Di setiap masyarakat terdapat orang-orang yang terkenal dan kesohor dengan sesuatu, baik maupun buruk, karena keterkenalan dan kesohorannya sehingga dia menjadi simbol atau ikon dalam sesuatu tersebut, dia menjadi percontohan dan ukuran, sehingga melahirkan ungkapan yang dikenal dan dimaklumi.

Dalam masyarakat Arab terdapat orang-orang yang demikian, Hatim misalnya, dia ini adalah simbol kedermawanan, sehingga jika ada orang yang dermawan maka orang-orang akan berkata, “Lebih dermawan daripada Hatim.” Atau Asy’ab yang merupakan simbol ketamakan, sehingg ada ungkapan bagi orang yang tamak, “Lebih tamak daripada Asy’ab.” Atau Baqil yang menjadi simbol ketidakmampuan dalam berbicara dan menjelaskan, sehingga dikatakan, “Lebih tidak mampu daripada Baqil.”

Berikut ini penulis memaparkan sekelumit kisah tentang tiga orang ini sebagai bukti bahwa mereka memang demikian.

Hatim

Dia adalah Hatim ath-Tha`i dari suku Thai`, hidup pada masa jahiliyah dan meninggal dalam keadaan tidak mendapatkan Islam, dia adalah ayah dari Adi bin Hatim, salah seorang sahabat Nabi saw, anak perempuan Hatim yang juga saudara Adi pernah menjadi tawanan kaum Muslimin dan Rasulullah saw melepasakannya tanpa tebusan bahkan mengembalikannya ke tanah kelahirannya dengan mulia, Rasulullah saw bersabda –dalam sebuah riwayat- kepada para sahabat, “Lepasakan dia karena bapaknya orang mulia yang menyukai keluhuran budi.”

Hatim sendiri termasuk orang berharta di kalangan kaumnya, akan tetapi karena kedermawanannya dia akhirnya menjadi miskin, harta yang tersisa adalah seekor kuda kesayangannya, istrinya menyalahkannya karena sikap kedermawanannya, Hatim membela diri dengan mengatakan,

أَرِيْنِيْ جَوَادًا مَاتَ هُزْلاً لَعَلَّنِي
أَرَى مَا تَرَيْنَ أَوْ بَخِيْلاً مُخَلَّدًا

Tunjukkan kepadaku orang dermawan yang mati kurus kering
Agar aku menyetujui pendapatmu, atau tunjukkan orang bakhil yang hidup kekal.

Kedermawanan Hatim kesohor ke seantero negeri bahkan ia didengar oleh Raja Romawi, Raja ingin menguji sendiri sejauh mana kedermawanan Hatim, maka dia mengirim seorang utusan kepada Hatim. Singkat cerita, utusan Raja datang dan Hatim menyambutnya dengan hati gundah karena tidak ada lagi hewan yang bisa disembelih untuk hidangan tamu, akhirnya Hatim menyembelih kuda satu-satunya yang juga kesayangannya dan menyuguhkannya kepada tamu. Selesai makan, tamu utusan Raja Romawi itu mulai berbicara menjelaskan identitasnya dan maksud kedatangannya, tamu itu menjelaskan kepada Hatim bahwa dia adalah utusan Raja Romawi, maksud kedatangannya adalah meyampaikan pesan sang Raja yang berisi, ‘Raja meminta kuda satu-satunya milik Hatim.’ Hatim menjawab, “Maaf, mengapa Tuan tidak mengatakan maksud kedatangan Tuan pada saat pertama kali Tuan datang. Saat ini kuda tersebut telah berada di dalam perut Tuan.”

Asy’ab

Dia adalah Asy’ab bin Jubair, mantan hamba sahaya Abdullah bin Zubair, penduduk Madinah, lahir pada hari terbunuhnya Usman bin Affan.

Asy’ab adalah simbol ketamakan, saking tamaknya sampai-sampai dia berkata tentang dirinya sendiri, “Tidak ada dua orang yang berbisik-bisik kecuali hatiku berbisik kepadaku bahwa keduanya akan memberiku sesuatu. Tidak ada orang yang memasukkan tangannya ke dalam kantong bajunya kecuali aku yakin dia akan memberiku uang.”

Dia juga berkata, “Jika aku menghadiri jenazah maka aku mengira bahwa si mayit mewasiatkan sesuatu untukku.”

Asy’ab pergi ke Mesir menemui Yazid bin Hatim, dia melihat Yazid membisikkan sesuatu kepada pembantunya, Asy’ab langsung merunduk mencium tangan Yazid sambil berterima kasih. Yazid bertanya, “Ada apa wahai Asy’ab?” Asy’ab menjawab, “Aku melihatmu membisikkan sesuatu kepada pelayanmu maka aku yakin engkau akan memberiku sesuatu.”

Pada suatu hari dia mendengar Salim bin Abdullah bin Umar mengadakan jamuan makan bagi keluarganya, Asy’ab datang tanpa diundang, dia melongok ke dalam rumah melalui pagar, Salim berkata, “Naudzubillah wahai Asy’ab, kamu melongok kepada keluarga dan putri-putriku.” Asy’ab menjawab, “Engkau telah mengetahu bahwa aku tidak berhajat kepada putri-putrimu, engkau tahu apa yang aku inginkan.” Salim berkata, “Turunlah dan makanan akan hadir kepadamu saat ini juga.” Maka Salim memerintahkan sebuah nampan makanan untuk diberikan kepada Asy’ab.

Baqil

Penulis tidak mengetahui siapa Baqil ini, akan tetapi ia adalah simbol ketidakmampuan dalam berbicara di kalangan masyarakat Arab sehingga salah seorang sastrawan mereka yaitu Abu Amru al-Jahizh ketika dia berbicara tentang buku, dia berkata, “Jika kamu berkehendak maka buku itu bisa menjadi lebih tidak mampu berbicara daripada Baqil.”

Salah satu cerita tentang Baqil yang menggambarkan hal itu, pada suatu hari Baqil membeli seekor kijang dari pasar hewan dengan harga sebelas dinar, dia menggendong hewan tersebut karena takut lepas, di tengah jalan seseorang bertanya kepadanya, “Berapa harganya?” Baqil tidak berbicara menjawab, akan tetapi dia melepaskan kijang dari gendonganya lalu dia membuka kedua telapak tangannya dan merenggangkan jari-jarinya sambil menjulurkan lidahnya sebagai isyarat akan jumlah sebelas. Akibatnya kijang yang dia beli pun lepas.
(Izzudin Karimi)