Zhahir nas-nash tentang sifat diketahui dari satu segi dan tidak dari segi yang lain

Dari segi makna ia diketahui dan dari segi bagaimana tidak diketahui. Hal ini ditunjukkan oleh dalil sam’i dan aqli.

Di antara dalil sam’i adalah firman Allah Ta’ala, “Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.â€‌ (Shad: 29). Memperhatikan tidak berlaku kecuali pada apa yang mungkin dipahami maknanya agar seseorang bisa mengambil manfaat dari apa yang dipahaminya tersebut.

Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Quran agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.â€‌ (An-Nahl 44). Penjelasan Nabi saw terhadap al-Qur`an mencakup penjelasan lafzah dan maknanya.

Dari sisi akal, mustahil Allah Ta’ala menurunkan sebuah kitab atau Rasulullah saw bersabda, dan maksud dari diturunkannya kitab tersebut atau disabdakannya ucapan tersebut adalah membimbing manusia ke jalan yang benar, sementara dalam perkara yang paling penting dan paling dibutuhkan ia tidak dipahami layaknya huruf-huruf hijaiyah yang tidak tersusun menjadi sebuah kata sehingga bisa dipahami, hal seperti ini adalah kebodohan yang ditolak oleh hikmah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah berfirman, “Inilah suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu.â€‌ (Hud: 1).

Ini adalah dalil sam’i dan aqli yang menunjukkan bahwa kita mengetahui makna dari dalil-dalil sifat.

Adapun ketidaktahuan kita tentang bagaimana, maka hal ini telah dijelaskan pada kaidah keenam dari kaidah-kaidah tentang sifat.

Dari sini maka diketahui kebatilan madzhab ahli tafwidh yang menyerahkan ilmu tentang makna nash-nash sifat kepada Allah karena menurut mereka ia tidak dipahami dan mereka menisbatkan pendapat ini kepada salaf shalih, padahal salaf shalih berlepas diri dari madzhab buruk ini. Sebagian dari perkataan salaf yang menetapkan makna baik secara global maupun secara terperinci telah disebutkan. Ini artinya mereka memahami makna dari nash-nash sifat, hanya saja dalam perkara bagaimana, mereka menyerahkannya kepada Allah.

Ibnu Taimiyah dalam al-Aql wa an-Naql berkata, “Tafwidh adalah madzhab batil, karena sudah dimaklumi bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kita agar memperhatikan al-Qur`an, Dia mendorong kita untuk memikirkan dan memahaminya, jika demikian bagaimana mungkin yang dimaksud darinya adalah sebaliknya, yaitu agar kita tidak memperhatikannya, tidak memikirkan dan tidak memahaminya?â€‌

Zhahir nash-nash adalah makna yang terbersit dalam pikiran, dan ia berbeda-beda menurut konteks kalimat dan kepada apa atau siapa kalimat tersebut dinisbatkan

Satu kata memiliki makna dalam satu konteks dan makna berbeda dalam konteks yang lain. Susunan kalimat menunjukkan makna dalam bentuk tertentu dan makna lain dalam bentuk yang lain.

Kalimat, “Aku membuat ini dengan tanganku.â€‌ Kata â€کTanganku’ dalam kalimat ini tidaklah sama dengan kata â€کTangan’ dalam firman Allah Ta’ala, “Yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku.â€‌ (Shad: 75). Karena yang pertama dinisbatkan kepada makhluk, maka ia sesuai dengan makhluk, sedangkan dalam ayat dinisbatkan kepada Khalik, maka ia sesuai denganNya. Tidak ada seseorang yang berakal sehat dan berfitrah lurus yang meyakini bahwa tangan Khaliq seperti tangan makhluk atau sebaliknya.

Zhahir nash-nash tentang sifat adalah makna-makna yang terbersit di dalam benak secara langsung. Dalam perkara ini ada tiga golongan manusia.

Pertama, orang-orang yang menjadikan zhahir yang terbersit dalam benak sebagai makna yang benar yang patut bagi Allah Azza wa Jalla dan mereka membiarkan petunjuknya di atas itu. Mereka ini adalah salaf shalih yang mengikuti Nabi saw dan para sahabat.

Ibnu Abdul Bar berkata, “Ahlus Sunnah bersepakat menetapkan sifat-sifat yang tercantum di dalam al-Qur`an dan sunnah, beriman kepadanya dan memahaminya secara hakiki bukan majazi, hanya saja mereka tidak membagaimanakan sebagian darinya dan tidak pula membatasi dalam sifat tertentu saja.â€‌

Inilah madzhab yang shahih dan jalan yang lurus karena:

1- Madzhab ini merupakan penerapan sempurna terhadap petunjuk al-Qur`an dan sunnah yang mewajibkan menerima Asma` wa Sifat Allah yang tercantum di dalam keduanya.

2- Kebenaran bisa berpihak kepada salaf dan bisa berpihak kepada selain mereka. Yang kedua ini batil karena hal ini berarti bahwa salaf yang terdiri dari para sahabat dan tabiin telah berbicara dengan kebatilan dan tidak berbicara dengan kebenaran yang wajib diikuti, dan hal ini menyeret kepada dua kemungkinan, kemungkinan mereka jahil atau tidak tahu dan kemungkinan mereka tahu namun mereka menyembunyikannya dan keduanya adalah batil. Kebatilan konsekuensi perkataan menunjukkan kebatilan perkataan tersebut. Wallahu a’lam

Dari al-Qawa’id al-Mutsla, Ibnu Utsaimin.