Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Ummul Mukminin Hafshah binti Umar[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan,
قَالَ عُمَرُ رضي الله عنه : اللّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيْلِكَ، وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُوْلِكَ . صلى الله عليه و سلم فَقُلْتُ: أَنَّى يَكُوْنُ هذَا؟ قَالَ: يَأْتِيْنِيْ اللهُ بِهِ إِذَا شَاءَ.

“Umarradiyallahu ‘anhuberdoa, ‘Ya Allah, karuniakanlah kepadaku syahadah (mati syahid) di jalanMu, dan jadikanlah kematianku di negeri RasulMu[Shallallahu ‘alaihi wasallam].’ Maka aku bertanya, ‘Bagaimana ini terjadi?’ Ia menjawab, ‘Allah akan memberikannya kepadaku, jika Dia menghendakinya’.”

BAB ANJURAN MENGHIBUR HATI ORANG YANG SAKIT

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang lemah, dari Abu Sa’id al-Khudriradiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
إِذَا دَخَلْتُمْ عَلَى مَرِيْضٍ، فَنَفِّسُوْا لَهُ فِي أَجَلِهِ، فَإِنَّ ذلِكَ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا وَيُطَيِّبُ نَفْسَهُ.

‘Jika kalian menjenguk orang yang sakit, maka hiburlah ia dengan kesembuhan, sebab itu tidak menolak sesuatu pun (dari takdir Allah), tapi dapat menghibur dirinya’.

Dan hadits Ibnu Abbas berikut sudah cukup dari pada menggunakan hadits di atas, yaitu yang telah disebutkan sebelumnya dalam “Bab Doa yang Diucapkan Kepada Orang yang Sakit,”
لاَ بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ

“Tidak apa-apa, akan menyucikan (dari dosa-dosa) insya Allah.

BAB MEMUJI ORANG YANG SAKIT DENGAN BERBAGAI KEBAIKAN AMALNYA DAN SEJENISNYA,
Jika Melihat Ketakutan Pada Dirinya Untuk Melenyapkan Ketakutannya Tersebut Dan Membuatnya Berperasangka Baik Kepada Rabbnya[Subhanahu wa Ta`ala

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu
أَنَّهُ قَالَ لِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رضي الله عنه حِيْنَ طُعِنَ وَكَأَنَّهُ يُجَزِّعُهُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، وَلَئِنْ كَانَ ذَاكَ، قَدْ صَحِبْتَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَأَحْسَنْتَ صُحْبَتَهُ ثُمَّ فَارَقَكَ وَهُوَ عَنْكَ رَاضٍ، ثُمَّ صَحِبْتَ أَبَا بَكْرٍ فَأَحْسَنْتَ صُحْبَتَهُ ثُمَّ فَارَقَكَ وَهُوَ عَنْكَ رَاضٍ، ثُمَّ صَحِبْتَ الْمُسْلِمِيْنَ فَأَحْسَنْتَ صُحْبَتَهُمْ، وَلَئِنْ فَارَقْتَهُمْ، لَتُفَارِقَنَّهُمْ وَهُمْ عَنْكَ رَاضُوْنَ ….وَقَالَ عُمَرُ رضي الله عنه : ذلِكَ مِنْ مَنِّ اللهِ سبحانه و تعالى

“Bahwa ia mengatakan kepada Umar bin al-Khaththabradiyallahu ‘anhuketika beliau ditikam dimana tikaman tersebut sepertinya membuat beliau gelisah, ‘Wahai Amirul Mukminin, jika memang demikian, maka sesungguhnya engkau telah menjadi sahabat RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallamdengan baik. Kemudian beliau meninggalkan anda dalam keadaan ridha kepadamu. Kemudian engkau menjadi sahabat Abu Bakar dengan baik, lalu beliau meninggalkan anda dalam keadaan ridha kepadamu. Kemudian engkau hidup bersama kaum Muslimin dengan baik. Jika engkau meninggalkan mereka, sungguh engkau meninggalkan mereka dalam keadaan mereka ridha kepadamu….” seraya melanjutkan kelengkapan hadits. Umarradiyallahu ‘anhumengatakan, ‘Itu merupakan karunia dari AllahSubhanahu wa Ta`ala.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Syumasah, ia mengatakan,
حَضَرْنَا عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ رضي الله عنه وَهُوَ فِي سِيَاقَةِ الْمَوْتِ، فَبَكَى طَوِيْلاً، وَحَوَّلَ وَجْهَهُ إِلَى الْجِدَارِ، فَجَعَلَ ابْنُهُ يَقُوْلُ، يَا أَبَتَاهُ، أَمَا بَشَّرَكَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِكَذَا؟ أَمَا بَشَّرَكَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِكَذَا؟ فَأَقْبَلَ بِوَجْهِهِ، فَقَالَ: إِنَّ أَفْضَلَ مَا نُعِدُّ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ….

“Kami menjenguk Amr bin al-Ash pada saat menjelang kematiannya, ternyata ia menangis tersedu-sedu dan memalingkan wajahnya ke tembok, maka putranya (Abdullah bin Amr) mengatakan kepadanya, ‘Wahai ayah, bukankah RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberikan kabar gembira kepadamu demikian? Bukankah RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberikan kabar gembira kepadamu begini?’ Ia pun menghadapkan wajahnya seraya mengatakan, ‘Sesungguhnya sebaik-baik yang kita siapkan ialah syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,’… kemudian menyebutkan kelanjutan hadits.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakrradiyallahu ‘anhu,
أَنَّ عَائِشَةَ اشْتَكَتْ، فَجَاءَ ابْنُ عَبَّاسٍ رضي الله عنه فَقَالَ: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، تَقْدَمِيْنَ عَلَى فَرَطِ صِدْقٍ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَعَلَى أَبِي بَكْرٍ رضي الله عنه .
“Bahwa Aisyahradiyallahu ‘anha sakit, lalu Ibnu Abbasradiyallahu ‘anhu datang seraya berkata, ‘Wahai Ummul Mukminin, engkau akan menyusul orang yang telah mendahuluimu dari ash-Shiddiqin, RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakarradiyallahu ‘anhu‘.”

Al-Bukhari meriwayatkannya juga dari riwayat Ibnu Abi Mulaikah
أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ اِسْتَأْذَنَ عَلَى عَائِشَةَ قَبْلَ مَوْتِهَا وَهِيَ مَغْلُوبَةٌ. قَالَتْ: أَخْشَى أَنْ يُثْنِيَ عَلَيَّ. فَقِيْلَ: ابْنُ عَمِّ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم مِنْ وُجُوهِ الْمُسْلِمِيْنَ، قَالَتْ: اِئْذَنُوْا لَهُ. فَقَالَ: كَيْفَ تَجِدِيْنَكِ؟ قَالَتْ: بِخَيْرٍ إِنِ اتَّقَيْتُ. قَالَ: فَأَنْتِ بِخَيْرٍ إِنْ شَاءَ اللهُ، زَوْجَةُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، وَلَمْ يَنْكِحْ بِكْرًا غَيْرَكِ وَنَزَلَ عُذْرُكِ مِنَ السَّمَاءِ.

“Bahwa Ibnu Abbas meminta izin untuk menemui Aisyahradiyallahu ‘anha sebelum wafatnya pada saat dia kritis, Aisyah mengatakan, ‘Aku khawatir bila ia akan memujiku.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Sepupu RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam ada di hadapan kaum Muslimin.’ Maka ia mengatakan, ‘Izinkanlah kepadanya.’ Ibnu Abbas bertanya, ‘Bagaimana yang engkau rasakan ?’ Ia menjawab, ‘Dalam kebaikan, jika aku bertakwa.’ Ibnu Abbas mengatakan, ‘Engkau dalam kebaikan insya Allah, sebab engkau adalah istri RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tidak pernah menikah dengan seorang gadis pun selain engkau, dan kebebasanmu (berkenaan dengan berita bohong), turun langsung dari langit’.

BAB RIWAYAT YANG ADA TENTANG MEMBANGKITKAN SELERA ORANG YANG SAKIT

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibnu Majah dan Ibn as-Sunni dengan sanad yang lemah, dari Anasradiyallahu ‘anha,ia mengatakan,
دَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم، عَلَى رَجُلٍ يَعُوْدُهُ، فَقَالَ: هَلْ تَشْتَهِي شَيْئًا؟ تَشْتَهِي كَعْكًا؟ قَالَ: نَعَمْ. فَطَلَبَهُ لَهُ.

“NabiShallallahu ‘alaihi wasallam masuk untuk menjenguk seseorang, lalu beliau mengatakan, ‘Apakah engkau menginginkan sesuatu? Apakah engkau suka roti (kue)?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Maka beliau pun memintakan roti (kue) untuknya.

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari Uqbah bin Amir radiyallahu ‘anhuia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تُكْرِهُوْا مَرْضَاكُمْ عَلَى الطَّعَامِ، فَإِنَّ اللهَ يُطْعِمُهُمْ وَيَسْقِيْهِمْ.

‘Janganlah kalian memaksa makan orang yang sakit di antara kalian, karena Allahlah yang memberi makan dan memberi minum kepada mereka’.” At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan“.

BAB ORANG YANG MENJENGUK MEMINTA DOA DARI ORANG YANG SAKIT

Kami meriwayatkan dalam Sunan Ibnu Majah dan kitab Ibn as-Sunni dengan sanad shahih atau hasan, dari Maimun bin Mahran, dari Umar bin al-Khaththab radiyallahu ‘anhuia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
إِذَا دَخَلْتَ عَلَى مَرِيْضٍ، فَمُرْهُ، فَلْيَدْعُ لَكَ، فَإِنَّ دُعَاءَ هُ كَدُعَاءِ الْمَلاَئِكَةِ.

‘Jika engkau menjenguk orang yang sakit, maka suruhlah ia supaya mendoakanmu, karena doanya seperti doa malaikat’.

Tetapi Maimun bin Mahran ini tidak pernah bertemu Umar.

BAB MEMBERI NASIHAT KEPADA ORANG YANG SAKIT SETELAH KESEMBUHANNYA, DAN MENGINGATKANNYA AGAR MEMENUHI APA YANG DIJANJIKAN ALLAH KEPADANYA BERUPA TAUBAT DAN LAINNYA

AllahSubhanahu wa Ta`ala berfirman,
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً

“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Isra`: 34).

Dan AllahSubhanahu wa Ta`alaberfirman,
وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا

“Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji.“(Al-Baqarah: 177)

Dan ayat-ayat dalam masalah ini sangat banyak.

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni, dari Khawwat bin Jubair radiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,
مَرِضْتُ، فَعَادَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، فَقَالَ: صَحَّ الْجِسْمُ يَا خَوَّاتُ، قُلْتُ: وَجِسْمُكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: فَفِ اللهِ بِمَا وَعَدْتَهُ. قُلْتُ: مَا وَعَدْتُ اللهَ سبحانه و تعالى شَيْئًا. قَالَ: بَلَى، إِنَّهُ مَا مِنْ عَبْدٍ يَمْرَضُ، إِلاَّ أَحْدَثَ اللهُ سبحانه و تعالى خَيْرًا، فَفِ اللهَ بِمَا وَعَدْتَهُ.

“Aku pernah sakit, lalu RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam menjengukku seraya mengatakan, ‘Semoga tubuhmu sehat, wahai Khawwat.’ Aku menimpali, ‘Juga tubuhmu, wahai Rasulullah.’ Beliau lalu bersabda, ‘Penuhilah apa yang telah engkau janjikan kepada Allah.’ Aku mengatakan, ‘Aku tidak berjanji sesuatu pun kepada AllahSubhanahu waTa`ala.’ Beliau mengatakan, ‘Tentu, karena tidaklah seorang hamba sakit melainkan ia telah membisikkan (pada dirinya) kepada AllahSubhanahu wa Ta`ala untuk berbuat suatu kebaikan. Oleh karena itu, penuhilah apa yang engkau janjikan kepada Allah’.”

BAB APA YANG DIUCAPKAN OLEH ORANG YANG PUTUS ASA DARI KEHIDUPANNYA

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah, dari Aisyahradiyallahu ‘anha,ia mengatakan,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، وَهُوَ بِالْمَوْتِ، وَعِنْدَهُ قَدَحٌ فِيْهِ مَاءٌ، وَهُوَ يُدْخِلُ يَدَهُ فِي الْقَدَحِ، ثُمَّ يَمْسَحُ وَجْهَهُ بِالْمَاءِ، ثُمَّ يَقُوْلُ: اللّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى غَمَرَاتِ الْمَوْتِ أَوْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ.

“Aku melihat RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam saat menjelang wafatnya, dan di sisinya terdapat bejana berisi air, dan beliau memasukkan tangannya di dalamnya, kemudian mengusap wajahnya dengan air itu, kemudian berucap, ‘Ya Allah, tolonglah aku dalam menghadapi dahsyat (sakitnya) kematian atau sakaratul maut’.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Aisyahradiyallahu ‘anha, ia mengatakan,
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم وَهُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَيَّ يَقُوْلُ: اللّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَأَلْحِقْنِي بِالرَّفِيْقِ اْلأَعْلَى.

“Aku mendengar NabiShallallahu ‘alaihi wasallamdalam keadaan bersandar kepadaku, berucap, ‘Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, dan sampaikanlah aku ke tempat tertinggi di Surga (ar-Rafiq al-A’la)‘.”

Dianjurkan memperbanyak membaca al-Qur`an dan dzikir.

Dimakruhkan untuknya gundah, berakhlak buruk, mencaci maki, bertengkar dan berdebat dalam (masalah-masalah lain) selain urusan agama.

Dianjurkan untuk bersyukur kepada Allah dengan hati dan lisannya, serta merenungkan dalam benaknya bahwa waktu ini adalah saat terakhir dari waktunya di dunia ini. Karena itu ia berusaha sekuat tenaga untuk menutup akhir kehidupannya dengan kebaikan, dan bersegera menyerahkan hak-hak kepada orang yang berhak menerimanya, yaitu mengembalikan hak-hak yang dizhalimi, titipan, pinjaman, dan meminta maaf kepada keluarganya: istrinya, kedua orang tuanya, anak-anaknya, hamba sahayanya, tetangganya, teman-temannya, dan semua orang yang terdapat hubungan mu’amalah, persahabatan, atau memiliki sangkut paut dengannya.

Hendaklah ia berwasiat berkenaan dengan urusan anak-anaknya, jika mereka tidak memiliki seorang pun yang layak menjadi wali mereka, dan berwasiat tentang apa yang tidak mungkin bisa dikerjakannya pada saat itu, seperti membayar hutang dan sejenisnya. Ia juga harus berperasangka baik kepada AllahSubhanahu wa Ta`ala bahwa Dia akan merahmatinya, dan menyadari dalam benaknya bahwa ia adalah kecil di tengah ciptaan Allah, dan bahwa Allah tidak butuh untuk mengazabnya dan ketaatannya serta bahwa ia adalah hamba-Nya. Dan ia tidak meminta ampunan, kemurahan dan karunia kecuali dariNya.

Dianjurkan agar ia membiasakan dirinya untuk membaca ayat-ayat al-Qur`an dengan penuh pengharapan, membacanya dengan suara yang lembut, atau orang lain yang membacakan kepadanya sedangkan dia mendengarkannya. Demikian pula meminta dibacakan hadits-hadits yang berisikan harapan, hikayat orang-orang shalih, dan atsar-atsar mereka ketika mereka menghadapi kematian. Kebaikannya juga harus bertambah, menjaga shalat lima waktu, menjauhi berbagai najis, dan memperhatikan tugas-tugas agama lainnya, serta bersabar atas kesusahannya. Hendaklah ia tidak meremehkan hal itu, karena keburukan yang terburuk ialah bila akhir masanya dari kehidupan dunia, yang merupakan ladang untuk akhirat, ialah melalaikan apa yang diwajibkan kepadanya atau dianjurkan kepadanya.

Hendaklah ia tidak menerima perkataan orang yang memalingkan dan melemahkan keinginannya dari sesuatu yang telah kami sebutkan tadi. Sebab ini termasuk ujian, dan orang yang melakukan demikian adalah teman yang bodoh dan musuh yang tersembunyi.

Oleh karena itu, janganlah ia menerima ucapannya, dan hendaklah berusaha mengakhirkan usianya dengan ihwal yang paling sempurna.

Dianjurkan agar berwasiat kepada keluarganya dan sahabat-sahabatnya agar bersabar terhadapnya perihal sakitnya dan tabah terhadap apa yang muncul darinya. Ia berwasiat kepada mereka juga supaya bersabar terhadap musibah yang menimpa mereka karena dirinya. Ia juga bersungguh-sungguh berwasiat kepada mereka supaya tidak menangisinya seraya mengatakan kepada mereka, terdapat riwayat Shahih dari RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
اَلْمَيِّتُ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ.

“Mayit diazab karena keluarganya menangisinya.”

Wahai kalian yang aku sayangi, janganlah kalian berusaha menyebabkan diriku mendapatkan siksa. Ia berwasiat kepada mereka supaya bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang akan ditinggalkannya: anak-anak, hamba sahaya dan sejenisnya. Ia juga berwasiat kepada mereka agar berbuat baik kepada kawan-kawannya dan mengajarkan kepada mereka bahwa terdapat riwayat shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ.

“Sesungguhnya diantara sikap bakti yang tertinggi ialah seseorang menyambung tali kasih dengan orang-orang yang dikasihi oleh ayahnya.

Terdapat riwayat shahih pula,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ يُكْرِمُ صَوَاحِبَاتِ خَدِيْجَةَ i بَعْدَ وَفَاتِهَا.

“Bahwa RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam memuliakan para teman-teman dekat Khadijah radiyallahu ‘anha setelah wafatnya.

Dianjurkan dengan anjuran yang tegas agar berwasiat kepada mereka supaya menjauhi kebiasaan yang berlaku berupa bid’ah-bid’ah yang bertalian dengan jenazah, dan menegaskan janji tersebut dengan hal itu. Ia juga berwasiat kepadanya agar senantiasa mendoakannya, dan tidak melupakannya sampai kapan pun.

Dianjurkan pula agar mengatakan kepada mereka waktu demi waktu, “Kapan pun kalian mengetahui dariku suatu kelalaian, maka ingatkanlah aku akan hal itu dengan lemah lembut, dan sampaikanlah kepadaku nasihat berkenaan dengan hal itu. Sebab aku bisa lalai, malas dan mengabaikan. Jika aku teledor, berilah semangat kepadaku dan bantulah aku dalam menempuh perjalananku yang jauh ini.”

Dalil-dalil mengenai apa yang telah kami sebutkan dalam masalah ini sudah dikenal dan masyhur, yang sengaja saya buang demi keringkasan; karena itu akan memenuhi lembaran-lembaran kitab-kitab.

Jika sekarat datang, hendaklah ia memperbanyak mengucapkan, ‘La ilaha illallah,’ agar itu menjadi akhir ucapannya. Kami meriwayatkan dalam hadits yang masyhur dalam Sunan Abi Dawud dan selainnya, dari Mu’adz bin Jabal radiyallahu ‘anhuia mengatakan,”RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ .

‘Barangsiapa yang akhir ucapannya: La ilaha illallah, maka ia masuk Surga’.” Al-Hakim, Abu Abdillah, dalam kitabnya, al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain berkata, “Hadits ini sanadnya shahih.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa`i dan selainnya, dari Abu Sa’id al-Khudri radiyallahu ‘anhuia mengatakan bahwa RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ.

“Talqinkanlah orang yang hendak mati dari kalian dengan ‘La Ilaha Illallah’.” (At-Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih.

Kami juga meriwayatkannya dalam Shahih Muslim, dari riwayat Abu Hurairahradiyallahu ‘anhu,dari RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam.

Para ulama mengatakan, jika orang yang sekarat belum mengucapkan la ilaha illallah, maka orang yang hadir hendaklah menuntunnya dengan lemah lembut, karena khawatir ia akan goncang lantas menolaknya. Jika ia telah mengucapkannya sekali, janganlah memintanya untuk mengulanginya lagi, kecuali jika ia mengucapkan kata-kata yang lain. Para sahabat kami mengatakan, dianjurkan agar orang yang menuntunnya bukanlah orang yang tertuduh (yakni bukan orang yang fasik), agar ia tidak memberatkan dan menyusahkan orang yang akan mati.

Ketahuilah bahwa segolongan dari sahabat kami mengatakan, kita mentalqin dengan mengatakan, ‘La Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah.‘ Sementara mayoritas sahabat kami mencukupkan pada ucapan, ‘La Ilaha Illallah.‘ Aku telah memaparkan hal itu dengan dalil-dalilnya dan menjelaskan para pengucapnya dalam kitab al-Jana`iz dari Syarh al-Muhadzdzab

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-lomboky