Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وفي الصحيحين أيضا عن أبي هريرة – رضي الله عنه -أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال :(العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة).

”Dari satu umrah ke umrah yang lain adalah penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannnya melainkan Surga.” (HR. Malik (767), Ahmad (9949), al-Bukhari (1683), Muslim (1349), at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan selain mereka rahimahumullah. Lihat Jam’ul Jawaami’ karya Imam as-Suyuthi rahimahullah)

Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang lima, ia termasuk salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam yang agung, yang jiwa-jiwa kaum Muslimin condong kepadanya dan hati-hati mereka rindu untuk mengunjunginya. Dan dalam bulan-bulan haji tersebut jiwa-jiwa mereka berharap untuk dapat mengunjungi negeri yang suci tersebut, sebagai perwujudan dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

(وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا)

”Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.“ (QS. Al-Baqarah: 125)

Dan firman-Nya:

(وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ ، لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ).

”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki,dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfa’at bagi mereka.“ (QS. Al-Hajj: 27-28)

Dengan didorong rasa kerinduan, para jama’ah haji setiap tahun berbondong-bondong menuju ke negeri yang suci tersebut. Dan setiap mereka berharap semoga bisa kembali bersih dari dosa seperti saat mereka dilahirkan oleh ibu mereka. Maka haji menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu:

أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الإِسْلاَمَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ وَأَنَّ الْهِجْرَةَ تَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهَا وَأَنَّ الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ

”Tidakkah engkau mengetahui bahwa Islam menghapuskan apa-apa (dosa) yang telah lalu? Dan bahwasanya Hijrah menghapuskan apa-apa yang telah lalu? Dan bahwasanya haji menghapuskan apa-apa yang telah lalu?” (HR. Muslim 1/112, no. 121 dalam kitab Shahihnya dan Ibnu Khuzaimah no. 2515. Lihat Jam’ul Jawaami’)

Demikian juga Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu merowayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

« مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ، فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّه »

”Barang siapa berhaji ke Baitullah kemudian ia tidak berbuat rafats dan tidak berbuat fasik maka ia kembali seperti pada hari dilahirkan oleh ibunya (bersih dari dosa).” (HR. Al-Bukhari)

Ibnu Baththal rahimahullah dalam Syarh Shahih al-Bukhari berkata:” Mereka (para Ulama) rahimahumullah berbeda pendapat dalam menafsirkan kata rafats. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia berkata:’Rafats dalam haji adalah perkataan yang dengannya wanita diajak (rayuan dan sejenisnya).’ Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dan ‘Atha rahimahullah meriwayatkan hal yang serupa. Dan diriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbas bahwa rafats adalah jima’ (hubungan suami isteri). Dan ini adalah pendapat Mujahid dan Az-Zuhri.”

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:”Fasik adalah celaan (cacian).” Mujahid dan Az-Zuhri rahimahumallah berkata:”Kefasikan adalah kemaksiatan.” dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:”Perdebatan, yaitu engkau mendebat temanmu sehingga membuat dia marah.” Thawus rahimahullah berkata:”Ia adalah mendebat manusia.”

Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

تابعوا بين الحج والعمرة فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفى الكير خبث الحديد والذهب والفضة وليس للحجة المبرورة ثواب إلا الجنة

”Dekatkanlah antara haji dan umrah, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana api pandai besi menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan bagi haji mabrur tidak ada pahala selain Surga.” (HR. Ahmad, Ibnu Zanjawaih, at-Tirmidzi –hadits hasan gharib-, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Lihat Jam’ul Jawaami’ karya Imam as-Suyuthi rahimahullah)

Al-Mubarkafuri rahimahullah mengatakan dalam TuhfatulAhwadzi:”Maknanya adalah dekatkan tenggang waktu keduanya (haji dan umrah), bisa jadi dengan haji Qiran, atau dengan melakukan salah satu hal tersebut bersamaan dengan yang lainnya. Ath-Thayyibi rahimahullah berkata:’Jika kalian umrah maka berhajilan, dan jika kalian berhaji maka umrahlah.’ Karena keduanya, yaitu haji dan umrah menghilangkan, kemiskinan. Dan kemiskinan yang dhilangkan yang dimaksud bisa jadi kemiskinan lahiriyah (hakiki) yaitu dengan dijadikannya dia kaya harta. Dan bisa jadi kemiskinan tersebut adalah kemiskinan batiniah dan ia dihilangkan dengan kaya hati. Dan keduanya juga menghapuskan dosa, ada yang mengatakan bahwa dosa yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil, namun penafsiran ini tertolak dengan sabda Nabi ”Sebagaimana Api pandai besi menghilangkan kotoran besi.” yaitu api yang ditiup oleh tukang pandai besi.”

Dan mereka yang tidak diberikan taufik dan kemudahan oleh Allah untuk melakukan haji dan tidak mampu melakukan perjalanan haji, maka mereka hanya bisa mengantarkan kepergian mereka (dan mendo’akan mereka). Seolah-olah lisan mereka mengatakan:
( يا سائرين إلى البيت العتيق لقد … سرتم جسوما و سرنا نحن أرواحا )
( إنا أقمنا على عذر و قد رحلوا … و من أقام على عذر كمن راحا )

Wahai orang-orang yang berjalan menuju Baitil ‘Atiq (Ka’bah), kalian telah

Melakukan perjalanan jasad sedang kami melakukannya dengan jiwa-jiwa kami

Sungguh kami tinggal di sini karea ada halangan sementara mereka telah pergi

Dan barang siapa yang tinggal karena halangan maka seprti mereka yang pergi

Namun ada hal penting yang harus kita perhatikan, yaitu kesungguhan dan keseriusan agar haji kita menjadi haji mabrur, diampuni dosanya dengan ibadah haji, dan masuk ke dalam Surga yang Allah janjikan bagi yang hajinya mabrur.

Beberapa hadits telah mengisyaratkan kepada hal itu, di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah dari haidts Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:

سُئِل رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- :« أيُّ العمل أفْضَل ؟ قال : إيمان بالله ورسوله ، قيل : ثم ماذا ؟ قال : الجهادُ في سبيل الله ، قيل: ثم ماذا ؟ قال:حَجّ مبرور ».أخرجه البخاري ومسلم

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya:”Amal ibadah apakah yang paling utama?” Beliau bersabda:”Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”. Dikatakan (kepadanya):”Kemudian apa?” Beliau bersabda:”Jihad dijalan Allah”. Dikatakan (kepadanya):”Kemudian apa?” Beliau bersabda:”Haji yang mabrur”“( HR. Al-Bukhari dan Muslim, lihat Shahih Jaami’ul Ushuul, Imam as-Suyuthi)

Demikian juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة

”Dari satu umrah ke umrah yang lain adalah penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannnya melainkan Surga.” (HR. Malik (767), Ahmad (9949), al-Bukhari (1683), Muslim (1349), at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan selain mereka rahimahumullah. Lihat Jam’ul Jawaami’ karya Imam as-Suyuthi rahimahullah)

Lalu apa haji mabrur itu?

Para Ulama mengatakan bahwa sebuah ibadah haji bisa dikatakan mabrur jiak terkumpul di dalamnya beberapa perkara, di antaranya:

Terpenuhinya Syarat Dan Rukun Haji.

Maksudnya adalah pelakunya melakukan haji dengan cara yang sempurna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan tata cara manasik haji ini kepada ummatnya, baik lewat ucapan beliau maupun lewat perbuatan beliau dalam haji Wada’ (haji perpisahan). Di sana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

خُذُوا عَني مَناسِكَكُمْ ، لا أدري لَعَلَّي لا أَحُجُّ بعد حَجَّتي هذه ». أخرجه مسلم وأبو داود.

Ambillah dariku (tata cara) Manasik haji kalian, aku tidak tahu mungkin saja aku tidak bisa berhaji lagi setelah hajiku ini.”

Mengisi Hajinya Dengan Amalan-Amalan Kebajikan

Maksudnya, dengan melakukan ketaatan seluruhnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menafsirkan kata ”al-Birr” (kebajikan) dalam al-Qur’an dengan hal tersebut, Dia berfirman:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ باِللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَالْمَلَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّنَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقاَمَ الصَّلَوةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
{177}

”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

Imam Ibnu Rajab dalam kitab Latha’iful Ma’arif berkata:”Sesungguhnya macam-macam kebajikan (al-Birr) ada enam, yang barang siapa menyempurnakan keenamnya maka ia telah menyempurnakan kebajikan tersebut. Pertama; Beriman dengan rukun Iman yang lima (maksudnya yang disebutkan dalam ayat di atas), Kedua; Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat dekat, anak yatim, orang miskin, musafir, orang-orang yang meminta-minta dan membebaskan budak. Ketiga; Menegakkan shalat.Keempat; Memberikan zakat Kelima; Menepati janji.Keenam; Bersabar karena kemiskinan , sakit dan ketika di medan peperangan.”

Dan keenam hal di atas dubutuhkan oleh orang yang melakukan haji, karena haji tidak sah tanpa iman, haji tidak sempurna dan tidak mabrur jika tidak menegakkan sholat, membayar zakat. Karena rukun Islam yang satu dengan yang lain saling berkaitan, dan tidak sempurna Iman dan Islam sebelum ia melakukan keseluruhannya. Dan juga tidak sempurna haji seseorang jika tidak menepati janji-janjinya dalam kesepakatan-kesepakatan yang dibutuhkan oleh jama’ah haji dalam perjalan hajinyanya. Tidak sempurna juga sebelum membelanjakan hartanya pada hal-hal yang dicintai oleh Allah. Dan disampaing itu semua ia jugamembutuhkan kesabaran dalam menghadapi segala kesulitan (kesusahan) yang dia rasakan di perjalanan hajinya tersebut. Maka inilah cabang-cabang dari al-Birr (kebajikan) itu.

Bergaul Dengan Manusia Dengan Baik Dan Berhias Dengan Akhlak Mulia

Berbuat baik dengan manusia termasuk al-Birr (kebajikan). Di dalam Shahih Muslim disebutkan bahwanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang al-Birr, maka beliau menjawab:

[البر حسن الخلق ]

”AL-Birr (kebajikan) adalah akhlak yang baik.”

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

إن البر شيء هين : وجه طليق و كلام لين.

”Sesungguhnya al-Birr itu hal yang mudah, yaitu wajah yang berseri dan perkataan yang lembut.” (Latha’iful Ma’arif)

Memperbanyak Dzikir Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Dalam Ibadah Hajinya

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memeritahkan untuk memperbanyak dzikir di dalam menunaikan manasik haji, secara berkali-kali, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ (198) ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (199) فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا )

”Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy’aril haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allahsebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang -orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafat) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (denga menyebut) Allah, sebagimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu.” (QS. Al-Baqarah: 198-200)

Dan secara khusus adalah memperbanyak dzikir ketika ihram yaitu dengan memperbanyak Talbiyah dan Takbir. Di dalam Sunan at-Tirmidzi dan Ibnu Majah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

[ أفضل الحج العج و الثج ] والعج: هو رفع الصوت بالتكبير والتلبية ، والثج: هو إراقة دماء الهدايا و النسك .

Menjauhi Amalan-amalan Yang Menyebabkan Dosa

Yaitu meninggalkan amalan-amalan seperi rafats, kefasikan dan kemaksisatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

{ الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ}
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal .” (QS. Al-Baqarah: 198-200)

Dan juga dalam hadits shahih disebutkan:

« مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ، فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّه »

”Barang siapa berhaji ke Baitullah kemudian ia tidak berbuat rafats dan tidak berbuat fasik maka ia kembali seperti pada hari dilahirkan oleh ibunya (bersih dari dosa).” (HR. Al-Bukhari)

Menunaikannya Dengan Harta Yang Halal, Bukan Dari Yang Haram

Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik.

Menunaikannya Hanya Karena Allah

Ia tidak menunaikan ibadah haji tersebut karena riya, sum’ah, sombong, berbangga-bangga, sombong dang yang lainnya.

Al-Mabrur = Al-Maqbul (Yang diterima)

Ada yang mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima dan ciri-cirinya adalah seseorang kembali dari hajinya dalam kondisi yang lebih baik, bukan kembali kepada perbuatan maksiat.

Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semoga Dia mengkaruniakan kepada kita haji yang mabrur, dan ibadah yang diterima, sesungguhnya Dia Mahakuasa terhdadap segala sesuatu.

(Sumber:الحج المبرور karya ‘Abdul Mahmud Yusuf ‘Abdullah as-Sudani, di http://www.saaid.net/mktarat/hajj/213.htm. Dengan tambahan dan pengubahan dari Tuhfatul Ahwadzi dan kitab lainnya. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)