Orang-orang Arab berkata, “Sehat adalah mahkota di kepala orang-orang yang sehat, ia hanya diketahui oleh orang-orang yang sakit.” Artinya orang yang sehat kurang menyadari bahwa dirinya memakai sebuah mahkota yang harganya sangat mahal, yang menyadari justru orang yang sakit yang kehilangan kesehatan, memang bila seseorang mempunyai sesuatu, terkadang dia kurang menghargai keberadaannya, namun saat sesuatu itu pergi, dia baru menyadari, begitulah manusia.

Bagi keluarga, kesehatan memang bukan satu-satunya faktor penyebab kebahagiaan dan keutuhannya, masih banyak faktor penunjang, namun tak bisa dipungkiri bahwa kesehatan adalah satu dari faktor-faktor tersebut, betapa tidak, saat keluarga dengan semua anggotanya diberi kesehatan, mereka semua bisa menjalankan perannya dalam keluarga secara maksimal, tidak ada sayap dalam kelurga yang timpang, semuanya berperan, kebersamaan tercipta dan perahu kelurga berjalan lancar karena semua pendayungnya mendayung secara bersama-sama.

Sebaliknya saat salah satu anggota kelurga ada yang sakit, bila dia adalah bapak atau suami, maka dia adalah kepala, bila kepala pusing maka anggota tubuh yang lain ikut pusing dan panas dingin, bila kepala sakit dan tidak berperan atau berperan maksimal, apa yang bisa dilakukan oleh anggota? Bila yang sakit adalah ibu atau istri, maka sebagai menejer rumah yang sakitnya jelas berbuntut mangkraknya isi rumah, bagaimana tidak lha wong menejernya butuh istirahat, lalu siapa yang menggantikannya? Pembantu, mungkin, tetapi bagaimana pun juga tetap tak menggantikan, karena istri atau ibu adalah anchor, jangkar, maskot rumah, suram bila semua rumah tanpa jangkar atau ada jangkarnya tetapi tidak berfungsi. Belum lagi biaya berobat yang harus dikeluarkan, bila ekonomi keluarga termasuk lemah, bisa menggoyahkan.

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan keduanya baik, bersungguh-sungguhlah dalam perkara yang bermanfaat bagimu, mintalah bantuan kepada Allah dan jangan merasa lemah, jika kamu tertimpa sesuatu maka jangan berkata, ‘Kalau aku berbuat begini niscaya akan begini begini.’ Akan tetapi katakanlah, ‘Takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki, Dia laksanakan.’ Karena seandainya ‘membuka’ perbuatan setan.” (HR. Muslim).

Kata ‘kuat’, walaupun kekuatan fisik bukan nomor satu, akan tetapi ia tidak bisa disisihkan dari kata ‘kuat’ yang tercantum dalam hadits, dan kuat identik dengan sehat.

Dari Abu al-Fadhl Abbas bin Abdul Mutthalib berkata, aku berkata, “Ya Rasulullah, ajarkan sesuatu kepadaku, aku akan memintanya kepada Allah Ta’ala.” Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Mintalah afiyah kepada Allah.” Maka aku diam berhari-hari, kemudian aku datang lagi, aku berkata, “Ya Rasulullah, ajarkan sesuatu kepadaku, aku akan memintanya kepada Allah.” Nabi shalaw menjawab, “Wahai Abbas, wahai paman Rasulullah, mintalah afiyah kepada Allah di dunia dan di Akhirat.” (HR. at-Tirmidzi, dia berkata, “Hasan shahih.” Syaikh al-Arnauth berkata, “Shahih karena ia mempunyai syahid.”).

Kata ‘afiyah’ berarti keselamatan, bisa pula berarti kesehatan, penting dan berharganya keselamatan atau kesehatan terlihat dari saran Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam kepada pamannya yang terulang sampai dua kali, padahal Abbas sendiri berharap mendapatkan jawaban berbeda dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pada saat dia datang kepada beliau untuk kali kedua, tetapi tetap saja Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memberinya jawaban yang tidak berbeda.

Saran yang sama beliau berikan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad nomor 5, at-Tirmidzi nomor 3553 dan Ibnu Majah nomor 3849.

Kalau kita merenung, kita akan menemukan satu hakikat yang diterima oleh semua kalangan, ternyata yang membuat hidup ini nikmat, makanan menjadi lezat, minuman nikmat dan tidur menjadi pulas berpulang kepada penyantapnya atau peminumnya atau pelakunya yang sedang dalam kondisi sehat, seempuk apa pun kasur dan sesejuk apa pun udara kamar, kalau sedang sakit, tidur tetap tidak nikmat, selezat dan senikmat apa pun suatu makanan dan minuman, jika dimakan dan diminum dalam keadaan sakit, maka yang terasa adalah pahit dan getir, ternyata sehatlah yang menjadikan makanan dan minuman itu enak dan nikmat.

Penyair berkata,

Berapa banyak mulut yang pahit lagi sakit
Ia merasakan air tawar yang jernih pahit

Sohibul hikayat berkata menyampaikan nilai sehat yang sangat tinggi, Hajjaj bin Yusuf, panglima dinasti Bani Umayyah sedang berada di padang pasir, makan siang tiba, dia berkata, “Carilah orang yang bersedia makan bersamaku.” Mereka mencari, mereka menemukan seorang A’rabi (arab pedalaman), dia dibawa kepada Hajjaj. “Assalamu alaikum.” Sapa A’rabi itu. Hajjaj berkata, “Mari makan hai A’rabi.” A’rabi menjawab, “Aku telah diundang oleh seseorang yang lebih mulia darimu dan aku menjawab undangannya.” Hajjaj bertanya, “Siapa?” Dia menjawab, “Allah Tuhanku mengundangku berpuasa maka aku menjawabnya.” Hajjaj berkata, “Puasa pada hari yang sangat panas begini?” Dia menjawab, “Aku berpuasa demi suatu hari yang jauh lebih panas.” Hajjaj berkata, “Berbukalah hari ini dan berpuasalah esok.” Dia berkata, “Apakah Tuan panglima berani menjamin aku hidup sampai esok?” Hajjaj menjawab, “Itu bukan wewenangku.” Dia berkata, “Kalau begitu bagaimana engkau memintaku menukar Akhirat dengan dunia dan engkau sendiri tidak memilikinya?” Hajjaj berkata, “Ini makanan enak.” Dia berkata, “Demi Allah, bukan kokimu yang membuatnya enak, bukan tukang rotimu yang membuatnya nikmat.” Hajjaj bertanya heran, “Lalu siapa?” Dia menjawab, “Sehat.” Hajjaj berkata, “Demi Allah, aku tidak melihat seperti hari ini, suruh dia pergi dariku.”

Ternyata pada diri kita, orang-orang yang sehat, terdapat suatu nikmat yang tiada ternilai harganya. Benar, sehat itu mahal, ia adalah modal utama kita, kalau kita sakit berapa pun akan kita bayar asalkan kita bisa mengganti sakit itu dengan sehat.

Seorang laki-laki miskin datang kepada seorang bijak yang biasa memberi motivasi, si miskin mengadukan kemiskinannya kepadanya, laki-laki bijak itu bertanya kepada si miskin, “Apakah kamu bersedia menjadi buta dan kamu mendapatkan sepuluh ribu dirham?” Si miskin menjawab, “Tidak.” Dia bertanya, “Apakah kamu bersedia menjadi bisu dan kamu mendapatkan sepuluh ribu dirham?” Si miskin menjawab, “Tidak.” Dia bertanya, “Apakah kamu bersedia menjadi gila dan kamu mendapatkan sepuluh ribu dirham?” Si miskin menjawab, “Tidak.” Dia bertanya, “Apakah kamu bersedia menjadi buntung kedua tangan dan kaki dan kamu mendapatkan dua puluh ribu?” Si miskin menjawab, “Tidak.” Laki-laki bijak itu berkata kepadanya, “Apakah kamu tidak malu mengadu kepada Allah sementara kamu mempunyai lima puluh ribu dirham?”

Itulah nikmat sehat, nikmatilah kesehatan Anda dan jagalah, tetapi ingat jangan sampai Anda termasuk orang-orang di mana Rasulullah shallallohu ‘alahi wasallam menggolongkan mereka ke dalam barisan orang-orang yang tertipu olehnya.

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ : الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ .

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah shallallohu ‘alahi wasallam bersabda, “Ada dua nikmat, banyak orang yang tertipu pada keduanya; sehat dan waktu luang.” (HR. al-Bukhari).

Karena itu jagala kesehatan baik-baik, karena ia adalah modal pokok kehidupan untuk meraih akhirat dan bagi keluarga, ia merupakan salah satu faktor kebahagiaannya. Wallahu a’lam.