Ahlu Tasybih

Golongan yang menetapkan Asma wa Shifat tetapi meyakini bahwa nama dan sifat Allah sama dengan nama dan sifat makhluk. Karena menyamakan maka mereka disebut dengan Ahlu Tasybih.

Madzhab ini sesat lagi batil, kebatilannya terlihat dari beberapa sisi:

Pertama, mengingkari firman Allah Ta’ala yang menetapkan perbedaan antara Khalik dengan makhluk, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.â€‌ (Asy-Syura: 11).

Kedua, bahwa akal sehat menunjukkan adanya perbedaan antara Khalik dengan makhluk dalam dzat dan sifat, menyamakan Khalik dengan makhluk berarti menyelisihi akal sehat.

Ketiga, pemahaman Ahlu Tasybih ini menyeleisihi pemahaman salaf shalih.

Jika Ahlu Tasybih berkata, “Yang aku pahami dari tangan Allah atau wajahNya atau nuzulNya adalah seperti yang dimiliki oleh makhluk, karena Allah berfirman kepada kita sebatas apa yang kita pahami dan mengerti.â€‌ Maka jawaban atasnya dari tiga segi:

A- Bahwa Allah yang berfirman kepada kita juga berfirman, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.â€‌ (Asy-Syura: 11). Dia juga melarang kita untuk mengangkat sekutu-sekutu bagiNya, “Maka janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah sedangkan kalian mengetahui.â€‌(Al-Baqarah: 22). Firman Allah, sebagian dengan sebagian yang lain saling membenarkan.

B- Bukankah Anda mengetahui bahwa Allah mempunyai dzat yang tidak serupa dengan dzat para makhluk? Dia akan menjawab, “Ya.â€‌ Maka kami katakan, hendaknya Anda juga menyadari bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tidak serupa dengan sifat-sifat makhluk, karena pembicaran tentang sifat seperti pembicaraan tentang dzat, jika dibedakan maka akan lahir kontradiksi.

C- Bukankah Anda melihat pada makhluk yang bernama sama namun berbeda hakikat dan bagaimananya? Dia akan menjawab, “Ya.â€‌ Jika Anda menetapkan perbedaan di antara makhluk, lalu mengapa Anda tidak menetapkannya di antara makhluk dengan Khalik? Bukankah perbedaan di antara keduanya jauh lebih nyata dan jelas?

Ahlu Ta’thil

Golongan ini mengingkari makna Asma` wa Shifat yang patut dengan keagungan Allah dengan alasan menghindari tasybih, bahwa menetapkan otomatis menyerupakan atau menyamakan. Baik pengingkaran mereka ini mencakup seluruh Asma` wa Shifat atau pada salah satu dari keduanya atau terhadap sebagian darinya.

Madzhab ini sesat lagi batil dari beberapa segi:

Pertama, pelanggaran terhadap dalil-dalil syar’i di mana mereka memberikan makna batil yang tidak patut dan tidak dimaksud.

Kedua, memalingkan firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah saw dari zhahirnya, karena Allah Ta’ala berfirman dan Rasulullah saw bersabda dengan bahasa yang kita pahami, maka kita wajib memahaminya tanpa memalingkannya, sedangkan mereka justru memalingkannya bahkan mengingkarinya.

Ketiga, setelah memalingkan mereka menetapkan makna, seolah-olah mereka berkata, “Maksud Allah dan rasulNya bukan begini akan tetapi begitu.â€‌ Hal ini berarti berkata atas nama Allah tanpa ilmu dan ia haram dan dilarang keras. “Katakanlah, â€کTuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-A’raf: 33).

Keempat, madzhab ini menyelisihi petunjuk Nabi saw, para sahabat dan salaf shalih, dan tidak diragukan bahwa kebenaran bersama mereka bukan bersama Ahlu Ta’thil.

Kelima, kami katakan kepada Ahlu Ta’thil, apakah kalian lebih mengetahui tentang Allah daripada Allah? Apakah berita Allah tentang diriNya merupakan kebenaran? Adakah pembicaraan yang lebih jelas dan lebih fasih daripada firman Allah Ta’ala? Apakah Anda menduga bahwa Allah Ta’ala hendak mengaburkan pemahaman yang benar dari manusia terkait dengan dalil-dalil ini?

Kepada mereka juga kami berkata, apakah kalian lebih mengetahui tentang Allah daripada Rasulullah saw? Apakah berita Rasulullah saw tentang Allah merupakan kebenaran? Adakah pembicaraan yang lebih jelas dan lebih fasih daripada sabda Rasulullah saw? Apakah Anda mengetahui manusia yang paling tulus kepada manusia daripada Rasulullah saw?

Jika kalian wahai Ahlu Ta’thil mengetahui jawaban yang benar dari pertanyaan-pertanyaan di atas, mengapa kalian tidak berani menetapkan apa yang Allah Ta’ala tetapkan untukNya dan rasulNya tetapkan untukNya secara hakiki dan sesuai dengan zhahirnya yang patut dengan keagungan Allah? Mengapa kalian justru berani memalingkan bahkan meningkari kandungan makna yang shahih dari dalil-dalil syar’i?

Dari al-Qawa’id al-Mutsla, Ibnu Utsaimin.