Definisi

Ahad secara bahasa berarti satu. Dengan demikian, hadits ahad secara bahasa adalah hadits yang diriwayatkan dari satu orang perawi. Sedangkan secara istilah adalah sebagai berikut:

Menurut Jumhur ulama: Hadits yang tidak sampai kepada tingkatan hadits mutawatir.

Di dalam Nuzhatun Naszhor disebutkan bahwa hadits ahad adalah hadits yang tidak terkumpul di dalamnya syarat-syarat hadits mutawatir.

Ada yang memberikan definisi lain yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu, atau dua perawi dari satu atau dua perawi yang lain sampai bersambung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

]Ditinjau dari definisi ini maka nampaklah bahwa penamaan hadits ini dengan nama hadits ahad bukan dimaksudkan karena hadits ini diriwayatkan dari satu orang perawi. Akan tetapi setiap berita tentang sesuatu yang boleh terjadi dan mungkin terjadi, dan tidak ada cara untuk memastikan kebenarannya dan juga tidak bisa memastikan kedustaannya, tidak secara dharurat maupun secara istidlal (pengambilan kesimpulan berdasarkan dalil), sama saja apakah dinukil (diriwayatkan) dari satu orang ataupun dari sekumpulan orang yang terbatas, maka ia adalah khabar (hadits) ahad. (Ibnu Atsir dalam Jaami’ al-Ushul)

Hukumnya

Hadits ahad memberikan faidah ilmu nazhari, yaitu ilmu yang keberadaannya didapatkan dengan cara penelitian, pengkajian dan pengambilan hukum berdasarkan dalil.

Macam-macamnya

Para ulama membagi hadits ahad menjadi tiga macam, yaitu hadits masyhur, hadits ‘aziz, dan hadits gharib. Walaupun para ulama dari kalangan madzhab Hanafiah berpendapat bahwa hadits masyhur kedudukannya lebih tinggi di atas hadits ahad dan lebih rendah di bawah hadits mutawatir. Maka mereka (ulama Hanafiah) membagi khabar (hadits) menjadi tiga macam; mutawatir, masyhur dan ahad. Namun yang nampak oleh kita bahwa perbedaan Hanafiah dengan Jumhur ulama adalah perbedaan lafazh saja, artinya perbedaan tersebut tidak berdampak pada perbedaan hukum. Wallahu a’lam. Berikut ini penjelasan secara rinci dari hadits-hadits tersebut.

1. Hadits Masyhur

Definisi

Secara bahasa kata masyhur adalah isim maf’ul dari kata شَهَرْتُ الأمر yang berarti aku menjadikannya nampak atau terkenal. Dinamakan demikian karena keterkenalannya atau ketampakannya.

Adapun secara istilah:

Menurut Ibnu Hajar rahimahullah dalam Nukhbatul Fikar berkata:”Hadits yang diriwayatkan dari tiga perawi atau lebih, namun tidak sampai kepada jumlah perawi hadits mutawatir. Dan yang dimaksud dalam definisi ini adalah hadits masyhur secara istilah, dan terkadang disebut juga dengan hadits Mustafidh.”

Masih kata beliau:”Dan sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa hadits masyhur adalah hadits Mustafidh, keduanya bermakna sama. Dan sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa hadits Mustafidh adalah hadits yang jumlah perawi di kedua ujung sanadnya sama, maksudnya jika hadits itu diriwayatkan oleh tiga orang Shahabat, lalu dari tiga orang Shahabat tersebut ada tiga orang Tabi’in yang meriwayatkan hadits tersebut dan dari tiga Tabi’in tersebut ada tiga Tabi’ut Tabi’in yang meriwayatkan hadits tersebut dan seterusnya. Dan masyhur adalah hadits yang diriwayatkan dari tiga orang Shahabat (misalnya), kemudian dari ketiga orang Shahabat tersebut ada enam orang Tabi’in yang meriwayatkannya dari Shahabat, dan dari keenam Tabi’in tersebut ada dua belas orang Tabi’ut Tabi’in yang meriwayatkan hadits tersebut.”

Adapun Dr. Mahmud Thahan menyebutkan bahwa hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada setiap Thabaqat sanad (tingkatan sanadnya), namun tidak sampai kepada tingkatan Mutawatir.

Sekali lagi hadits Masyhur dengan definisi di atas adalah hadits Masyhur secara istilah, kenapa demikian? Karena ada beberapa hadits yang dikatakan Masyhur (terkenal) namun ia tidak memenuhi syarat di atas, atau tidak cocok dengan kriteria yang ada pada definisi di atas.

Masyhur bukan secara istilah

Yang dimaksud dengan hadits Masyhur bukan secara istilah di sini adalah hadits-hadits yang terkenal di kalangan manusia sesuai dengan perbedaan mereka. Di antara manusia ada orang awam, ada kalangan ahli hadits, ada yang ahli fikih (Fuqaha’), ada yang Ushuliyun (pakar ushul fikih) dan ada yang Lughawi (pakar bahasa).

Hadits masyhur di kalangan Ahli Hadits secara khusus

Contohnya adalah hadits dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu:

قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan do’a qunut selama satu bulan setelah ruku’ mendo’akan laknat atas kabilah Ri’l, dan Dzakwan.”(HR al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya)

Hadits masyhur di kalangan Ahli Hadits dan kalangan manusia secara umum

Contohnya adalah hadits dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhu, bahwanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‏(‏المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده،‏)‏ متفق عليه

“Seorang muslim sejati seseorang yang orang-orang muslim yang lain muslimin selamat dari kejahatan lisan dan tangannya.“ (HR. Bukhari-Muslim).

Hadits masyhur di kalangan Ahli Fikih

Contohnya adalah hadits dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhu, bahwanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ابغض الحلال الى الله الطلاق

”Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak (cerai)”. (HR. Abu Dawud no. 2178, dan Ibnu Majah no. 2108 dan dinyatakan dha’if (lemah) oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Irwa’ul Ghalil no. 2040 dan juga Syaikh Nawaf al-Jirman bahwa hadits ini mauquf kepada Ibnu ‘Umar radiyallahu ‘anhuma)

Hadits masyhur di kalangan pakar Ushul Fikih

Contohnya adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

”Diangkat dari ummatku dosa karena ketidaktahuan, lupa, dan apa yang dilakukan karena dipaksa.”(Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim rahimahumallah)

Hadits masyhur di kalangan pakar bahasa Arab

Contohnya adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

نعم العبد صهيب. لو لم يخف الله لم يعصه

”Sebaik-baik hamba Allah adalah Shuhaib, seandainya tidak takut Allah dia tidak akan berbuat maksiat.” (hadits ini tidak ada asal-usulnya)

Hadits masyhur di kalangan orang awam

Contohnya adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

العجلة من الشيطان
“Ketergesa-gesaan itu berasal dari syaitan.” (hadits riwayat at-Tirmizi dan dinyatakan hasan oleh beliau)

Hukum hadits Masyhur

Syaikh Sa’d bin ‘Abdullah al-Humaid rahimahullah berkata:”Bukanlah suatu keharusan kalau hadits Masyhur, baik secara istilah maupun bukan secara istilah adalah hadits shahih. Maka ada kalanya hadits Masyhur itu shahih, hasan, dha’if (lemah), dha’if jiddan (lemah sekali), maudhu’ (palsu) dan bahkan pada hadits Masyhur bukan istilah terkadang ia tidak ada asalnya, seperti hadits:”Sebaik-baik hamba Allah adalah Shuhaib, seandainya tidak takut Allah dia tidak akan berbuat maksiat.” Maka hadits ini tidak memiliki sanad dan tidak tertulis dalam kitab-kitab yang di dalamnya diriwayatkan hadits-hadits dan sanad.” (Syarh Nukhabtul Fikar: 19-20 cet. Dar Ulumus Sunnah).

Tempatnya

Adapun tempat atau kitab-kitab yang banyak memuat hadits-hadits Masyhur (yang dimaksud di sini adalah Masyhur bukan secara istilah), diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Al-Maqashid al-Hasanah Fiimaa Isytahara ‘ala Alsinah, karya as-Sakhawi rahimahullah.

2. Kasyful Khafaa’ wa Muziilul Ilbas Fiimaa Isytahara Minal Hadits ‘ala Alsinatin Naas, karya al-‘Ajluni rahimahullah.

3. Tamyiiz ath-Thayyib minal Khabiits Fiimaa Yaduuru ‘ala Alsinatin Naas, karya Ibnu ad-Daiba’ asy-Syaibani rahimahullah.

(Sumber:Diringkas dan disarikan dari Syarah Nukhabtul Fikar karya Syaikh Sa’d bin ‘Abdullah al-Humaid rahimahullah, dan Taisir Musthalahah al-Hadits, karya Dr. Mahmud Thahaan. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)