Larangan-larangan ihram adalah perkara-perkara yang wajib dijauhi oleh muhrim karena ihram, larangan-larangan ini ada sembilan:

Pertama, memotong rambut. Orang yang sedang ihram haram membuang apa yang ada pada tubuhnya tanpa alasan seperti mencukur, mencabut atau memotong, berdasarkan firman Allah Ta’ala, artinya,
Dan janganlah kamu mencukur rambutmu sebelum hewan hadyu itu sampai di tempat penyembelihannya.” (Al-Baqarah: 196).

Allah Ta’ala menyebutkan mencukur rambut kepala, rambut di bagian tubuh lainnya sama dengan rambut kepala dengan kesepakatan para ulama.

Jika muhrim mencukur rambut karena kutu dan sejenisnya, “Maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” (Al-Baqarah: 196).

Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa tiga hari atau memberi makan enam orang miskin atau menyembelih seekor kambing.” Muttafaq alaihi, al-Bukhari no. 1816 dan Muslim no. 2875.

Kedua, memotong kuku atau memendekkannya dari tangan maupun kaki tanpa alasan. Jika kukunya patah lalu dia membuangnya atau kuku tersebut lepas mengikuti kulit maka tidak ada kewajiban fidyah atasnya, karena ia hilang mengikuti selainnya.

Ketiga, menutup kepala untuk laki-laki, karena Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melarang memakai surban dan burnus (jemper). Allamah Ibnul Qayyim berkata, “Setiap yang menempel dengan pemakainya dengan maksud menutup kepala seperti surban, topi, peci dan sebagainya dilarang dengan kesepakatan.” Muhrim boleh berteduh dengan tenda atau pohon atau payung, karena Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam masuk tenda saat beliau ihram.

Keempat, laki-laki tidak memakai pakaian berjahit di tubuhnya atau sebagian tubuhnya, seperti baju gamis atau surban atau celana dan apa yang dibuat seukuran anggota tubuh seperti khuffain, sarung tangan dan kaos kaki, berdasarkan hadits dalam ash-Shahihain bahwa Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam ditanya tentang apa yang dipakai oleh muhrim? Beliau menjawab,

لاَ يَلْبَسُ القَمِيْصَ وَلاَ العِمَامَةَ وَلاَ البَرَانِسَ وَلاَ السَّرَاوِيْلَ وَلاَ ثَوْباً مَسَّهُ وَرَسٌ وَلاَ زَعْفَرَان وَلاَ الخُفَّيْنِ

Tidak memakai baju gamis, surban, burnus dan celana, tidak pula memakai kain yang tercelup waras dan za’faran, tidak juga memakai khuffain.” Al-Bukhari no. 1542 dan Muslim no. 2783 dari Ibnu Umar.

Untuk wanita tidak memakai niqab atau burqa dan sarung tangan, tetapi tetap boleh menutupi wajah dan kedua tangannya dengan selain burqa dan sarung tangan.

Kelima, minyak wangi. Muhrim haram memakai minyak wangi pada tubuh dan pakaiannya atau memakainya pada makan atau minum, karena Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan pemilik jubah untuk membasuh minyak wangi dan melepaskan jubah. Al-Bukhari no. 1789 dan Muslim no. 2790 dari Ya’la bin Umayyah.

Keenam, membunuh dan memburu binatang buruan darat berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman,artinya, janganlah kamu membunuh binatang buruan saat kamu sedang ihram.” (Al-Maidah: 95). Yakni berihram dengan haji atau umrah.

Haram atas muhrim memakan apa yang dia buru atau diburu untuknya atau dia membantu perburuannya karena baginya ia seperti bangkai. Muhrim boleh menyembelih hewan jinak seperti ayam dan hewan ternak, karena ia bukan hewan buruan.

Ketujuh, akad nikah untuk diri sendiri, muhrim tidak melangsungkan akad nikah untuk diri sendiri dan untuk orang lain melalui perwalian atau perwakilan, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Usman,

لايَنْكِحُ المُحْرِمُ وَلاَ يُنْكِحُ

Muhrim tidak menikah dan tidak pula menikahkan.” Muslim no. 3432.

Kedelapan, bersetubuh berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Barangsiapa menetapkan niatnya untuk melakukan ibadah haji di bulan-bulan itu maka tidak boleh rafats.” (Al-Baqarah: 197).

Siapa yang melakukan persetubuhan sebelum tahallul pertama maka ibadah hajinya rusak, dia tetap harus menyelesaikannya dan merampungkan manasiknya, dia juga harus menggantinya di tahun berikut dan menyembelih unta. Bila persetubuhan setelah tahallul yang pertama maka ibadahnya tidak rusak, dia hanya menyembelih kambing.

Kesembilan, bermesraan dengan istri tetapi belum sampai tingkat persetubuhan, muhrim tidak boleh melakukan hal ini, karena ia termasuk rafats, sarana kepada persetubuhan yang dilarang, yang dimaksud di sini adalah menyentuh istri dengan hasrat. Wallahu a’lam.