BAB DOA YANG DIUCAPKAN KETIKA MAKANAN DIHIDANGKAN KEPADA SESEORANG

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni, dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa ketika makanan dihidangkan kepada beliau, maka beliau mengucapkan,

اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، بِسْمِ اللهِ.

“Ya Allah, berkahilah untuk kami dalam sesuatu yang telah Engkau karuniakan kepada kami, dan jagalah kami dari azab neraka. Dengan menyebut nama Allah.”

BAB DIANJURKAN KEPADA PEMILIK MAKANAN UNTUK MENGATAKAN KEPADA TAMUNYA KETIKA MENGHIDANGKAN MAKANAN, “MAKANLAH!” ATAU YANG SEMAKNA DENGANNYA

Ketahuilah bahwa dianjurkan kepada pemilik makanan (tuan rumah) untuk mengatakan kepada tamunya ketika menghidangkan makanan, “Bismillah, makanlah, shalatlah,” atau ungkapan-ungkapan sejenisnya yang mengizinkan dengan tegas untuk segera makan. Namun, ucapan ini tidak wajib, bahkan dengan menghidangkan makanan kepada mereka, itu sudah cukup.

Mereka boleh makan dengan sekedar dihidangkan tanpa disyaratkan dengan kata-kata. Sebagian sahabat kami berpendapat harus diucapkan. Dan yang benar adalah pendapat yang pertama. Apa yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih berupa lafazh perizinan mengenai hal itu, maka itu harus diartikan sebagai anjuran.

BAB MEMBACA BISMILLAH KETIKA MAKAN DAN MINUM

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Umar bin Abi Salamah radiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku, ‘Sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu’.”

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Tirmidzi, dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengatakan,

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ، فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللهِ سبحانه و تعالى فِي أَوَّلِهِ، فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللهِ سبحانه و تعالى فِي أَوَّلِهِ، فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Jika salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah ia menyebut nama Allah di awalnya. Jika lupa menyebut nama Allah di awalnya, maka hendaklah ia mengucapkan, ‘Dengan menyebut nama Allah di awal dan akhirnya’.” At-Tirmidzi menilainya sebagai hadits hasan shahih.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Jabir radiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ، فَذَكَرَ اللهَ سبحانه و تعالى عِنْدَ دُخُوْلِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: لاَ مَبِيْتَ لَكُمْ وَلاَ عَشَاءَ. وَإِذَا دَخَلَ، فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ سبحانه و تعالى عِنْدَ دُخُوْلِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيْتَ. وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ سبحانه و تعالى عِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيْتَ وَالْعَشَاءَ.

‘Jika seseorang masuk rumahnya, lalu ia menyebut nama Allah ketika memasukinya dan makan makanannya, maka setan berkata, ‘Tidak ada tempat bermalam dan makan malam untuk kalian.’ Jika ia masuk tanpa menyebut nama Allah Subhanahu waTa`ala ketika memasukinya, maka setan berkata, ‘Kalian mendapatkan tempat bermalam.’ Jika ia tidak menyebut nama Allah ketika makan makanannya, maka setan berkata, ‘Kalian mendapatkan tempat bermalam dan makan malam’.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim juga dalam hadits Anas yang berisikan mukjizat yang nyata dari mukjizat-mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَمَّا دَعَاهُ أَبُو طَلْحَةَ وَأُمُّ سُلَيْمٍ للِطَّعَامِ. قَالَ: ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ: اِئْذَنْ لِعَشَرَةٍ. فَأَذِنَ لَهُمْ، فَدَخَلُوْا فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم : كُلُوْا، وَسَمُّوا اللهَ . فَأَكَلُوْا…حَتَّى فَعَلَ ذلِكَ بِثَمَانِيْنَ رَجُلاً.

“Tatkala Abu Thalhah dan Ummu Sulaim mengundangnya untuk makan. Dia berkata ‘Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, ‘Izinkanlah untuk sepuluh orang.’ Ia pun mengizinkan mereka, lalu mereka masuk. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, ‘Makanlah dan sebutlah nama Allah.’ Mereka pun makan… hingga Nabi mengizinkan 80 orang (untuk ikut makan).”

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim juga dari Khudzaifah radiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

كُنَّا إِذَا حَضَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم طَعَامًا، لَمْ نَضَعْ أَيْدِيَنَا حَتَّى يَبْدَأَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَيَضَعَ يَدَهُ. وَإِنَّا حَضَرْنَا مَعَهُ مَرَّةً طَعَامًا، فَجَاءَ تْ جَارِيَةٌ كَأَنَّهَا تُدْفَعُ، فَذَهَبَتْ لِتَضَعَ يَدَهَا فِي الطَّعَامِ، فَأَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِيَدِهَا، ثُمَّ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ كَأَنَّمَا يُدْفَعُ، فَأَخَذَ بِيَدِهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ أَنْ لاَ يُذْكَرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ، وَإِنَّهُ جَاءَ بِهذِهِ الْجَارِيَةِ لِيَسْتَحِلَّ بِهَا. فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا، فَجَاءَ بِهذَا اْلأَعْرَابِيِّ لِيَسْتَحِلَّ بِهِ، فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ، وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ، إِنَّ يَدَهُ فِي يَدِي مَعَ يَدِهِمَا. ثُمَّ ذَكَرَ اسْمَ اللهِ سبحانه و تعالى ، وَأَكَلَ.

“Jika kami menghadiri jamuan makan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, kami tidak meletakkan tangan kami hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam terlebih dahulu meletakkan tangannya. Suatu kali kami menghadiri jamuan makan bersama beliau, lalu datanglah seorang sahaya wanita yang seolah-olah didorong lalu dia cepat untuk meletakkan tangannya pada makanan, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tangannya. Kemudian datang seorang badui yang seolah-olah didorong, maka beliau memegang tangannya. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya setan itu ikut makan bila nama Allah tidak disebut padanya. Ia datang dengan membawa sahaya wanita ini agar bisa ikut makan melaluinya, maka aku menangkap tangannya, lalu ia datang dengan membawa Badui ini agar bisa ikut makan melaluinya, maka aku memegang tangannya. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya tangan setan berada dalam genggaman tanganku bersama tangan keduanya.’ Kemudian beliau menyebut nama Allah Subhanahu waTa`ala lalu makan.”

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan an-Nasa`i, dari Umayyah bin Mahsyi ash-Shahabi radiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم جَالِسًا، وَرَجُلٌ يَأْكُلُ، فَلَمْ يُسَمِّ حَتَّى لَمْ يَبْقَ مِنْ طَعَامِهِ إِلاَّ لُقْمَةٌ، فَلَمَّا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ، قَالَ: بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ. فَضَحِكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم ثُمَّ قَالَ: مَا زَالَ الشَّيْطَانُ يَأْكُلُ مَعَهُ، فَلَمَّا ذَكَرَ اسْمَ اللهِ، اِسْتَقَاءَ مَا فِي بَطْنِهِ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk, sementara seseorang makan tanpa menyebut nama Allah hingga makanannya hanya tinggal tersisa satu suap. Ketika ia mengangkatnya ke mulutnya, ia berucap, ‘Dengan menyebut nama Allah pada awal dan akhirnya.’ Melihat hal itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa, kemudian beliau bersabda, ‘Setan terus makan bersamanya. Ketika ia menyebut nama Allah, maka setan memuntahkan apa yang ada dalam perutnya’.”

Hadits ini mengandung makna bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak mengetahui bahwasanya ia belum membaca bismillah kecuali pada akhir perkaranya. Seandainya beliau mengetahui hal itu, niscaya beliau tidak berdiam diri untuk memerintahkannya membaca bismillah.

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengatakan,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَأْكُلُ طَعَامًا فِي سِتَّةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَأَكَلَهُ بِلُقْمَتَيْنِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : أَمَا إِنَّهُ لَوْ سَمَّى، لَكَفَاكُمْ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam makan makanan dalam kelompok tujuh orang sahabatnya, maka datanglah seorang badui lalu memakannya dengan dua suap, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Seandainya ia menyebut nama Allah, niscaya makanan tersebut cukup untuk kalian’.” At-Tirmidzi menilainya sebagai hadits hasan shahih.

Kami meriwayatkan dari Jabir radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

مَنْ نَسِيَ أَنْ يُسَمِّيَ عَلَى طَعَامِهِ، فَلْيَقْرَأْ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إِذَا فَرَغَ.

“Barangsiapa lupa menyebut nama Allah pada saat menyantap makanannya, maka hendaklah ia membaca: Qul huwallahu ahad ketika selesai makan.”

Aku katakan, Para ulama bersepakat atas dianjurkannya menyebut nama Allah ketika makan di permulaannya. Jika tidak melakukannya di awalnya, karena sengaja, lupa, dipaksa, atau tidak mampu karena alasan yang lain, kemudian ia dapat melakukannya di tengah makannya, maka dianjurkan untuk menyebut nama Allah berdasarkan hadits yang telah lalu, dan mengucapkan, “Dengan menyebut nama Allah pada awal dan akhirnya,” sebagaimana disebutkan dalam hadits.

Menyebut nama Allah ketika minum air, susu, madu, kuah dan semua minuman, adalah sama seperti menyebut nama Allah pada saat makan dalam semua pembahasan yang telah kami sebutkan.

Para ulama dari kalangan sahabat kami dan selainnya berpendapat, “Dianjurkan untuk mengeraskan bismillah, untuk mengingatkan yang lainnya agar membaca bismillah dan agar perbuatannya ditiru.” Wallahu a’lam.

Pasal

Di antara hal terpenting yang semestinya diketahui ialah cara menyebut nama Allah dan kadar sahnya.

Ketahuilah bahwa yang paling utama ialah mengucapkan, Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim. Jika ia mengucapkan, Bismillah saja, maka itu sudah cukup baginya dan telah mendapatkan sunnah. Hal ini juga berlaku untuk orang yang junub, haidh dan selainnya.

Hendaklah masing-masing dari orang-orang yang makan menyebut nama Allah. Seandainya salah seorang dari mereka menyebut nama Allah, maka itu sudah sah untuk mewakili yang lainnya. Hal ini dinashkan oleh asy-Syafi’i. Aku telah menyebutkannya dari segolongan ulama dalam kitab ath-Thabaqat tentang biografi asy-Syafi’i. Ini mirip dengan menjawab salam dan menjawab orang yang bersin (jika ia membaca al-hamdulillah); sebab ucapan satu orang sudah mewakili jamaah yang lain.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky