Shahabat mulia Jarir bin ‘Abdillah al-Bajali radhiyallahu ‘anhu berkata:

« كنا جلوسًا ليلة مع رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فنظر إلى القمر ليلة أربع عشرة فقال: إنكم سترون ربكم -عز وجل- كما ترون هذا القمر، لا تضامون في رؤيته، فإن استطعتم ألا تغلبـوا على صـلاة قبـل طلـوع الشمس وقبل غروبها فافعلـوا، ثم قـرأ: وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ ») البخاري : تفسير القرآن (4851) , ومسلم : المساجد ومواضع الصلاة (633) , والترمذي : صفة الجنة (2551) , وأبو داود : السنة (4729) , وابن ماجه : المقدمة (177) , وأحمد (4/360 ,4/362 ,4/365(

“Pada suatu malam kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau melihat ke arah bulan purnama. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesak-desakan dalam melihat-Nya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan dalam melaksanakan shalat sebelum terbit matahari (subuh) dan sebelum terbenamnya (ashar), maka lakukanlah.”Beliau kemudian membaca ayat,artinya, “Dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.” (QS. Qaf: 39)

(HR. Al-Bukhari, kitab Tafsirul Qur’an, 4851, Muslim kitabul Masajid, bab Mawadhi’ush Shalat no. 633, at-Tirmidzi bab Shifatul Jannah (2551), Abu Dawud kitab as-Sunnah (4729), Ibnu Majah di Muqadimmah (177), Ahmad (4/360, 4/362, 4/365)) dalam riwayat lain:

« سترون ربكم عيانًا » البخاري : مواقيت الصلاة (554) , ومسلم : المساجد ومواضع الصلاة (633) , وأبو داود : السنة (4729) , وابن ماجه : المقدمة (177) , وأحمد (4/360(.

”Kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata telanjang.”

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan dilihat oleh kaum mukminin di akherat. Ahli Sunnah wal Jama’ah, mereka berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunnah dan mereka berdalil dengan nash-nash dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan ijma’ (konsensus) dan juga dengan akal sehat tentang hal ini. Jadi dalil bahwa Allah akan dilihat di akherat adalah al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’ dan akal.

Dalil dari al-Qur’an:

1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

”Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.”(QS. Qaaf: 35)

Maksudnya, orang-orang beriman akan mendapatkan semua apa yang diinginkan, dan Kami (Allah Subhanahu wa Ta’ala) memberikan mazid (tambahan) yaitu melihat Wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala di akherat. Para ulama hali tafsir menafsirkan mazid dengan ru’yatullah (melihat Wajah Allah).

2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

”Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada al-husnaa (pahala yang terbaik) dan ziyadah (tambahannya).”(QS. Yunus: 26)

Al-husnaa yang dimaksud adalah Surga, dan ziyadah adalah melihat Wajah Allah Yang Mahamulia, sebagaimana tafsiran tersebut terdapat dalam hadits Shahih Muslim:

« الزيادة هي النظر إلى وجه الله الكريم »

Az-ziyadah (tambahannya) adalah melihat wajah Allah yang mulia.”

3. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (23)

”Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”(QS. Qiyaamah: 22-23)

ناضرة: Maknanya adalah wajah yang berseri-seri (cerah) dan نَاظِرَةٌ: melihat dengan mata. Sisi pendalilan dengan ayat ini adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan dilihat pada hari akherat, karena Allah menyandarkan kata ”memandang” kepada wajah, yang ia adalah alat untuk memandang.

4. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

”Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.”(QS. Al-Muthaffifin: 15)

Sisi pendalilan: Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa orang-orang kafir terhalangi dari Allah, mereka tidak bisa melihat Allah maka hal itu menunjukkan bahwa para Wali Allah (kaum mukminin) akan meliat-Nya. Karena kalau seandainya kaum mukminin (orang-orang beriman) tidak bisa melihat Allah, niscaya akan sama antara mereka dengan orang kafir, yakni sama-sama terhalangi dari melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ketika orang kafir terhalangi, maka ini menunjukkan bahwa kaum mukminin tidak trehalangi dari melihat Allah.

Itulah beberapa contoh ayat dari al-Qur’an yang menunjukkan/menetapkan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat.

Dalil dari as-Sunnah/hadits:

Adapun dari Sunnah, maka hadits-hadits dalam masalah ini adalah mutawatir, diriwayatkan dari sekitar 30 Shahabat radhiyallahu ‘anhum. Hadits-hadits tersebut ada di dalam kitab Shahih, Sunan dan musnad, diriwayatkan dari sekitar 30 Shahabat radhiyallahu ‘anhum sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Haadil Arwaah. Dan sebagaimana sudah diketahui bersama bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang memberikan faidah kepastian, oleh sebab itu tidak diperbolehkan bagi kaum muslimin untuk menyelisihi keyakinan ini (bahwa Allah akan dilihat di Akherat). Di antara hadits-hadits itu adalah sebagai berikut:

1. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

« أن ناسًا قالوا: يا رسول الله هل نرى ربنا يوم القيامة؟ فقال -عليه الصلاة والسلام-: هل تضامون في رؤية القمر ليلة البدر قالوا: لا يا رسول الله قال: هل تضامون في رؤية الشمس ليس دونها سحاب قالوا: لا يا رسول الله قال: فإنكم ترونه كذلك »

”Sesungguhnya beberapa orang Shahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata:“Wahai Rasulullah! Apakah kami dapat melihat Rabb kami pada Hari Kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Apakah kalian saling terhalangi satu sama lain jika melihat bulan pada malam purnama?”Mereka menjawab:“Tidak, wahai Rasulullah!” Beliau bertanya lagi kepada mereka:“Apakah kalian saling terhalangi satu sama lain jika melihat matahari yang tidak tertutupi awan?” Mereka menjawab:“Tidak wahai Rasulullah!” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Begitu juga kalian akan melihat-Nya seperti itu.” (HR. Bukhari, kitabul al-Adzan, Muslim kitabul Iman, Ahmad 2/275 dan ad-Darimi 2801)

2. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dari Shahabat Jarir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu:

الدليل الثاني : ما ثبت في الصحيحين من حديث جرير بن عبد الله البجلي -رضي الله عنه- قال: « كنا جلوسا عند رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فنظر إلى القمر ليلة البدر فقال: إنكم ترون ربكم كما ترون هذا لا تضامون في رؤيته »

“Pada suatu malam kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau melihat ke arah bulan purnama. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesak-desakan dalam melihat-Nya.”((HR. Al-Bukhari Mawaqitush Shalat, 554, Muslim kitabul Masajid, bab Mawadhi’ush Shalat no. 633, at-Tirmidzi bab Shifatul Jannah (2551) Abu Dawud kitab as-Sunnah (4729), Ibnu Majah di Muqadimmah (177), Ahmad (4/360, 4/362, 4/365))

Penyerupaan dalam hadits di atas adalah penyerupaan dalam cara melihat bulan dengan cara melihat Allah, yaitu sama-sama melihat dengan tidak berdesak-desakan. Bukan penyerupaan obyek yang dipandang, jadi bukan penyerupaan Allah dengan bulan purnama.

3. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Shahabat Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

« وليلقين الله أحدكم يوم يلقاه وليس بينه وبينه حجاب ولا ترجمان يترجم له فيقول: ألم أبعث إليك رسولًا فيبلغك؟ فيقول: بلى يا رب فيقول: ألم أعطك مالًا وأتفضل عليك؟ فيقول: بلى يا رب »

”Dan Sungguh salah seorang di antara kalian akan bertemu Allah, pada hari pertemuan dengan-Nya, tidak ada pembatas antara dia dengan Dia (Allah) dan juga tidak ada penterjemah yang menterjemahkan untuknya, maka Dia berfirman:”Bukankah aku telah mengutus kepadamu seorang rasul sehingga dia menyampaikan (agamaku) kepadamu?” Maka dia menjawab:”Benar wahai Rabbku.” Lalu Dia berfirman:”Bukankah aku telah memberikan kepadamu harta dan melebihkanmu?” Maka dia menjawab:”Benar wahai Rabbku.” (al-Bukhari: 3595)

Dan syahid (yang menjadi dalil dalam masalah ini) dalam hadits di atas adalah sabda beliau:”Tidak ada pembatas antara dia dengan Dia (Allah).’

4. Hadits yang ada dalam Shahih Muslim, dari Shahabat Shuhaib ar-Rumi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« إذا أدخل أهل الجنة الجنة نادى مناد: يا أهل الجنة إن لكم موعدا عند الله يريد أن ينْجزكموه فيقولون: ما هو؟، ألم يبيض وجوهنا؟ ألم يثقل موازيننا؟ ألم يدخلنا الجنة ويجرنا من النار؟ قال: بلى فيكشف الحجاب فينظرون إليه فما أعطوا شيئًا أحب إليهم من النظر إليه وهي الزيادة »

”Apabila ahli Surga telah dimasukkan ke dalam Surga, ada penyeru yang berkata:”Wahai penghuni Surga, sesungguhnya bagi kalian janji dari Allah yang akan ditunaikan kepada kalian.” Maka mereka berkata:”Apa itu? Bukankah Dia telah memutihkan wajah kami? Bukankah Dia sudah memberatkan timbangan amalan kami? Bukankah Dia telah memasukakan kami ke dalam Surga dan menarik kami dari neraka? ” Dia berfirman:”Benar” Maka Dia membuka hijab (pembatas/penutup) sehingga mereka bisa melihat Allah, maka tidaklah mereka diberi sesuatu yang paling mereka sukai dibandingkan melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah ziyadah (yang ada dalam ayat di atas).”(HR. Muslim)

Sabda beliau:

فإن استطعتم ألا تغلبـوا على صـلاة قبـل طلـوع الشمس وقبل غروبها فافعلـوا،

“Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan dalam melaksanakan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.”

Shalat sebelum terbit matahari yang dimaksud dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah shalat shubuh, dan shalat sebelum terbenam matahari adalah shalat ashar.

Shalat ‘ashar lebih afdhal/utama dibandingkan dengan shalat shubuh, karena shalat ashar adalah shalat wustha yang Allah telah memerintahkan kaum muslimin untuk menjaganya secara khusus setelah Dia memerintahkan kaum muslimin untuk menjaga shalat secara umum. Sebagaimana dalam firman-Nya:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

”Peliharalah semua shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk.”(QS. Al-Baqarah: 238)

Dalam hadits ini ada dalil bahwasanya ada kaitan erat antara aqidah dengan ibadah, karena setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada hari Kiamat beliau mengiringinya dengan perintah shalat shubuh dan ‘ashar. Maka hendaknya semakin kita belajar aqidah maka sudah semestinya ibadah kita pun semakin berkulitas, bukan malah sebaliknya. Wallahu A’lam bishawab

(Sumber: Disarikan dari Syarah Aqidah Thahawiyyah dan Aqidah Washithiyyah. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)