16- Tiba di Aqabah hari 10 Dzul Hijjah, talbiyah dihentikan, melempar Aqabah, saat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melempar Aqabah, beliau menjadikan Makkah di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan, namun melempar dari arah mana pun sudah mencukupi.

17- Bila kerikil mengenai tiang dan masuk ke lingkaran atau masuk lingkaran tanpa mengenai tiang maka ia sudah cukup, demikian juga bila kerikil sudah mengenai sasaran kemudian mencelat ke luar maka ia sudah cukup insya Allah. Wallahu a’lam.

18- Setelah melempar Aqabah dan menyembelih hadyu, haji mencukur atau memendekkan, ini tahallul awal, yang pertama lebih utama berdasarkan sabda Nabi, “Ya Allah, ampunilah untuk orang-orang yang mencukur.” Orang-orang berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan.” Nabi menjawab, “Ya Allah, ampunilah untuk orang-orang yang mencukur.” Orang-orang berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan.” Nabi menjawab, “Ya Allah, ampunilah untuk orang-orang yang mencukur.” Orang-orang berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan.” Nabi menjawab, “Dan orang-orang yang memendekkan.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 1728 dan Muslim no. 1302.

19- Setelah tahallul ini disunnahkan untuk memakai wewangian kemudian ke Makkah untuk thawaf ifadhah yang juga disebut dengan thawaf ziarah yang merupakan rukun haji, thawaf inilah yang dimaksud dalam firman Allah, “Dan hendaknya mereka melakukan thawaf di rumah yang atiq ini.” (Al-Haj: 29) dan sa’i sesudahnya bagi siapa yang wajib sa’i.

20- Thawaf ifadhah boleh ditunda sampai menjelang keberangkatan dari Makkah, bahkan mungkin digabung dengan thawaf wada’ dengan melakukan satu thawaf untuk ifadhah sekaligus wada’.

21- Mufrid hanya sa’i sekali, sa’i haji, sedangkan qarin, menurut jumhur ulama, sa’i sekali untuk haji dan umrah sekaligus, untuk mutamaththi’ sebagian ulama berpendapat cukup sa’i sekali, sebagian yang lain berpendapat sa’i dua kali, yang kedua lebih shahih.

22- Di yaum nahr 10 Dzul Hijjah, urutan manasiknya adalah melempar Aqabah, menyembelih, mencukur atau memendekkan kemudian thawaf ifadhah lalu sa’i bagi yang wajib sa’i berdasarkan perbuatan Nabi dalam haji wada’ sebagaimana dalam Shahih Muslim no. 1288 dari Jabir.

23- Bila sebagian perbuatan di atas tidak diurutkan maka tidak mengapa, sebab Nabi memberikan keringanan untuk tidak mengurutkannya, dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi, “Saya thawaf ziarah padahal saya belum melempar.” Nabi menjawab, “Tidak masalah.” Dia berkata, “Saya mencukur sebelum menyembelih.” Nabi menjawab, “Tidak masalah.” Dia berkata, “Saya menyembelih sebelum mencukur.” Nabi menjawab, “Tidak masalah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 1722 dan Muslim no. 1307.

Dari Usamah bin Syarik berkata, saya ikut menunaikan haji bersama Rasulullah, orang-orang mendatangi beliau, ada yang berkata, “Rasulullah, saya sa’i sebelum thawaf.” Nabi menjawab, “Tidak masalah.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2015, dishahihkan oleh oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 2014.

24- Disunnahkan makan sebagian hadyu, menghadiahkan dan mensedekahkannya, Allah berfirman, “Makanlah darinya dan berilah makan kepada orang sengsara lagi fakir.” (Al-Haj: 28) Waktu penyembelihan hadyu adalah hari nahr dan tiga hari sesudahnya, tempatnya di wilayah al-haram.

25- Tahallul sempurna terwujud dengan melakukan tiga perkara: melempar Aqabah, mencukur atau memendekkan dan thawaf ifadhah plus sa’i bagi siapa yang harus sa’i sesudahnya, baik dia sudah menyembelih atau belum, karena menyembelih tidak berpengaruh terhadap tahallul baik tahallul awal atau tahallul sempurna, saat Nabi ditanya tentang orang yang mencukur dan belum menyembelih, beliau menjawab, “Tidak masalah.” Hadits di no. 23 di atas. Wallahu a’lam.