Anak-Anak Kita dalam Bencana

Apa yang akan kita katakan kepada wanita yang menuangkan penderitaanya ke dalam hati anaknya sejak pertama kali pertengkaran antara dia dan suaminya. Dan tidak memperdulikan perpecahan dan pertengkaran dengan ayahnya terjadi di hadapan mereka, tidak memperdulikan perasaan mereka. Hingga musnahlah segala keindahan yang selalu dijaga oleh anak tentang ayahnya. Goyanglah potret di hadapannya, hingga tidak kembali kegembiraan dengan kepulangan ayahnya ke rumah. Karena keberadaanya hanya akan membawa awan mendung bagi mereka, yang akan bergemuruh, menyambar, menyakiti dan melumatkannya.

Ini seorang gadis berumur 10 tahun yang telah dibuat letih oleh kesedihan atas meninggalnya sang ayah. Ia telah memilih sudut rumah sebagai tempat ratapannya, untuk melepaskan kenangan dalam waktu yang panjang. Menyendiri dari keluarganya, meninggalkan bangku sekolah, melepaskan tangisnya. Seandainya engkau mengetahui hai ! wanita yang memilih jalan perceraian dari suami dan menyakitinya, bahwa tangisan ini bukan sekedar tangisan perpisahan dengan ayahnya, akan tetapi tangisan ini merupakan penyesalan, mengapa membenci ayahnya di hari-hari hidupnya. Inilah kisah yang diceritakannya dengan jujur kepada kita:

Sahabatku telah menghadapi berbagai kepayahan, ia melihat ibunya menuntut perceraian dari ayahnya yang menikah lagi tanpa sepengetahuan darinya. Dan tidak henti-hentinya ibunya mengharapkan perceraian itu terjadi, hingga ayahnya menyambut permintaan ibunya dan akan menyelesaikannya dengan mudah. Kehidupannya pun berbalik, berganti dengan kehidupan yang paling buruk yang pernah dia alami hingga ia tumbuh besar. Sebelumnya ia tinggal bersama ibunya dalam kegelisahan sampai ia pun membenci ayahnya dengan kebencian yang dalam dan mengharapkan kematianya. Dan tidak berlangsung lama datang kepada mereka berdua kabar kematian ayahnya. Maka seketika itu ia mengetahui arti dari keberadaan seorang ayah dalam hidupnya. Bagaimana mungkin saya membencinya sedang ia adalah bagian dariku. Semua kegalauan ini berkumpul menjadi satu dalam hatinya, hingga sampai keadaannya seperti sekarang.

Syaikh Holid ibn Ali Syayi