قَالَ اللهُ تَعَالى: وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوامِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ {58} فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلاً غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِّنَ السَّمَآءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ {59}

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak di mana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya dengan bersujud, dan katakanlah:”Bebaskanlah kami dari dosa”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik. (58). Lalu orang-orang yang berbuat zhalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksaan dari langit, karena mereka berbuat fasik (59)”. {Q,.s.al-Baqarah/02:58-59}

Tafsir Ayat

Makna Ayat Secara Global

Kandungan ayat pertama (58) mengingatkan orang-orang Yahudi akan peristiwa besar yang terjadi terhadap para leluhur mereka. Peristiwa itu, menyingkap betapa besar nikmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada Bani Israil, yaitu suatu kondisi yang mengharuskan mereka untuk bersyukur sebab manakala masa at-Tîh sudah berakhir sedangkan masing-masing dari Nabi Musa dan Harun sudah meninggal duniam, lalu yang menggantikan posisi keduanya adalah seorang pemuda Musa Yusya’ bin Nûn, kemudian pemuda ini mengajak mereka menyerang kerajaan al-‘Amâliqah dan Allah memberikan kemenangan kepada mereka sehingga berhasil menaklukkan negeri Quds, maka Allah memerintahkan kepada mereka dengan perintah pemuliaan dan anugerah seraya memfirmankan (maknanya): “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai dan bersyukurlah kepada-Ku atas nikmat ini, yaitu dengan memasuki pintu gerbang kota dalam kondisi ruku’, tenang dan mengucapkan: ‘kami memasuki pintu gerbang dengan bersujud supaya terbebas dari segala dosa yang telah kami perbuat akibat keengganan kami di dalam berjihad pada masa Musa dan Harun’. Bila hal itu kamu lakukan, maka Kami akan memberikan pahala kepada kamu dengan cara mengampuni semua dosa kamu dan menambah pahala bagi orang-orang yang berbuat baik diantara kamu”.

Sedangkan ayat kedua (59) mengandung peristiwa lainnya yang menyingkap hakikat dari kebusukan perangai orang-orang Yahudi dan banyaknya mereka melakukan ru’ûnah, yaitu tindakan merubah perbuatan yang diperintahkan atau ucapan yang diwahyukan sehingga akhirnya mereka memasuki pintu gerbang tersebut dengan merangkak diatas ‘bokong’ mereka seraya berseru: ‘habbah fî sya’rah (sebiji dari gandum)’ *.

Oleh karena itulah, Allah mendendam dari mereka dengan menurunkan penyakit Tha’un kepada orang-orang yang berbuat zhalim diantara mereka sehingga banyak sekali yang binasa. Hal itu semua sebagai balasan atas kefasikan mereka terhadap perintah Allah ‘Azza Wa Jalla. Seharusnya, apa yang telah dijelaskan tersebut menjadi pelajaran berharga bagi orang-orang Yahudi (dari masa Nabi hingga kini) andaikata mereka mau menghayatinya. [Ays]

Makna Ayat Per-Penggalan

AYAT 58
Firman Allah Ta’ala (artinya):
{Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu…}
{ ke negeri ini…} : maksudnya adalah Baitul Maqdis [Zub]

{dan makanlah dari hasil buminya…}
{yang banyak lagi enak (raghadan)…} : makna kata ‘raghadan’ adalah ‘katsîran wâsi’an’ [Zub]

{di mana yang kamu sukai…}
{dan masukilah pintu gerbangnya dengan bersujud…} : pintu gerbang yang diperintahkan untuk dimasuki oleh mereka adalah pintu gerbang Baitul Maqdis. Dan kata ‘as-Sujûd’ maknanya adalah ‘al-Inhinâ’ ‘ (merunduk). Pendapat lain mengatakan: ‘at-Tawâdlu’ wa al-Khudlû’ ‘ (tawadlu’/merendahkan diri dan tunduk) [Zub]

{dan katakanlah..}
{“Bebaskanlah kami dari dosa”…} : diungkapkan dengan kata ‘Hiththah’ , yakni Allah Ta’ala memerintahkan kepada mereka untuk mengucapkan sesuatu yang mengandung arti taubat -dan ketundukan kepada-Nya sebagai pengakuan terhadap anugerah-Nya atas mereka di dalam memudahkan penaklukan kota tersebut- [Zub].

{niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu…}
{Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik} : dari kalangan kamu sebagai anugerah dari kami dan ihsan (sebagai balasan baik) terhadap perbuatan baik mereka terdahulu [Zub].

AYAT 59
Firman-Nya (artinya):
{Lalu orang-orang yang berbuat zhalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka…} : Imam al-Bukhary dan Muslim meriwayatkan dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Diperintahkan kepada Bani Israil: ‘masukilah pintu gerbang dengan bersujud dan katakanlah ‘hiththah’ lalu mereka menggantinya, maka mereka memasuki (pintu gerbang kota tersebut) dengan merangkak diatas ‘bokong’ mereka sembari berkata: ‘habbah fi sya’rah’ (sebiji dari gandum)” **. [Zub]

{Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksaan dari langit, karena mereka berbuat fasik}
Petunjuk Ayat
Diantara petunjuk dari dua ayat diatas adalah:

  • Mengingatkan kepada anak cucu akan masa-masa yang telah dilalui oleh nenek moyang mereka dan hasil jerih payah yang mereka lakukan selama itu dari sisi positifnya, yaitu berupa amalan ta’at kepada-Nya ataupun dari sisi negatifnya, yaitu berupa kemaksiatan terhadap-Nya.
  • Bila jihad sudah menjadi wajib (‘ain) hukumnya, maka berpangku tangan dan meninggalkannya akan menyebabkan umat terhina dan merugi
  • Perlunya berhati-hati terhadap implikasi dari perbuatan zhalim, fasiq dan pembangkangan terhadap perintah-perintah Allah Ta’ala
  • Haram hukumnya mena’wil nash-nash syari’at sehingga menyimpang dari maksud yang sebenarnya dari pemilik syari’atnya, yaitu Allah Ta’ala
  • Keutamaan ihsan *** di dalam ucapan dan perbuatan. [Ays]

* Ucapan ‘habbah fi sya’rah’ tersebut sebagai makna dari kata ‘Hinthah’ padahal yang diperintahkan kepada mereka adalah mengucapkan ‘Hiththah’ (huruf ‘Nûn’ diganti dengan huruf ‘tha’ ‘) yang artinya ‘bebaskanlah kami dari dosa’…Inilah diantara prilaku mereka yang suka mengotak-atik atau menggonta-ganti sesuatu yang diperintahkan kepada mereka..wallahu a’lam –red

** Ibid

*** Seorang yang berbuat ihsan (Muhsin) adalah orang yang ‘aqidahnya shahih, mengatur dirinya dengan baik, selalu bersemangat di dalam melaksanakan kewajiban yang diembankan kepadanya serta dapat menghindarkan kaum Muslimin dari kejahatannya. Demikian diantara definisi yang diberikan oleh sebagian ulama.

Definisi yang lebih mendekati lagi, bahwa ‘al-Muhsin’ adalah orang yang selalu menjadikan niat, keyakinan, ucapan dan perbuatannya dibawah muraqabah (pengawasan) Allah selalu sehingga dia melakukan semuanya dengan baik, tidak salah di dalam hal itu, berbuat ma’ruf kepada semua orang serta tidak pernah menyakiti mereka. Cukuplah perbuatan ihsan sebagai suatu keutamaan manakala Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan (Muhsinin). Bila seseorang yang dicintai oleh Allah, maka Dia akan membuatnya bahagia dan tidak akan menyengsarakannya. [Ays]

(Diambil dari Kitab Aysar at-Tafaasiir li Kalaam ‘al-Aliy al-Kabiir [disingkat: Ays] karya Syaikh Abu Bakar al-Jazâiriy dan Kitab Zubdatut Tafsir min Fath al-Qadîr [disingkat: Zub] karya DR. Muhammad Sulaiman Abdullah al-Asyqar)