Kata bijak dari Arab berkata, “Akhiru ad-dawa` al-kayy.” Yang artinya obat pamungkas adalah menempel dengan besi panas. Maksudnya adalah mulailah dengan solusi ringan sebelum menggunakan solusi berat. Awali dengan mencari cara lunak sebelum cara keras.

Rumah tangga tidak bersih dari masalah, tidak steril dari problema, tidak bebas dari persoalan, semua itu menuntut pemecahan, mengharuskan solusi dan memerlukan pemecahan, orang bijak, dalam hal ini adalah dua pelaku rumah tangga, suami istri, dalam memecahkan sebuah masalah, akan selalu mencari solusi ringan sebelum solusi berat. Artinya apa pun masalah dalam rumah tangga, jangan menggunakan kekerasan karena kekerasan tergolong solusi berat yang hanya boleh dalam keadaan yang sangat dharurat sekali.

Kekerasan dalam bentuk memukul yang dikenal oleh masyarakat dengan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) termasuk faktor yang berperan penting dalam merusak kebahagiaan, hal itu karena, istri yang mendapatkan perlakuan seperti ini tidak akan menemukan ketenangan, dia selalu dalam ketakutan, lebih-lebih jika suami bertindak asal pukul, benar atau salah istri selalu kena pukul, lebih-lebih jika pukulannya kasar dan brutal. Istri yang diperlakukan seperti ini pasti berontak, dia akan menuntut berpisah dari suaminya dan dia memang berhak untuk itu.

Hal yang sama atau bisa jadi lebih runyam, bila ternyata pelaku kekerasan adalah istri yang bila marah, dia akan membanting, merusak atau bahkan memukul suaminya, mana tahan?

Ayat 34 surat an-Nisa` membolehkan suami memukul istri, akan tetapi tidak asal memukul, ayat ini meletakkan batasan dan ketentuannya. Pertama, ia dilakukan ketika istri nusyuz, yakni durhaka dengan tidak manaati suami dalam batas-batas yang dibolehkan, ini berarti jika istri belum terbukti nusyuz maka suami belum boleh melakukan, setelah terbukti istri nusyuz maka tidak otomatis suami langsung memukulnya, suami terlebih dulu harus melakukan dua tahapan sebelumnya yaitu menasihatinya, jika istri adalah muslimah yang shalihah dan dia terbukti nusyuz maka cukuplah nasihat baginya, dia akan menyadari kekeliruannya dan kembali ke jalan yang benar. Dengan demikian selesailah persoalannya tanpa ada kekerasan.

Kalaupun dengan nasihat belum cukup maka masih ada langkah kedua yang mesti dilalui yaitu berpisah darinya di tempat tidur. Dalam tahap ini kalau istri memang muslimah yang shalihah dan terbukti dia nusyuz maka dia akan menyadari, jadi suami tidak perlu melakukan langkah yang terakhir. Kalau tahap-tahap ini dilaksanakan dengan baik niscaya tidak akan terjadi pemukulan, jika suami memukul setelah dia menjalankan tahap-tahap tersebut dengan baik maka dalam kondisi ini istri adalah wanita dungu. Jadi siapa yang salah? Kambing yang tidak mempan dihardik dengan mulut memang pantas dihardik dengan tongkat.

Walaupun memukul diizinkan akan tetapi ia adalah cara pamungkas yang harus didahului oleh beberapa cara yang baik dan lembut, penulis yakin jika cara-cara ini dijalankan dengan baik niscaya tidak akan ada kekerasan dalam rumah tangga, dan agama Islam tidak dikambing-hitamkan sebagai pemicu kekerasan dalam rumah tangga hanya karena ia membolehkan memukul.

Lihatlah teladan Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, Aisyah berkata, “Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam tidak pernah sekalipun memukul sesuatu dengan tangannya, tidak wanita, tidak pula pembantu kecuali dalam keadaan jihad di jalan Allah.”Diriwayatkan oleh Muslim.

Di samping itu batasan memukul juga mesti diperhatikan, karena tujuannya adalah mendidik bukan menyakiti maka memukul yang dibolehkan adalah memukul yang tidak melukai dan tidak mematahkan, tidak melukai daging dan tidak mematahkan tulang, ditambah tidak memukul anggota yang diharamkan misalnya wajah sebagaimana dalam hadits Hakim bin Muawiyah di atas.

Batasan-batasan memukul yang diletakkan syariat ini tidak menemukan penerapannya di masyarakat. Yang kita lihat adalah bahwa suami memukul tanpa mengindahkan aturan-aturan dan batasan-batasannya. Dari sini muncul suara sumbang kepada Islam. Suara ini berkata, gara-gara Islam membolehkan memukul, maka para suami melakukan. Penulis berkata, lagi-lagi Islam yang terkena getahnya akibat ulah orang-orang bodoh yang tidak menengok aturan luhurnya. Islam benar, lurus dan bersih. Sebagian orang Islamlah yang menodai kebersihannya. Jadi jangan gebyah uyah, karena tidak semua sayur itu asin, sebagaimana tidak semua yang putih itu adalah gajih. Wallahu a’lam.