Yang Dijadikan Barometer dalam Perjanjian Usaha adalah Tujuan dan Pengertian Bukan Lafal dan Zhahir Ucapan

Kalau perjanjian usaha berlangsung, yang dilihat bukanlah lafal perjanjian yang diucapkan oleh kedua pihak yang melakukan akad. Namun harus dilihat tujuan mereka yang sesungguhnya dari semua ucapan mereka. Karena yang menjadi tujuan adalah pengertian lafal, bukan zhahirnya saja. Karena lafazh itu hanya merupakan delegasi dari pengertiannya. Yang menjadi barometer adalah pengertiannya, bukan lafalnya.

Kalau ada seseorang berkata, “Silahkan putar modal ini dan keuntungannya seluruhnya untuk Anda,” berarti uang itu dija-dikan sebagai pinjaman, meskipun ungkapannya adalah investasi modal. Demikian juga penjaminan dengan persyaratan bebasnya orang yang memindahkan, maka itu adalah hiwalah pada hakikatnya, meskipun diungkapkan dengan istilah penjaminan. Demikian seterusnya.

Ibnul Qayyim menandaskan, “Sesungguhnya tujuan adalah ruh dari perjanjian, yang dapat menyebabkan sah tidaknya perjanjian tersebut. Sorotan terhadap tujuan dalam perjanjian itu lebih tepat daripada orientasi terhadap lafal perjanjian saja. Karena lafal itu diucapkan untuk mewakili hal lain. Tujuan dari perjanjian, itulah yang menjadi sasaran dari lafal tersebut. Dengan demikian dapat dimaklumi bahwa barometer dari sebuah per-janjian adalah hakikat tujuannya, bukan sekedar zhahir lafazh yang diucapkan, atau aktivitas yang dilakukan.”