Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan hamba-hamba-Nya supaya mereka beribadah kepada-Nya, mentaati, dan mencintai-Nya, sebagaimana firman-Nya:

(وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ)

”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat: 56)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai dari para hamba-Nya agar mereka beribadah kepadanya dan tidak menyekutukannya dengan suatu apapun. Dan Dia murka terhadap kekafiran dan kesyirikan mereka, sebagaimana firman-Nya:

(إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْر وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ َ)

”Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar: 7)

Seorang mukmin jika memikirkan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ada padanya, niscaya ia akan melihat bahwa nikmat Iman, yakni nikmat ditunjukannya ia ke jalan keimanan, dan dimuliakannya ia dengan Islam adalah nikmat yang paling besar dan paling berharga.
(يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلامَكُمْ بَلْ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلإِيمَانِ إِنْ كُنتُمْ صَادِقِينَ)

”Mereka telah merasa memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka.Katakanlah:”Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 17)

Sesungguhnya seorang mukmin di kehidupan dunia ini –setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkaruniakan kepadanya nikmat Iman dan Islam- merasa takut terhadap fitnah dunia, khawatir tersesat setelah mendapatkan hidayah (petunjuk), dan khawatir menyimpang setelah istiqomah. Khwatir terhadap keselamatan jiwanya, terlebih lagi ia tahu bahwasanya musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Iblis senantiasa mengintainya (dan mencari peluang lengahnya), dan Iblis tersebut adalah musuhnya dan musuh nenek moyangnya sejak zaman dulu.
(أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلاً)

”Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:”Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu?. Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Kahf: 50)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

(إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوّاً إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ)

”Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir: 6)

Maka seorang mukmin berusaha menggapai ridha Allah dan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ia mencari sebab-sebab untuk mendapatkan hidayah tersebut supaya ia bisa melaksanakan sebab-sebab tersebut dengan harapan diberikan taufiq untuk istiqomah di atas jalan Hidayah, dan berjumpa dengan Allah (di hari Kiamat) dalam kondisi yang paling baik. Maka di antara sebab-sebab hidayah adalah taufiq dari Allah kepada seorang hamba untuk mendapatkan hidayah dan untuk istiqomah di atas kebaikan. Dan taufiq ini biasanya memiliki tanda-tanda, di antaranya adalah:

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepadanya amalan-amalan shalih, dan Dia menolong hamba tersebut untuk melakukannya, baik amalan itu berupa amalan badaniah (jasmani) seperti shalat, dan puasa, ataupu amalan maliyah (yang berkaitan dengan harta) seperti zakat, atau berupa amalan yang tergabung di dalamnya amalan badaniyah dan amalan maliyah seperti haji. Dia juga diberi taufiq untuk berkata yang baik dan beramal Shalih, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(وَمَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً)

”Dan barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar” (QS. Al-Ahzaab: 71)

Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi rahimahullah dalam Sunannya, Imam al-Baihaqi rahimahullah dalam Syu’abul Iman dan juga oleh Imam yang lainnya, yang dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“إذا أراد الله بعبد خيراً استعمله” ، قالوا كيف ذلك يا رسول الله قال : “يوفقه لعمل صالح قبل موته”

”Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kebaikan untuk seorang hamba, Dia akan membuatnya beramal.” Mereka (para Shahabat) berkata:”Bagaiamana caranya wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda:”Allah akan memberinya taufiq melakukan amal shalih sebelum ia meninggal”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya:”Siapakah manusia yang baik?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

“من طال عمره وحسن عمله”

”Yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.”

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang manusia yang buruk, beliau menjawab:

“من طال عمره وساء عمله”

”Yaitu orang yang panjang umurnya dan buruk amalannya.” (HR. Imam at-Tirmidzi rahimahullah dan yang lainnya dan dinyatakan Shahih Lighoirihi oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)

Di antara tanda taufiq Allah kepada seorang hamba adalah dikaruniainya ia ilmu yang bermanfaat, yang dengannya ia menemukan hidayah kepada jalan kebaikan dan selamat dari kegelapan kebodohan dan kesesatan. Karena sesungguhnya ilmu yang bermanfaat adalah sebab munculnya rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala:

(إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ)

” Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengistimewakan ulama dengan selain mereka, Dia berfirman:

(قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الأَلْبَابِ)

” Katakanlah:”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)

Dan ilmu diambil sesuai kadar kebutuhannya, yang dengannya ia bisa beribadah kepada Rabbnya, dan mengenal agamanya, berupa halal dan haram, supaya ia berada di atas ilmu terhadap segala urusannya. Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“من يُرد الله به خيراً يفقهه في الدين”

”Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah memahamkannya terhadap ilmu agama.”(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Di antara tanda-tanda taufiq Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya adalah seorang hamba tersebut ditunjukki ke jalan kebaikan, dimudahkan untuk mendakwahkannya, dan mendakwahi manusia untuk memperbaiki keadaannya sendiri. Karena dakwah ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah metode para Nabi dan Rasul, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنْ الْمُسْلِمِينَ)

”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fushilat: 33)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

(قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنْ اتَّبَعَنِي)

” Katakanlah:”Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS. Yusuf: 108)

Dan dalam hadits disebutkan:

“فوالله لأن يهدي الله بك رجلاً واحد خير لك من حمر النعم”

”Maka demi Allah, andaikata Allah memberikan hidayah kepada seseorang disebabkan karena engkau, maka itu lebih baik bagimu daripada unta merah (lambang kekayaan orang Arab).” (Hadits shahih, riwayat Bukhâri dalam Al Jihad no. 3009 dan Muslim)

Di antara tanda-tanda taufiq Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya adalah seorang hamba tersebut dimudahkan untuk melakukan taubat Nasuha selama hidupnya, dimudahkan untuk bertaubat dari dosa-dosa antara dirinya dengan Rabbnya (Allah), berupa dosa menyepelekan kewajiban (tidak menunaikannya) dan terjatuhnya ia ke dalam perbuatan yang diharamkan. Dia juga memudahkan hamba tersebut untuk membebaskan diri dari harta-harta manusia yang diambilnya secara zhalim, lalu ia pun mengembalikan hak-hak itu kepada pemiliknya.Dan ia pun melepaskan dirinya dari beban-beban itu berupa harta yang pernah dicurinya, dirampasnya atau hasil kecurangannya dalam jual beli, atau hasil pemalsuannya, pengingkarannya terhadap hak-hak orang lain yang menjadi tanggungannya.

Di antara tanda-tanda taufiq Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya adalah seorang hamba tersebut dimudahkan untuk melakukan taubat yang dengannya ia menyadari kesalahan-kesalahannya dan menyusulnya dengan kebaikan-kebaikan, dan kemudian ia mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada para Shahabatnya:

“أتدرون من المفلس فيكم” ، قالوا يا رسول الله المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع ، قال : “ولكن المفلس من أمتي من يأتي يوم القيامة بأعمال كالجبال بصيام وصلاة وصدقة ويأتي قد ظلم هذا وشتم هذا وضرب هذا وأكل مال هذا فيأخذ هذا من حسناته فإن انقضت حسناته قبل أن يُقضى ما عليه أُخذ من سيئاتهم ثم طُرحت عليه ثم طرح في النار”

”Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” Para Shahabat menjawab:”Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak mempunyai dirham dan perhiasan.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang di hari kiamat dengan membawa amalan seperti gunung, berupa puasa, shalat, dan sedekah. Namun dia juga datang dengan dosa menzhalimi orang lain, mencelanya, memukulnya, memakan hartanya dan merampas miliknya. Maka akan diambil dari kebaikan-kebaikan amalannya untuk dibayarkan kepada orang pernah dizaliminya. Maka jika kebaikannya telah habis sementara dosa belum terlunasi maka dosa-dosa mereka ditimpakan kepadanya sehingga ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim no 6744, at-Tirmidzi 2418 dan yang lainnya)

Di antara taufiq dari Allah kepada hamba-Nya adalah dia dikaruniai kelapangan dada dalam menunaikan dan memenuhi kebutuhan saudaranya sesama muslim semampu dia. Karena bisa memenuhi kebutuhan orang lain adalah sebuah nikmat dan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“اشفعوا تؤجروا ويقضي الله على لسان نبيه ما شاء”

”Berilah syafa’at (pertolongan/penengah dalam suatu kasus), niscaya kalian akan mendapatkan pahala. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memutuskan perkara lewat lisan Nabi-Nya apa yang Dia kehendaki”(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits yang lain beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“إن أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس وإن أفضل عمل سرورٌ تدخله على نفس مسلم تكشف غمه وتقضي دينه أو تطرد عنه جوعاً”

”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain dan amal yang paling baik adalah kebahagiaan yang engkau masukkan ke dalam diri seorang muslim atau kesulitan yang engkau hilangkan dari orang lain atau hutang yang engkau lunasi atau kelaparan yang engkau hilangkan.” (HR. Thabrani)

Di antara taufiq dari Allah kepada hamba-Nya adalah perhatiannya terhadap al-Qur’an. Maka yang terbaik di antara manusia adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.

Di antara taufiq dari Allah kepada hamba-Nya adalah amar ma’ruf dan nahi munkar yang dilakukan oleh hamba tersebut sesuai dengan kemampuannya. Dan amar ma’ruf dan nahi munkar adalah salah satu perilaku ahli Iman, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنْ الْمُنكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرْ الْمُؤْمِنِينَ) [التوبة:112]

”Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, memuji (Allah), yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mu’min itu.” (QS. At-Taubah: 112)

Dan masih banyak lagi tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan taufiq kepada salah seorang hamba. Namun intinya adalah kapan seorang hamba dimudahkan untuk melakukan ketaatan maka itu adalah tanda bahwa Allah memberinya taufiq. Wallah A’lam Bishawab.

(Sumber: Disarikan dari khutbah jum’at Syaikh Shalih Alu Syaikh di http://af.org.sa/page.php?pg=article_desc&art_id=1472&cat_id=33. Diposting oelh Abu Yusuf Sujono)