Pertanyaan:

Apa hukumnya seseorang mentransfer [memindahkan] hewan qurbannya ke daerah lain..??

Jawaban:

Syeikh Abul Hasan Al-Ma’ribi menjelaskan,

“Mengenai memindah hewan korban ke luar daerah maka hukumnya tergantung kondisi orang-orang miskin di daerah tempat tinggal shohibul qurban dan kondisi orang-orang miskin di daerah tujuan.

Jika di daerah tempat tinggal shohibul qurban terdapat banyak orang-orang miskin dan mereka mengharapkan agar mendapatkan daging korban maka yang lebih utama adalah tidak membawa hewan korban ke luar daerah.

Dalam al Mughni al-Muhtaj 6/135, asy-Syarbini mengutip perkataan al-Asnawi “Para ulama membolehkan mentransfer sedekah nadzar ke luar daerah sedangkan korban itu bagian dari sedekah” lalu berkomentar, “Perkataan beliau tersebut tertolak karena daging hewan korban itu diharap-harap orang-orang miskin daerah setempat, di samping itu korban tersebut pelaksanaannya terikat dengan waktu sehingga lebih tepat jika dianalogkan dengan zakat.

Hewan qurban itu berbeda dengan nadzar dan kaffarah yang tidak sensitif bagi perasaan orang-orang miskin. Oleh karena itu orang-orang miskin tidak menaruh banyak harapan pada nadzar dan kaffarah”.

Sedangkan jika daerah asal itu berlimpah orang kaya dan sedikit orang-orang miskin yang mengharapkan daging hewan korban padahal di daerah tujuan terdapat banyak orang miskin yang hati mereka itu perlu dihibur pada hari ini maka yang lebih baik adalah mentransfer hewan korban ke luar daerah dengan status bersedekah hewan, bukan sebagai hewan korban dari orang yang memberikan hewan tersebut.

Meskipun seandainya hewan tersebut ditransfer ke luar daerah dengan niat sebagai hewan korban juga dibolehkan. Hal ini berlaku untuk orang yang memiliki kelapangan rezeki sehingga orang tersebut juga tetap bisa menyembelih hewan korban di daerah tempat tinggalnya dengan hewan yang berbeda dengan hewan yang dia transferkan.

Andai ada orang yang ingin mengirimkan hewan korbannya dan korban keluarganya keluar daerah dengan niat sebagai hewan korban maka hukum masalah ini adalah turunan dari hukum shahibul qurban memakan sebagian daging hewan korban, wajib ataukah tidak.

Jika hal tersebut hukum wajib maka tidak boleh memindah hewan korban ke luar daerah, dalam kondisi semacam ini.

Sedangkan jika hukum shahibul qurban memakan sebagian daging korbannya adalah dianjurkan maka mengirim hewan korban keluar daerah adalah perbuatan yang kurang afdhol karena menyelisihi perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkorban untuk anggota keluarga padahal ada sebagian kaum muslimin (di luar Madinah) yang dalam kondisi sangat membutuhkan meski demikian beliau tidak pernah mengirimkan hewan korban ke luar daerah.

Alasan lain yang menunjukkan bahwa perbuatan tadi itu kurang afdhol adalah menimbang bahwa hewan korban adalah syiar Idul Adha karenanya tidak selayaknya bagi orang yang berkecukupan untuk meninggalkannya atau memilih bersedekah dengan uang ataupun barang pada hari itu.

Menyembelih hewan korban pada saat itu adalah amal yang diperintahkan karena perbuatan ini adalah jalan menuju takwa.

Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”(QS al Hajj:37)”

Sumber: Tanwir al ‘Ainain bi Ahkam al Adhohi wa al ‘Iedain karya Syeikh Abul Hasan al Ma’ribi, terbitan Maktabah al Furqon cetakan pertama 1421, hal 490, Lihat, http://ustadzaris.com/meninjau-hukum-transfer-hewan-qurban]