Haji wajib atas setiap muslim, laki-laki dan perempuan, namun untuk wanita disyaratkan, disamping syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya, adanya mahram di mana dia berangkat bersamanya untuk menunaikan ibadah haji, ini adalah pendapat jumhur ulama termasuk Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad.

Dalam ash-Shahihain, seorang laki-laki berkata, “Rasulullah, sesungguhnya istriku berangkat haji sedangkan aku berangkat dengan pasukan begini dan begini.” Maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya,

اِنْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ

Berangkatlah dan hajilah bersama istrimu.” Muttafaq alaihi, al-Bukhari no. 3006 dan Muslim no. 3259.

Mahram seorang wanita adalah suaminya atau laki-laki yang haram menikahinya untuk selama-lamanya karena hubungan nasab, atau haram menikahinya karena sebab yang mubah seperti hubungan susuan atau akibat adanya hubungan pernikahan seperti menantu dan mertua.

Imam an-Nawawi berkata, “Asy-Syafi’i dan rekan-rekan berkata, ‘Haji tidak wajib atas wanita kecuali bila dia aman terhadap dirinya dengan adanya suami atau mahram nasab atau non nasab atau rekan-rekan wanita yang terpercaya.” (Al-Majmu’ 7/86).

Al-Bukhari meriwayatkan dari Adi bin Hatim bahwa Nabi bertanya kepadanya, “Wahai Adi, apakah kamu pernah melihat Hirah?” Adi menjawab, “Belum, tetapi aku mendengar tentangnya?” Nabi bersabda, “Bila umurmu panjang maka kamu akan melihat haudaj berangkat dari Hirah sehingga ia thawaf di Ka’bah, ia tidak takut kecuali Allah.”

Pendapat pertama lebih kuat, karena laki-laki itu diperintahkan oleh Rasulullah untuk meninggalkan keikutsertaannya di pasukan perang, padahal kita tahu keutamaan jihad di jalan Allah, untuk menyertai istrinya menunaikan ibadah haji. Di samping itu haji adalah safar dan Rasulullah dalam hadits beliau melarang seorang wanita melakukan safar tanpa mahram, termasuk safar haji.

Adapun hadits Adi di atas maka ia hanya menjelaskan sesuatu yang akan terjadi dan ia terjadi demikian tanpa mempertimbangkan sisi hukum syar’inya. Ibnul Mundzir berkata, “Pendapat kedua meninggalkan zhahir hadits dan mereka menetapkan syarat-syarat yang tidak berdasar.” Wallahu a’lam.