Dianjurkan memperbanyak doa, dzikir, dan istighfar dengan tunduk dan merendah di dalamnya.

Doa-doa yang disebutkan mengenainya sudah masyhur, di antaranya

,

اللّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا، مُغِيْثًا، هَنِيْئًا، مَرِيْئًا، غَدَقًا، مُجَلِّلاً، سَحَّا، عَامًّا، طَبَقًا، دَائِمًا.
اللّهُمَّ عَلَى الظِّرَابِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ.
اللّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا، فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا مِدْرَارًا.
اللّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِيْنَ،.
اللّهُمَّ أَنْبِتْ لَنَا الزُّرْعَ، وَأَدِرَّ لَنَا الضَّرْعَ، وَأَسْقِنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ، وَأَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ اْلأَرْضِ.
اللّهُمَّ ارْفَعْ عَنَّا الْجَهْدَ وَالْجُوْعَ وَالْعُرْيَ، وَاكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلاَءِ مَا لاَ يَكْشِفُهُ غَيْرُكَ.

“Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang memberikan bantuan, menyenangkan, tidak membahayakan, deras, merata manfaatnya, lebat, menyeluruh, berlapis-lapis, lagi terus menerus. Ya Allah, turunkanlah pada bukit, tempat tumbuhnya pepohonan, dan perut-perut lembah. Ya Allah, kami memohon ampunan kepadaMu, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun. Curahkan-lah hujan (dari langit) kepada kami dengan deras. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang berputus asa. Ya Allah, tumbuhkan-lah tanaman untuk kami, keluarkan air susu ternak-ternak kami, turunkanlah hujan kepada kami dari keberkahan langit, dan tumbuhkanlah untuk kami dari keberkahan bumi. Ya Allah, hilangkan kesusahan, kelaparan dan ketelanjangan dari kami, serta hilangkanlah bencana dari kami, yang tidak ada yang bisa menghilangkannya kecuali Engkau.”

Dianjurkan jika di tengah mereka terdapat seseorang yang masyhur dengan kesha-lihannya agar meminta hujan dengan perantaraannya, dengan mengatakan, “Ya Allah, kami meminta hujan dan memohon syafa’at kepadaMu dengan perantaraan hambaMu, fulan.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari bahwa ketika para sahabat mengalami kekeringan, Umar bin al-Khaththab[radiyallahu ‘anhu] meminta hujan dengan perantaraan al-Abbas seraya mengatakan

,

اَللّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا صلى الله عليه و سلم فَتَسْقِيْنَا، وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا
صلى الله عليه و سلم فَاسْقِنَا، فَيُسْقَوْنَ.

“Ya Allah, kami dahulu bertawassul kepadaMu dengan perantaraan NabiMu[Shallallahu ‘alaihi wasallam] lalu Engkau menurunkan hujan kepada kami. Sekarang kami bertawassul kepadaMu dengan perantaraan pa-man Nabi kami[Shallallahu ‘alaihi wasallam], maka turunkanlah hujan kepada kami.” Maka mereka pun diberi hujan.
Istisqa‘ dengan perantaraan hamba yang shalih juga diriwayatkan dari Mu’awiyah dan selainnya.

Dianjurkan agar membaca dalam shalat Istisqa‘ sebagaimana yang dibaca dalam shalat Id, dan kami telah menjelaskannya. Bertakbir pada rakaat pertama dengan tujuh takbir, dan pada rakaat kedua dengan lima takbir, seperti Shalat Id. Semua cabang dan permasalahan yang telah kami sebutkan berkenaan dengan takbir Id yang berjumlah tujuh dan lima, juga berlaku di sini.

Kemudian berkhutbah dua kali dengan memperbanyak istighfar dan doa.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud dengan sanad shahih ber-dasarkan syarat Muslim, dari Jabir bin Abdillah[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan

,

أَتَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم بَوَاكٍ، فَقَالَ: اللّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا مَرِيْئًا مَرِيْعًا نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ
عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ. فَأَطْبَقَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ.

“Sejumlah wanita datang kepada Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam keadaan menangis (karena sedikit hujan), maka beliau berdoa, ‘Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang memberikan bantuan, me-nyenangkan, tidak membahayakan, deras, tidak menimbulkan kerugian, segera dan tidak ditunda.’ Maka langit pun menurunkan hujan pada mereka.”

Kami meriwayatkan di dalamnya dengan sanad shahih dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya[radiyallahu ‘anhum]. Ia mengatakan

,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا اسْتَسْقَى قَالَ: اللّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ، وَانْشُرْ
رَحْمَتَكَ، وَأَحْيِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ.

“Jika Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] meminta hujan, beliau berdoa (yang artinya), ‘Ya Allah, turunkanlah hujan kepada para hambaMu dan binatang ternak, tebarkan rahmatMu, dan hidupkan negeriMu yang gersang’.”

Kami meriwayatkan di dalamnya dengan sanad shahih -Abu Dawud menga-takan di akhirnya, “Ini sanad yang bagus”- dari Aisyah[radiyallahu ‘anha], ia mengatakan

,

شَكَا النَّاسُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم قُحُوْطَ الْمَطَرِ، فَأَمَرَ بِمِنْبَرٍ، فَوُضِعَ لَهُ فِي الْمُصَلَّى،
وَوَعَدَ النَّاسَ يَوْمًا يَخْرُجُوْنَ فِيْهِ، فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم حِيْنَ بَدَا حَاجِبُ الشَّمْسِ،
فَقَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ صلى الله عليه و سلم ، فَكَبَّرَ، وَحَمِدَ اللهَ سبحانه و تعالى ، ثُمَّ قَالَ:
إِنَّكُمْ شَكَوْتُمْ جَدْبَ دِيَارِكُمْوَاسْتِئْخَارَ الْمَطَرِ عَنْ إِبَّانِ زَمَانِهِ عَنْكُمْ، وَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ سُبْحَانَهُ أَنْ
تَدْعُوْهُ، وَوَعَدَكُمْ أَنْ يَسْتَجِيْبَ لَكُمْ. ثُمَّ قَالَ: الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، مَالِكِ
يَوْمِ الدِّيْنِ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ. اللّهُمَّ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ الْغَنِيُّ، وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ، أَنْزِلْ
عَلَيْنَا الْغَيْثَ، وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلاَغًا إِلَى حِيْنٍ. ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ، فَلَمْ يَزَلْ فِي الرَّفْعِ حَتَّى بَدَا
بَيَاضُ إِبْطَيْهِ، ثُمَّ حَوَّلَ إِلَى النَّاسِ ظَهْرَهُ، وَقَلَبَ (أَوْ: حَوَّلَ) رِدَاءَ هُ، وَهُوَ رَافِعٌ يَدَيْهِ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى
النَّاسِ، وَنَزَلَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ. فَأَنْشَأَ اللهُ سبحانه و تعالى سَحَابَةً، فَرَعَدَتْ وَبَرَقَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ بِإِذْنِ
اللهِ سبحانه و تعالى ، فَلَمْ يَأْتِ مَسْجِدَهُ حَتَّى سَالَتِ السُّيُوْلُ، فَلَمَّا رَأَى سُرْعَتَهُمْ إِلَى الْكِنِّ،
ضَحِكَ سبحانه و تعالى حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَأَنِّيْ عَبْدُ
اللهِ وَرَسُوْلُهُ.

“Orang-orang mengadu kepada Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] karena hujan yang tak kunjung tiba, maka beliau memerintahkan agar membawa mimbar dan meletakkannya di tanah lapang. Beliau meme-rintahkan orang-orang untuk keluar pada hari tertentu. Beliau pun keluar ketika matahari telah terbit, lalu beliau duduk di atas mimbar lantas bertakbir dan memuji Allah[Subhanahu waTa`ala]. Kemudian beliau bersabda, ‘Kalian mengeluhkan kekeringan negeri kalian dan hujan tertahan turun dari waktu turunnya kepada kalian. Sementara Allah[Subhanahu waTa`ala] memerintahkan kepada kalian agar berdoa kepadaNya, dan Dia berjanji mengabulkan doa kalian.’ Kemudian beliau berdoa, ‘Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang Menguasai Hari Pembalasan. Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Dia melakukan apa yang dikehendakiNya. Ya Allah, Engkaulah Allah. Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Mahakaya, sementara kami sangat butuh kepadaMu. Turunkanlah hujan kepada kami, dan jadikanlah apa yang Engkau turunkan kepada kami sebagai kekuatan dan bekal hingga waktu yang ditentukan.’ Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya, dan terus mengangkatnya hingga tampak kedua ketiaknya yang putih. Kemudian beliau membalik punggungnya kepada manusia dan membalik selendangnya dalam keadaan mengangkat kedua tangannya. Kemudian menghadap manusia, lalu turun (dari mimbar), kemudian melaksanakan shalat dua rakaat. Setelah itu Allah menciptakan awan, disertai guntur dan kilat, kemudian turun hujan dengan seizin Allah c. Air telah menga-lir sebelum beliau sampai di masjidnya. Ketika beliau melihat kesegeraan mereka ke tempat bernaung (dari hujan), beliau pun tertawa hingga tampak gigi-gigi taringnya, seraya mengatakan, ‘Aku bersaksi bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya aku adalah hamba dan utusanNya’.”

Aku katakan: (إِبَّانُ الشَّيْءِ) ialah waktunya. (قُحُوْطُ الْمَطَرِ)ialah tertahan (tidak kunjung hujan). (الجَدْبُ) kekeringan adalah lawan dari (الخِصْبُ) subur. Kemudian perkataannya (ثُمَّ أَمْطَرَتْ) demikianlah yang tersebut dalam riwayat, yakni dengan huruf alif pada kata (أمْطَرَتْ). Ada dua bahasa dalam kata ini, yaitu (مَطَرَتْ) dan (أمْطَرَتْ). Tidak perlu dihiraukan orang yang berpendapat bahwa tidak diucapkan: (أمْطَرَ) dengan huruf alif kecuali berkena-an dengan azab. Perkataan: (بَدَتْ نَوَاجِذُهُ), yakni nampak gigi-gigi taringnya.

Ketahuilah, dalam hadits ini terdapat penegasan bahwa khutbah dilaksanakan sebelum shalat, sebagaimana ditegaskan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Ini dibawa dalam pengertian boleh. Namun, yang masyhur dalam kitab-kitab fikih karya para sahabat kami (dari kalangan asy-Syafi’iyah) dan selainnya bahwa dianjurkan men-dahulukan shalat dari khutbah; berdasarkan hadits-hadits lainnya bahwa Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] mendahulukan shalat daripada khutbah. Wallahu a’lam.

Dianjurkan menggabungkan doa antara mengeraskan dan melembutkan suara serta mengangkat tangan tinggi-tinggi.
Menurut asy-Syafi’i[rahimahullah], hendaklah mereka berdoa

,

اَللّهُمَّ أَمَرْتَنَا بِدُعَائِكَ، وَوَعَدْتَنَا إِجَابَتَكَ، وَقَدْ دَعَوْنَاكَ كَمَا أَمَرْتَنَا، فَأَجِبْنَا كَمَا وَعَدْتَنَا.
اَللّهُمَّ امْنُنْ عَلَيْنَا بِمَغْفِرَةِ مَا قَارَفْنَا، وَإِجَابَتِكَ فِيْ سُقْيَانَا، وَسَعَةِ رِزْقِنَا. وَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَيُصَلِّيْ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم، وَيَقْرَأُ آيَةً أَوْ آيَتَيْنِ، وَيَقُوْلُ اْلإِمَامُ: أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ.

“Ya Allah, Engkau memerintahkan kami untuk berdoa kepadaMu dan menjanjikan kepada kami untuk mengabulkannya. Kami telah berdoa kepadaMu sebagaimana yang Engkau perintah-kan kepada kami, maka kabulkanlah doa kami sebagaimana yang Engkau janjikan. Ya Allah, berilah kami karunia dengan ampunan atas dosa yang pernah kami perbuat dan pengabulan permohonan hujan kami, dan meluaskan rizki kami.” Kemudian berdoa untuk kaum mukminin dan mukminat, bershalawat atas Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam], membaca satu atau dua ayat, dan Imam mengucapkan: Aku memohon ampunan kepada Allah untukku dan untuk kalian.

Hendaklah berdoa dengan doa kesusahan, dan dengan doa lainnya

,

اَللّهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

“Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta jauhkanlah kami dari siksa neraka.”

Dan doa-doa lainnya yang kami sebutkan dalam hadits-hadits shahih.

Asy-Syafi’i[rahimahullah]mengatakan dalam al-Umm, “Imam berkhutbah dua kali dalam Istisqa’ sebagaimana berkhutbah dalam shalat Id. Dalam dua khutbah tersebut ia bertakbir, bertahmid, bershalawat kepada Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam], memperbanyak istighfar hingga ia menjadi mayoritas ucapannya, dan sering mengucapkan

,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا, يُرْسِلِ السَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا

“Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.” (Nuh: 10-11)

Kemudian diriwayatkan dari Umar[radiyallahu ‘anhu] bahwa dia meminta hujan, dan kebanyakan doanya adalah istighfar.

Asy-Syafi’i mengatakan, “Hendaklah mayoritas doanya adalah istighfar: ia memulai doa dengannya, memisah di antara ucapan dengannya, dan menutup dengannya, dan menjadikannya sebagai ucapan yang terbanyak hingga ucapannya berakhir, dan mengan-jurkan kepada manusia untuk bertaubat, taat, dan mendekatkan diri kepada Allah[Subhanahu waTa`ala].

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky