Ketahuilah bahwa shalat Tarawih adalah sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama, yaitu 20 rakaat dan salam pada tiap-tiap dua rakaat.

Tata cara shalat ini seperti shalat-shalat lainnya sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, dan dibaca di dalamnya semua dzikir yang telah disebutkan, seperti doa iftitah, menyempurnakan dzikir-dzikir yang lainnya, menyempurnakan tasyahud dan doa sesudahnya, serta hal-hal lainnya yang telah disinggung sebelumnya. Meskipun ini sudah jelas dan diketahui, namun aku tetap mengingatkannya, karena banyak manusia yang meremehkannya dan membuang banyak dzikir. Dan yang benar ialah yang telah disebutkan sebelumnya.

Adapun bacaan dalam shalat tarawih, maka pendapat terpilih yang dikatakan oleh mayoritas ulama dan dipraktekkan oleh khalayak, ialah mengkhatamkan seluruh al-Qur`an selama sebulan dalam shalat tarawih. Pada tiap-tiap malam membaca sekitar satu juz dari tiga puluh juz, dan dianjurkan untuk membacanya dengan tartil dan jelas, dan hendaklah imam tidak memperpanjang bacaan dengan membaca lebih dari satu juz (sehingga mem-buat mereka jemu).

Waspadalah terhadap kebiasaan yang dilakukan oleh para imam yang bodoh di banyak masjid yang membaca surat al-An’am secara keseluruhan pada rakaat terakhir di malam ketujuh bulan Ramadhan, karena beranggapan bahwa surat ini turun secara keseluruhan (pada malam tersebut). Ini adalah bid’ah yang buruk dan kebodohan yang nyata, yang mengandung berbagai kerusakan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam pembahasan tentang Tilawah al-Qur`an.

DZIKIR-DZIKIR SHALAT HAJAT

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abdul-lah bin Abi Aufa[radiyallahu ‘anhu], ia berkata, “Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda

,

مَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى اللهِ سبحانه و تعالى أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ، فَلْيَتَوَضَّأْ، وَلِيُحْسِنِالْوُضُوْءَ، ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللهِ سبحانه و تعالى ، وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، ثُمَّ لِيَقُلْ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ،
أَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالْغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لاَ تَدَعْ لِيْ ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًى إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

“Barangsiapa yang memiliki hajat kepada Allah[Subhanahu waTa`ala] atau kepada salah seorang dari bani Adam, maka hendaklah ia berwudhu dan membaguskan wudhunya, kemudian shalatlah dua rakaat, kemudian pujilah Allah[Subhanahu waTa`ala] dan bershalawatlah kepada Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam]. Kemudian ucapkanlah (yang arti-nya), ‘Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Penyantun lagi Maha Pemurah. Mahasuci Allah Rabb Arasy Yang Mahaagung. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Aku memohon kepadaMu hal-hal yang mendatangkan rahmatMu dan ampunan-Mu, mendapatkan segala kebajikan dan selamat dari segala dosa. Janganlah biarkan dosaku melainkan Engkau hapus-kan, jangan biarkan kesedihan melainkan Engkau hilangkan, dan jangan pula biarkan suatu hajat pun yang membuatmu ridha melainkan Engkau selesaikan, wahai Yang Penyayang di antara para penyayang’.” At-Tirmidzi mengatakan, “Dalam sanadnya ada komentar.”

Aku katakan, Dianjurkan agar berdoa dengan doa kesusahan, yaitu:

اَللّهُمَّ آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

“Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta jauhkanlah kami dari azab neraka.”
Sebagaimana yang telah kami kemukakan dari Shahihain.

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Utsman bin Hunaif[radiyallahu ‘anhu]

,

أَنَّ رَجُلاً ضَرِيْرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم ، فَقَالَ: ادْعُ اللهَ سبحانه و
تعالى أَنْ يُعَافِيَنِيْ. قَالَ: إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ، وَإِنْ شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ. قَالَ: فَادْعُهُ. فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ
وُضُوْءَ هُ وَيَدْعُوَ بِهذَا الدُّعَاءِ: اللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ صلى الله عليه و سلم يَا مُحَمَّدُ، إِنِّيْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّيْ فِي حَاجَتِيْ هذِهِ لِتُقْضَي لِيْ. اَللّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ.

“Bahwa seseorang yang buta matanya datang kepada Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam] seraya mengatakan, Berdoa-lah kepada Allah agar menyembuhkanku. Beliau menjawab, Jika kamu mau, aku berdoa (untukmu); dan jika mau, bersabarlah; karena itu lebih baik bagimu. Ia mengatakan, Berdoalah! Maka beliau memerintahkannya agar berwudhu dan membaguskan wudhunya serta berdoa dengan doa ini (yang artinya), Ya Allah, aku memohon kepadaMu dan menghadap kepadaMu dengan nabiMu, Muhammad, nabi rahmat. Wahai Muhammad, aku menghadap denganmu kepada Rabbku untuk hajatku ini agar diselesaikan. Ya Allah, terimalah syafa’atnya untukku’.” At-Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih.

BAB DZIKIR-DZIKIR SHALAT TASBIH

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi darinya, ia mengatakan, “Diriwayat-kan dari Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam] lebih dari satu hadits berkenaan dengan shalat Tasbih, namun kebanyak-an tidak shahih.”

Ia berkata, “Ibn al-Mubarak dan sejumlah ulama lainnya berpendapat adanya shalat Tasbih, dan mereka menyebutkan keutamaannya.”

At-Tirmidzi mengatakan, Ahmad bin Abdah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Wahb menceritakan kepada kami, ia mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Abdullah bin al-Mubarak tentang shalat Tasbih, maka ia menjawab, ‘Ia bertakbir, kemu-dian mengucapkan,

سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلهَ غَيْرُكَ.

‘Mahasuci Engkau ya Allah, segala puji bagiMu, Mahasuci namaMu, Mahatinggi keagung-anMu dan tiada tuhan yang berhak disembah selainMu’.”

Kemudian ia mengucapkan sebanyak lima belas kali,

سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لله، وَلاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ.

‘Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Allah Mahabesar.’ Kemudian membaca ta’awwudz dan membaca Bismillahirrahmanir-rahim, al-Fatihah dan surat lain. Kemudian membaca,

سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لله، وَلاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ.

‘Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Allah Mahabesar,’ sebanyak sepuluh kali, kemudian rukuk lalu membacanya sebanyak sepuluh kali. Kemudian mengangkat kepalanya (bangun dari rukuk) lalu mengucapkan-nya sebanyak sepuluh kali. Kemudian bersujud lalu mengucapkannya sebanyak sepuluh kali. Kemudian mengangkat kepalanya (duduk di antara dua sujud) lalu mengucapkan-nya sebanyak sepuluh kali. Kemudian bersujud yang kedua lalu membacanya sebanyak sepuluh kali. Ia melaksanakan empat rakaat seperti ini. Jadi semuanya ada 75 tasbih pada setiap rakaat; dimulai dengan membaca lima belas kali tasbih, kemudian membaca surat, kemudian bertasbih sepuluh kali. Jika ia shalat pada malam hari, maka aku lebih suka agar ia salam pada tiap-tiap dua rakaat. Jika ia shalat pada siang hari; maka jika suka, ia boleh salam (pada tiap-tiap dua rakaat) dan jika suka, ia tidak salam.”

Dalam satu riwayat dari Abdullah bin Mubarak bahwa ia mengatakan, “Dalam rukuk ia mula-mula membaca,

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ.

‘Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung.’

Dan dalam sujud mula-mula ia membaca,

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى.

‘Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi.’ sebanyak tiga kali, kemudian membaca tasbih-tasbih tersebut.”

Ditanyakan kepada Ibnu al-Mubarak, “Jika ia mengalami lupa dalam shalat ini, apa-kah ia bertasbih sepuluh kali dalam dua sujud sahwi?” Ia menjawab, “Tidak, karena shalat Tasbih hanya 300 tasbih.”

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Rafi'[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan “Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda kepada al-Abbas,

يَا عَمِّ، أَلاَ أَصِلُكَ؟ أَلاَ أَحْبُوْكَ؟ أَلاَأَنْفَعُكَ؟ قَالَ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: يَا عَمِّ، صَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْقُرْآنِ وَسُوْرَةٍ، فَإِذَا انْقَضَتِ الْقِرَاءَ ةُ، فَقُلْ: اَللهُ أَكْبَرُوَالْحَمْدُ لله وَسُبْحَانَ اللهِ (وَلاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ) خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً قَبْلَ أَنْ تَرْكَعَ. ثُمَّ ارْكَعْ، فَقُلْهَا عَشْرًا. ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ، فَقُلْهَا
عَشْرًا. ثُمَّ اسْجُدْ، فَقُلْهَا عَشْرًا. ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ، فَقُلْهَا عَشْرًا. (ثُمَّ اسْجُدِالثَّانِيَةَ، فَقُلْهَا عَشْرًا. ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ، فَقُلْهَا عَشْرًا) قَبْلَ أَنْ تَقُوْمَ. فَتِلْكَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ، وَهِيَ ثَلاَثُ مِائَةٍ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ. فَلَوْ كَانَتْ ذُنُوْبُكَ مِثْلَ رَمْلِ عَالِجٍ، غَفَرَهَا اللهُ سبحانه و تعالى لَكَ. قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَنْ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَقُوْلَهَا فِي (كُلِّ) يَوْمٍ، قَالَ: إِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ أَنْ تَقُوْلَهَا فِي (كُلِّ) يَوْمٍ،
فَقُلْهَا فِي جُمُعَةٍ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ أَنْ تَقُوْلَهَا فِي جُمُعَةٍ، فَقُلْهَا فِي شَهْرٍ. فَلَمْ يَزَلْ يَقُوْلُ لَهُ حَتَّى قَالَ:
فَقُلْهَا فِي سَنَة

‘Wahai paman, bukankah aku menjalin silaturahim denganmu? Bukankah aku memberimu? Bukankah aku memberi manfaat kepadamu?’ Ia menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Wahai paman, shalatlah empat rakaat: dengan membaca al-Fatihah dan surat pada tiap-tiap rakaat. Setelah selesai membacanya, ucapkanlah: Allah Mahabesar, segala puji hanya bagi Allah, Mahasuci Allah (tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah) sebanyak lima belas kali sebelum rukuk. Kemudian rukuklah lalu ucapkanlah sebanyak sepuluh kali. Kemudian angkat kepalamu (bangun dari rukuk) lalu ucapkanlah sebanyak sepuluh kali. Kemudian sujudlah lalu ucapkanlah sebanyak sepuluh kali. Kemudian angkatlah kepalamu (duduk di antara dua sujud) lalu ucapkanlah sebanyak sepuluh kali. Kemudian sujudlah yang kedua, lalu ucapkanlah sebanyak sepuluh kali. Kemudian angkatlah kepalamu lalu ucapkanlah sebanyak sepuluh kali sebelum berdiri. Semuanya berjumlah 75 tasbih pada setiap rakaat, yaitu 300 tasbih dalam empat rakaat. Seandainya dosamu sebanyak kerikil yang tak terhitung jumlahnya, niscaya Allah mengampuni dosamu.’ Al-Abbas mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, siapakah yang mampu melaksanakannya setiap hari?’ Beliau menjawab, ‘Jika kamu tidak sanggup melaksanakannya dalam setiap hari, maka lakukanlah sekali dalam setiap Jum’atnya (yakni setiap pekannya). Jika kamu tidak sanggup melaksanakannya dalam setiap jum’atnya, maka lakukanlah sekali dalam sebulan.’ Beliau terus mengatakan kepada-nya hingga mengatakan, ‘Lakukanlah sekali dalam setahun’.” At-Tirmidzi menilai, ini hadits hasan gharib.

Aku katakan, Imam Abu Bakar bin al-Arabi di dalam kitabnya, al-Ahwadzi fi Syarh at-Tirmidzi, mengatakan, “Hadits Abu Rafi’ ini dhaif, tidak memiliki sumber dalam kesha-hihan atau kehasanan.” Ia melanjutkan, “At-Tirmidzi menyebutkannya hanya untuk memperingatkan hadits tersebut agar tidak tertipu dengannya.” Ia melanjutkan, “Ucapan Ibnu al-Mubarak bukan suatu hujjah.” Demikian pernyataan Abu Bakar bin al-Arabi.

Al-Uqaili mengatakan, “Berkenaan dengan shalat Tasbih, tidak ada satu hadits pun yang tsabit (shahih).”

Abu al-Faraj bin al-Jauzi menyebutkan hadits-hadits tentang shalat Tasbih dan ber-bagai jalur periwayatannya, kemudian mendhaifkan seluruhnya dan menjelaskan kedhaif-annya. Ia menyebutkannya dalam kitabnya, al-Maudhu’at.

Sampai kepada kami dari Imam al-Hafizh Abu al-Hasan ad-Daruquthni[rahimahullah]bahwa ia mengatakan, “Yang paling shahih tentang keutamaan surat-surat ialah keutamaan qul huwallahu ahad (surat al-Ikhlash), dan yang paling shahih tentang keutamaan sejumlah shalat ialah keutamaan shalat Tasbih.”

Aku telah menyebutkan ucapan ini secara musnad dalam kitab Thabaqat al-Fuqaha’ tentang biografi Abu al-Hasan Ali bin Umar ad-Daruquthni. Dari pernyataan ini tidak mengharuskan bahwa hadits tentang shalat Tasbih itu shahih, karena mereka mengata-kan, “Ini yang paling shahih mengenai apa yang disebutkan dalam bab ini,” meskipun ia dhaif. Dan yang mereka maksud ialah yang paling kuat dan paling sedikit kedhaifannya.

Aku katakan, Segolongan imam dari kalangan sahabat kami menyatakan tentang dianjurkannya shalat Tasbih ini, di antaranya adalah Abu Muhammad al-Baghawi dan Abu al-Muhasin ar-Ruyani dalam kitabnya, al-Bahr, di akhir kitab [al-Jana’iz dari kitab tersebut, “Ketahuilah bahwa shalat Tasbih itu dianjurkan. Ia dianjurkan untuk dilakukan pada setiap saat dan tidak boleh dilalaikan.” Ia mengatakan, “Demikianlah pendapat Ibnu al-Mubarak dan segolongan ulama.” Ia melanjutkan, “Ditanyakan kepada Abdullah bin al-Mubarak, ‘Jika ia lupa dalam shalat Tasbih, apakah ia bertasbih sepuluh kali dalam dua sujud sahwi?’ Ia menjawab, ‘Tidak, karena shalat Tasbih itu hanyalah 300 tasbih’.”

Aku hanyalah menyebutkan perkataan ini berkenaan dengan sujud sahwi, meskipun telah disinggung sebelumnya, karena ada faidah yang tersembunyi padanya, yaitu bahwa Imam semisalnya jika menuturkan hal ini dan tidak mengingkarinya, maka itu mengesan-kan bahwa ia menyetujuinya. Sehingga banyak orang yang berpendapat dengan hukum ini. Ar-Ruyani ini termasuk salah seorang tokoh dari kalangan sahabat kami yang sangat berilmu. Wallahu a’lam.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky