَّ صلى اللهُ عليه وسلم دَخَلَ عَلَى أَعْرَابِيٍّ يَعُوْدُهُ. قَالَ: وَكَانَ النَّبِي صلى اللهُ عليه وسلم ُّ إِذَا دَخَلَ عَلَى مَنْ يَعُوْدُهُ قَالَ: لاَ بَأْسَ، طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ.

“Bahwa Nabi [Shallallahu ‘alaihi wasallam]menemui seorang badui untuk menjenguknya. Kata Ibnu Abbas, ‘Biasanya jika beliau menemui orang yang dijenguknya, maka beliau berucap, ‘Tidak mengapa, akan menyu-cikan (dari dosa-dosa) insya Allah’.”

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni, dari Anas[radiyallahu ‘anhu ]
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم دَخَلَ عَلَى أَعْرَابِيٍّ يَعُوْدُهُ وَهُوَ مَحْمُوْمٌ، فَقَالَ: كَفَّارَةٌ وَطَهُوْرٌ.

“Bahwa Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] menemui seorang badui untuk menjenguknya karena sakit demam, maka beliau berucap, ‘Ini adalah menghapuskan dan menyucikan (dosa-dosa)’.”

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibn as-Sunni, dari Abu Umamah[radiyallahu ‘anhu ], ia mengatakan, “Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]bersabda,
تَمَامُ عِيَادَةِ الْمَرِيْضِ أَنْ يَضَعَ أَحَدُكُمْ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ أَوْ عَلَى يَدِهِ، فَيَسْأَلُهُ: كَيْفَ هُوَ؟

‘Kesempurnaan menjenguk orang yang sakit ialah salah seorang dari kalian meletakkan tangannya pada keningnya atau tangannya lalu menanyakan kepadanya, ‘Bagaimana keadaan-nya?’.” (Ini adalah lafazh at-Tirmidzi).

Dalam riwayat Ibn as-Sunni,
مِنْ تَمَامِ الْعِيَادَةِ أَنْ تَضَعَ يَدَكَ عَلَى الْمَرِيْضِ، فَتَقُوْلُ: كَيْفَ أَصْبَحْتَ؟ أَوْ كَيْفَ أَمْسَيْتَ؟

“Di antara kesempurnaan menjenguk orang sakit ialah engkau meletakkan tanganmu pada tubuh orang yang sakit lalu engkau bertanya kepadanya, ‘Bagaimana keadaanmu pagi ini?,’ atau ‘Bagaimana keadaanmu sore ini?’.” At-Tirmidzi mengatakan, “Sanadnya tidak begitu (kuat).”

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni, dari Salman[radiyallahu ‘anhu ], ia menga-takan,
عَادَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم وَأَناَ مَرِيْضٌ، فَقَالَ: يَا سَلْمَانُ، شَفَى اللهُ سَقَمَكَ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَعَافَاكَ فِيْ دِيْنِكَ وَجِسْمِكَ إِلَى مُدَّةِ أَجَلِكَ.

“Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] menjengukku pada saat aku sedang sakit, maka beliau mengatakan, ‘Wahai Salman, semoga Allah menyembuhkan sakitmu, mengampuni dosamu, dan memberi keafiyatan dalam urusan agamamu, serta menyehatkan badanmu hingga waktu ajalmu tiba’.”

Kami juga meriwayatkan di dalamnya, dari Utsman bin Affan[radiyallahu ‘anhu ], ia me-ngatakan,
مَرِضْتُ. فَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم يَعُوْدُنِيْ، فَعَوَّذَنِيْ يَوْمًا. فَقَالَ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. أُعِيْذُكَ بِاللهِ اْلأَحَدِ الصَّمَدِ، الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ، مِنْ شَرِّ مَا تَجِدُ. فَلَمَّا اسْتَقَلَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهُ وسلم عليه قَائِمًا، قَالَ: يَا عُثْمَانُ، تَعَوَّذْ بِهَا، فَمَا تَعَوَّذْتُمْ بِمِثْلِهَا.

“Aku sakit, lalu Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] menjengukku. Suatu hari beliau memohonkan perlindungan buatku dengan mengucapkan, ‘Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Aku memohonkan perlindungan untukmu kepada Allah Yang Maha Esa dan Dzat yang bergantung kepadaNya segala sesuatu, yang tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan, serta tidak satu pun yang menyerupaiNya; dari keburukan apa yang engkau dapatkan.’ Ketika Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]hendak beranjak, beliau bersabda, ‘Wahai Utsman, berta’awwudzlah dengannya, karena kalian tidak berta’awwudz dengan sepertinya’.”

BAB ANJURAN BERPESAN KEPADA KELUARGA ORANG YANG SAKIT DAN ORANG YANG MEMBANTUNYA AGAR BERBUAT BAIK KEPADANYA, TABAH DAN BERSABAR TERHADAP KESUSAHAN YANG DIALAMI KARENANYA.
Demikian Pula Berpesan Kepada Orang Yang Sudah Dekat Sebab Kematiannya Karena Had (Hukuman), Qishash Atau Selainnya

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Imran bin al-Hushain[radiyallahu ‘anhu ],
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ أَتَتِ النَّبِيَّ صلى اللهُ عليه وَهِيَ حُبْلَى مِنَ الزِّنَى، فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَصَبْتُ حَدًّا، فَأَقِمْهُ عَلَيَّ. فَدَعَا نَبِيُّ اللهِ صلى اللهُ عليه وَلِيَّهَا، فَقَالَ: أَحْسِنْ إِلَيْهَا فَإِذَا وَضَعَتْ، فَأْتِنِي بِهَا. فَفَعَلَ. فَأَمَرَ بِهَا نَبِيُّ اللهِ صلى اللهُ عليه فَشُدَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا، ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ، ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا.

“Bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi [Shallallahu ‘alaihi wasallam]dalam keadaan hamil karena zina, lalu mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, aku telah melanggar had (hukuman tertentu, karena telah berzina), maka laksanakanlah had tersebut atasku.’ Maka Nabi [Shallallahu ‘alaihi wasallam]memanggil walinya seraya mengatakan, ‘Berbuat baiklah kepadanya. Jika ia telah melahirkan, bawalah ia ke hadapanku.’ Walinya pun melakukannya, lalu Nabi [Shallallahu ‘alaihi wasallam]memerintahkan agar wanita tersebut pakaiannya diikat dengan erat, kemudian memerintahkan untuk merajamnya. Kemudian, setelah itu beliau mensha-latkannya.”
BAB DOA YANG DIUCAPKAN OLEH ORANG YANG SAKIT KEPALA, DEMAM, ATAU PENYAKIT-PENYAKIT LAINNYA

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni, dari Ibnu Abbas[radiyallahu ‘anhu ],
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى اللهُ عليه كَانَ يُعَلِّمُهُمْ مِنَ اْلأَوْجَاعِ كُلِّهَا وَمِنَ الْحُمَّى: أَنْ يَقُوْلَ: بِسْمِ اللهِ الْكَبِيْرِ، نَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ، مِنْ شَرِّ عِرْقِ نَعَّارٍ، وَمِنْ شَرِّ حَرِّ النَّارِ.

“Bahwa Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]mengajarkan mereka, dari segala macam penyakit dan demam, su-paya mengucapkan, ‘Dengan menyebut nama Allah Yang Mahabesar, kami berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dari keburukan penyakit yang membuat lemah lagi menyiksa dan dari keburukan panasnya neraka.”

Hendaklah ia mengucapkan pada dirinya surah al-Fatihah, [ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ] dan al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Nas), lalu meniupkan pada kedua telapak tangannya sebagaimana yang telah dijelaskan, dan berdoa dengan doa kesusahan sebagaimana yang telah kami kemukakan.

BAB BOLEHNYA ORANG SAKIT MENGATAKAN, “AKU SANGAT KESAKITAN,” ATAU MENGUCAPKAN, “DUH, KEPALAKU!” ATAU SEJENISNYA,
Dan Penjelasan Bahwa Semua Itu Tidak Dimakruhkan, Jika Tidak Dimaksudkan Sebagai Ungkapan Kemurkaan Dan Menampakkan Keluh Kesah

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud[radiyallahu ‘anhu ], ia mengatakan,
دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صلى اللهُ عليه وَهُوَ يُوْعَكُ، فَمَسَسْتُهُ، فَقُلْتُ: إِنَّكَ لَتُوْعَكُ وَعْكًا شَدِيْدًا. قَالَ: أَجَلْ، كَمَا يُوْعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ.

“Aku menjenguk Nabi [Shallallahu ‘alaihi wasallam]dalam keadaan beliau menahan sakit, maka aku memegangnya seraya mengatakan, ‘Sesungguhnya engkau menahan sakit yang parah.’ Beliau menimpali, ‘Benar, sebagaimana rasa sakit yang dirasakan dua orang di antara kalian’.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih keduanya, dari Sa’ad bin Abi Waqqash[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan,
جَاءَ نِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهُ عليه يَعُوْدُنِيْ مِنْ وَجَعٍ اِشْتَدَّبِيْ، فَقُلْتُ: بَلَغَ بِيْ مَا تَرَى، وَأَنَا ذُوْ مَالٍ، وَلاَ يَرِثُنِيْ إِلاَّ ابْنَتِيْ….

“Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]datang kepadaku untuk menjengukku karena sakit parah yang menimpaku, maka aku mengatakan, ‘Aku telah sakit parah sebagaimana yang engkau lihat, sementara aku orang yang berharta dan aku tidak mempunyai ahli waris kecuali anak perempuanku…” seraya menyebutkan kelanjutan hadits.

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari al-Qasim bin Muham-mad, ia mengatakan,
قَالَتْ عَائِشَةُ رضي الله عنها: وَا رَأْسَاهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى اللهُ عليه: بَلْ أَنَا وَا رَأْسَاهُ….

“Aisyah [radiyallahu ‘anha]mengatakan, ‘Duh kepalaku!’ Maka Nabi a menimpali, ‘Bahkan aku, duh kepalaku…’,” seraya menyebutkan kelanjutan hadits. Hadits ini, dengan lafazh ini, adalah mursal.
BAB MAKRUH BERHARAP KEMATIAN KARENA MUSIBAH YANG MENIMPA SESEORANG, TAPI ITU DIBOLEHKAN JIKA IA KHAWATIR AKAN FITNAH TERHADAP AGAMANYA

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Anas[radiyallahu ‘anha], ia mengatakan bahwa Nabi a bersabda,
لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً، فَلْيَقُلْ: اللّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي.

“Janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian karena suatu musibah yang menimpanya. Jika ia memang harus melakukannya, maka hendaklah ia mengucapkan, ‘Ya Allah, hidupkanlah aku selagi kehidupan itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku selagi kematian itu lebih baik bagiku’.
[P]Para ulama dari sahabat kami dan selainnya mengatakan, ini jika berharap kematian karena musibah dan sejenisnya. Jika ia mengharap kematian karena takut terhadap agama-nya karena kerusakan zaman (merajalelanya kemaksiatan) dan sejenisnya, maka itu tidak dimakruhkan.
Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf