Ketahuilah bahwa dzikir-dzikir yang dianjurkan bagi orang yang bermukim pada malam dan siang hari serta pada keadaan yang berbeda-beda, dan selainnya dari hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, juga dianjurkan untuk musafir. Musafir menambahkan dzikir-dzikir lainnya, dan inilah yang dimaksud dalam bab ini. Dzikir-dzikir tersebut banyak sekali. Aku akan meringkasnya, insya Allah, dan membuat bab-bab yang cocok untuknya, dengan memohon pertolongan kepada Allah dan bertawakal kepadaNya.

BAB ISTIKHARAH DAN ISTISYARAH (MEMINTA SARAN)

Ketahuilah, dianjurkan bagi siapa yang terlintas dalam benaknya untuk melakukan perjalanan agar bermusyawarah mengenai hal itu dengan orang yang diketahuinya me-miliki nasihat, belas kasih, pengalaman, dan kuat agamanya serta pengetahuannya. Allah Subha Nahu Wat’ala berfirman,

وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلأَمْرِ

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159)

Dalil-dalil mengenai hal itu cukup banyak.

Jika telah bermusyawarah dan jelas bahwa itu bermaslahat, hendaklah ia beristikharah kepada Allah mengenai hal itu dengan melaksanakan shalat dua rakaat selain shalat fardhu, lalu berdoa dengan doa istikharah yang telah kami kemukakan dalam babnya. Dalil istikharah ialah hadits yang telah disebutkan dari Shahih al-Bukhari, dan telah kami kemukakan di sana adab-adab doa dan tata cara shalat ini. Wallahu a’lam.

BAB DZIKIR-DZIKIR MUSAFIR SETELAH KEMANTAPAN TEKADNYA UNTUK MELAKUKAN PERJALANAN

Jika tekadnya untuk melakukan perjalanan sudah mantap, maka hendaklah ia ber-sungguh-sungguh untuk melakukan beberapa hal, di antaranya: berwasiat dengan wasiat yang diperlukannya dan menunjuk saksi atas wasiatnya; meminta maaf kepada semua pihak yang mana antara dirinya dan dia terdapat ikatan muamalah atau persahabatan; meminta keridhaan kepada kedua orang tuanya, para gurunya, dan kepada siapa saja yang dianjurkan untuk berbakti dan berlemah lembut kepadanya; bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepadaNya dari semua dosa dan kesalahan; serta memohon per-tolongan kepada AllahSubhanahu waTa`ala atas perjalanan yang dilakukannya.

Hendaklah ia bersungguh-sungguh untuk mempelajari sesuatu yang dibutuhkannya dalam perjalanannya.

Jika ia berperang, maka ia mesti mempelajari sesuatu yang dibutuhkan oleh orang yang berperang berupa perkara perang, doa-doa, masalah rampasan perang, sangat diha-ramkannya menghancurleburkan sesuatu dalam peperangan… dan yang lainnya.

Jika ia berhaji atau berumrah, maka ia mesti mempelajari tentang manasik haji, atau membawa kitab mengenai hal itu. Seandainya ia mempelajarinya dan membawa kitab, maka itu lebih baik. Demikian pula orang yang berperang dan selainnya, ia dianjurkan membawa kitab yang berisikan sesuatu yang dibutuhkannya.

Jika ia pedagang, maka ia mempelajari sesuatu yang dibutuhkannya berupa perkara jual beli: apa yang sah dan apa yang batil, apa yang halal dan apa yang haram, apa yang dianjurkan, dimakruhkan dan yang dimubahkan, serta apa yang rajih (kuat dalilnya) atas yang lainnya.

Jika ia beribadah, berkelana dan menjauhi manusia, maka hendaklah ia mempelajari sesuatu yang dibutuhkannya dalam urusan agamanya. Ini adalah perkara terpenting yang harus dituntutnya.

Jika ia termasuk orang yang berburu, maka hendaklah ia mempelajari sesuatu yang dibutuhkan oleh orang yang berburu, hewan apa yang dihalalkan dan diharamkan, apa yang membuat hewan buruan dihalalkan dan diharamkan, apa yang disyaratkan untuk disembelih, apa yang cukup dengan dibunuh oleh anjing atau anak panah, dan selainnya. Apabila dia seorang penggembala, maka hendaklah dia mempelajari sesuatu yang dibutuh-kan dari hal-hal yang telah lalu, berkaitan dengan hak-hak pihak lain dari kalangan yang memisahkan diri dari manusia, dia mempelajari sesuatu yang dibutuhkannya berupa tindakan lemah lembut terhadap hewan gembalaan, meminta nasihat berkaitan dengan hewan gembalaan, meminta nasihat kepada pemilik hewan gembalaan, memperhatikan penjagaan dan berwaspada terhadap hewan gembalaan, meminta izin kepada pemiliknya untuk menyembelih hewan yang perlu disembelih dalam beberapa kondisi karena adanya suatu sebab, dan selainnya.

Jika ia utusan seorang penguasa atau sejenisnya, maka hendaklah ia mencurahkan perhatiannya untuk mempelajari apa yang dibutuhkannya berupa adab-adab berbicara dengan para tokoh, menjawab apa yang diajukan kepadanya dalam dialog, jamuan dan hadiah apakah yang dihalalkan dan yang tidak dihalalkan untuknya, dia juga wajib mem-perhatikan nasihat dan menampakkan apa yang disimpannya dalam batinnya, tidak me-nipu dan berbuat nifak, serta hati-hati terhadap hal-hal yang menyebabkan pengkhianatan atau hal-hal lainnya yang diharamkan, dan selainnya.

Jika ia seorang wakil atau pelaksana dalam qiradh dan sejenisnya, maka hendaklah ia mempelajari apa yang dibutuhkannya berupa apa yang boleh dibelinya dan apa yang tidak boleh, apa yang boleh dijualnya dan apa yang tidak boleh, apa yang boleh dilaku-kannya dan apa yang tidak boleh, apa yang disyaratkan dan diwajibkan untuk dipersak-sikan serta apa yang tidak disyaratkan dan diwajibkan. Demikian pula perjalanan apakah yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.

Semua pihak yang telah disebutkan tadi; yaitu mereka yang hendak mengarungi lautan, hendaklah mempelajari keadaan yang dibolehkan untuk mengarungi lautan dan keadaan yang tidak diperbolehkan.

Semua ini disebutkan dalam kitab-kitab fikih, yang tidak tepat bila diuraikan dalam buku ini. Di sini penulis hanya bermaksud untuk menjelaskan dzikir-dzikir secara khusus.

Belajar yang disebutkan tadi termasuk dalam kategori dzikir, sebagaimana yang telah penulis kemukakan di awal buku ini. Aku memohon kepada Allah taufik dan husnul khatimah untuk diriku, para kekasihku dan kaum Muslimin seluruhnya.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky