Tokoh-tokoh

Di antara para penyeru kepada pemikiran ini adalah:

Ibnul Qayyim al-Jauziyah

Dia adalah Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Saad, Abu Abdullah Syamsuddin ad-Dimisyqi, lahir pada 7 Shafar 691 H, hidup di lingkungan keluarga ilmu dan religius, ayahnya adalah seorang laki-laki yang kesohor keshalihannya, direktur Madrasah al-Jauziyah.

Guru pertama Ibnul Qayyim adalah ayahnya, dia belajar Faraidh dari ayahnya, di samping dari ulama-ulama terpilih di zamannya dalam berbagai disiplin ilmu, namun guru utama Ibnul Qayyim adalah Ibnu Taimiyah, dia belajar kepadanya dan menyertainya lebih dari lima belas tahun, darinya Ibnul Qayyim belajar berbagai ilmu, ilmu al-Qur`an dan tafsirnya, sunnah, fikih, ilmu kalam dan faraidh.

Ibnul Qayyim adalah seorang ahli ibadah, zuhud dan pemilik hati yang bersih, banyak berdzikir kepada Allah, berani dalam menyuarakan kebenaran, beramar ma’ruf dan bernahi mungkar yang sering menggiringnya ke dalam penjara.

Ibnul Qayyim pernah tinggal di Makkah, mengunjungi Kairo berkali-kali dan dalam perjalannya dia menulis beberapa buku, di antaranyaa adalah Miftah Darus Sa’adah, Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Muttaqin, Zaadul Ma’ad, Bada`i’ al-Fawaid, Tahdzib as-Sunan dan lainnya. Hal ini membuktikan keluasan ilmu, kedalaman pengetahuan dan kekuatan hafalannya.

Ibnul Qayyim wafat pada 13 Rajab 751 H dengan meninggalkan kekayaan ilmiah yang besar seperti Syifa’ul Alil, I’lam al-Muwaqqi’in, Thariq al-Hijratain dan ash-Shawaiq al-Mursalah.

Di antara para penyeru kepada pemikiran ini adalah,

Asy-Syaukani

Dia adalah Muhammad bin Ali asy-Syaukani asy-Shan’ani, lahir pada Dzul Qa’dah 1173 H di sebuah kampung Hijrah Syaukan di Yaman, hidup di Shan’a` dan belajar dari para ulamanya seperti Allamah al-Qasim bin Yahya al-Khaulani, Syaikh Abdullah bin Ismail an-Nahmi, al-Hasan bin Ismail al-Maghribi dan lainnya.

Mengusai berbagai disiplin ilmu seperti tafsir, fikih, ushul fikih, sejarah, nahwu dan satra. Asy-Syaukani belajar fikih ala madzhab Zaidiyah namun selanjutnya dia membuang taklid dan menyeru kepada ijtihad, dia menulis as-Sail al-Jarrar ala Hadaiq al-Azhar yang dikritik oleh kalangan ahli taklid, lalu dia menulis Syarhul Azhar fi Fiqhi Ahli Bait al-Mukhtar yang memperingatkan kaum muslimin agar tidak bertaklid dengan ditopang dengan dalil-dalinya.

Asy-Syaukani wafat di Shan’a pada Jumadil Akhir tahun 1250 H dengan meninggalkan karya-karya ilmiyah yang berharga, di antaranya Nailul Authar di bidang hadits, Irsyadul Fuhul di bidang ushul fikih, al-Badr ath-Thali’ di bidang sejarah, Fathul Qadir di bidang tafsir, al-Fawaid al-Majmu’ah tentang hadits-hadits palsu dan ad-Durr an-Nadhid di bidang tauhid.

Di antara para penyeru kepada pemikiran ini adalah,

Allamah Ahmad Syakir

Dia adalah Ahmad bin Muhammad Syakir bin Ahmad Abul Asybal, dari keluarga Abu Alya` yang nasabnya sampai kepada al-Husain bin Ali, lahir di Kairo 29 Jumadil Akhir 1309 H.

Allamah Ahmad tumbuh di kalangan keluarga ilmu, bapaknya adalah Syaikh Muhammad Syakir pemegang otorits fatwa di al-Azhar sekaligus wakilnya dan syaikh para ulama di Iskandariah.

Menuntut ilmu sejak muda, beliau belajat sastra dan syair, belajar ilmu hadits dan cabang-cabangnya dalam usia kurang dari dua puluh tahun, kemudian meningkat dengan belajar kepada beberapa ulama di zamannya, di antara mereka adalah ayahnya sendiri, Syaikh Abdussalam al-Faqi, Syaikh Abdullah bin Idris as-Sanusi, Syaikh Ahmad bin Syams asy-Syinqithi, Syaik Syakir al-Iraqi, Syaikh Jamaluddin al-Qasimi, Syaikh Rasyid Ridha, Syaikh Thahir al-Jazairi dan lainnya.

Setelah lulus dari al-Azhar beliau mengajar di sebagian madrasah, kemudian diangkat menjadi pegawai di sebuah kantor pengadilan, kemudian menapak menjadi hakim dan anggota mahkamah tinggi sampai pensiun di tahun 1951 M. Di samping itu Syaikh Ahmad adalah anggota Hai`ah Kibar Ulama dari Jamaah Anshar as-Sunnah al-Muhammdiyah di Mesir.

Metodologi ilmiahnya berpijak kepada ilmu yang shahih, ilmu al-Qur`an dan sunnah ala salaf shalih dan orang-orang yang meniti jalan mereka yang mengikuti dalil yang shahih tanpa fanatik kepada madzhab atau hawa nafsu dan tanpa taklid yang sempit.

Beliau wafat pada 26 Dzul Qa’dah 1377 H dengan meninggalkan karya-karya ilmiah lebih dari lima puluh, di antara yang paling terkenala dalam Syarh al-Musnad dan Umdah at-Tafsir ringkasan tafsir Ibnu Katsir, yang terakhir ini belum sempat beliau selesaikan karena ajal yang mendahului.

Dari al-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani.