Fenomena dan kenyataan perbuatan syirik yang bertebaran di dunia Islam merupakan sebab utama terjadinya musibah yang me-nimpa umat Islam. Juga sebab dari berbagai fitnah, kegoncangan dan peperangan serta berbagai siksa lainnya yang ditimpakan Allah atas kaum muslimin.
Hal itu terjadi karena mereka berpaling dari tauhid, serta karena perbuatan syirik yang mereka lakukan dalam aqidah dan perilaku mereka.
Bukti yang jelas dari hal itu adalah apa yang kita saksikan di sebagian besar negara-negara Islam. Berbagai fenomena kemusyrikan, justru oleh sebagian besar umat Islam dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam, karena itu mereka tidak mengingkari dan menolaknya.
Islam datang untuk menghancurkan berbagai bentuk kemusyrikan, atau berbagai fenomena yang menyebabkan seseorang terjerumus ke perbuatan syirik. Di antara fenomena syirik yang terjadi ialah:

  • Berdo’a kepada selain Allah:

    Hal ini tampak jelas dalam nyanyian-nyanyian dan senandung mereka, yang sering diperdengarkan pada peringatan maulid atau pada peringatan-peringatan bersejarah lainnya.
    Penulis pernah mendengar mereka menyanyikan kasidah.

    “Wahai imam para rasul, wahai sandaranku.
    Engkau adalah pintu Allah, dan tempat aku bergantung.
    Di dunia serta akhiratku.
    wahai Rasulullah, bimbinglah diriku.
    Tak ada yang menggantikanku dari kesulitan kepada kemudahan, kecuali engkau, wahai mahkota yang hadir”

    Seandainya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mendengar nyanyian di atas, tentu Rasulullah akan berlepas diri daripadanya. Sebab tidak ada yang bisa mengubah dari kesulitan menjadi kemudahan kecuali Allah semata. Nyanyian-nyanyian dan pujian yang sama, banyak kita jumpai di koran-koran, majalah dan buku. Di antara isinya adalah memohon pertolongan, bantuan dan kemenangan kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , para wali dan orang-orang shalih yang sebenarnya mereka tidak mampu melakukannya.

  • Mengubur para wali dan orang-orang shalih di dalam masjid:

    Banyak kita saksikan di negara-negara Islam, kuburan berada di dalam masjid. Terkadang di atas kuburan itu dibangun kubah, lalu orang-orang datang memintanya, sebagai sesembahan selain Allah. Rasulullah r melarang hal ini dengan sabdanya:

    “Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka men-jadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid (atau tempat bersujud menyembah Tuhan).” (Muttafaq alaih)

    Jika menguburkan para nabi di dalam masjid tidak diperintahkan, bagaimana mungkin dibolehkan mengubur para syaikh dan ulama di dalamnya? Apakah lagi telah dimaklumi, kadang-kadang orang yang dikubur tersebut dijadikan tempat berdo’a dan meminta, sebagai se-sembahan selain Allah. Karena itu ia merupakan sebab timbulnya per-buatan syirik. Islam mengharamkan syirik dan mengharamkan peran-tara yang bisa menyebabkan kepadanya.

  • Nadzar untuk para wali:

    Sebagian manusia ada yang melakukan nadzar berupa binatang sembelihan, harta atau lainnya untuk wali tertentu. Nadzar semacam ini adalah syirik dan wajib tidak dilangsungkan. Sebab nadzar adalah ibadah, dan ibadah hanyalah untuk Allah semata. Adapun contoh na-dzar yang dibenarkan adalah sebagaimana yang dilakukan oleh isteri Imran. Allah Ta’ala berfirman:

    “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis),” (Ali Imran: 35)

  • Menyembelih di kuburan para nabi atau wali:

    Meskipun penyembelihan yang dilakukan dikuburan para nabi atau wali dengan niat untuk Allah, tetapi ia termasuk perbuatan orang-orang musyrik. Mereka menyembelih binatang di tempat berhala dan patung-patung wali mereka. Rasulullah bersabda:

    “Allah melaknat orang yang menyembelih selain Allah.” (HR. Muslim)

  • Thawaf sekeliling kuburan para wali:

    Seperti mengelilingi kuburan Syaikh Abdul Qadir Jaelani, Syaikh Rifa’i, Syaikh Badawi, Syaikh Al-Husain, dan lainnya. Perbuatan semacam ini adalah syirik, sebab thawaf adalah ibadah, dan ia tidak boleh dilakukan kecuali thawaf di sekeliling Ka’bah, Allah berfirman:

    “Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (Al-Hajj: 29)

  • Shalat kepada kuburan:

    Shalat kepada kuburan adalah tidak boleh. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    “Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat kepadanya.” (HR. Muslim)

  • Melakukan perjalanan (tour) menuju kuburan:

    Melakukan perjalanan (tour) menuju kuburan tertentu untuk mencari berkah atau memohon kepadanya adalah tidak diperbolehkan. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    “Tidaklah dilakukan perjalanan (tour) kecuali kepada tiga mas-jid; Masjidil Haram, Masjidku ini, Masjidil Aqsha.” (Muttaffaq ‘alaih)

    Jika kita ingin pergi ke Madinah Al-Munawwarah misalnya, kita boleh mengatakan, “Kami pergi untuk berziarah ke Masjid Nabawi kemudian memberi salam (do’a) kepada Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam .”

  • Berhukum dengan selain yang diturunkan Allah Subhannahu wa Ta’ala :

    Mengambil hukum selain yang diturunkan Allah adalah syirik. Seperti menentukan hukum dengan perundang-undangan yang dibuat oleh manusia, yang bertentangan dengan Al-Qur’anul Karim dan hadits shahih yaitu jika ia meyakini diperbolehkannya mengamalkan undang-undang buatan manusia.

    Termasuk di dalamnya adalah fatwa yang dikeluarkan oleh sebagian syaikh yang bertentangan dengan nash-nash Al-Qur’an dan hadits shahih. Seperti fatwa dihalalkannya riba, padahal Allah Ta’ala memaklumkan perang terhadap pelakunya.

  • Ta’at kepada para penguasa, ulama atau syaikh:

    Yaitu keta’atan kepada mereka dengan menyelisihi dan menentang nash Al-Qur’an dan hadits shahih. Syirik semacam ini “Syirkut thaa’ah” (syirik keta’atan) Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    “Tidak ada keta’atan kepada makhluk dalam hal maksiat kepada Al-Khaliq (Allah).” (HR. Ahmad, hadits shahih)

    Allah berfirman:
    “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhan-kan) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Mahaesa; tidak ada Tuhan (yang ber-hak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 31)

    Hudzaifah menafsirkan ibadah dengan keta’atan terhadap apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh ulama Yahudi kepada kaumnya.