Ketahuilah bahwa memuji seseorang dan menyanjungnya dengan sifatnya yang baik kadang terjadi dengan hadirnya orang yang dipuji, dan kadang terjadi tanpa kehadirannya.

Adapun pujian tanpa kehadiran orang yang dipuji, tidaklah dilarang, kecuali apabila orang yang memuji tersebut berbicara ngawur dan masuk pada kebohongan, maka haram baginya disebabkan kebohongannya itu, bukan karena pujiannya. Dan dianjurkan mengatakan pujian yang tidak mengandung kebohongan seperti ini, apabila memang mengandung maslahat dan tidak mendatangkan kerusakan; seperti misalnya, kalau pujian itu sampai kepada orang yang dipuji lalu dia menjadi terfitnah karenanya.

Sedangkan pujian (yang dilakukan) di hadapan orang yang dipuji, maka telah datang hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya atau (bahkan) disunnahkan, dan hadits-hadits lain justru mengandung larangan. Para ulama berkata, “Cara mengumpulkan antara dua hadits adalah dengan menjabarkan bahwa bila objek yang dipuji memiliki kesempurnaan iman, kebaikan keyakinan, dan jiwa yang terlatih serta pengetahuan yang sempurna yang mana dia tidak terpedaya dan tertipu daya dengan hal tersebut, dan jiwanya tidak dipermainkan olehnya, maka pujian tersebut tidaklah haram dan tidak pula makruh. Namun apabila ditakutkan dia tertimpa salah satu bencana tersebut, maka sangat dimakruhkan untuk memujinya.

Dan di antara hadits-hadits yang melarangnya:

Hadits yang kami riwayatkan dalam Shahih Muslim, dari al-Miqdad radiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَجُلاً جَعَلَ يَمْدَحُ عُثْمَانَ رضي الله عنه فَعَمِدَ الْمِقْدَادُ، فَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ، فَجَعَلَ يَحْثُوْ فِي وَجْهِهِ الْحَصْبَاءَ، فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ: مَا شَأْنُكَ؟ فَقَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُ الْمَدَّاحِيْنَ: فَاحْثُوْا فِي وُجُوْهِهِمُ التُّرَابَ.

“Bahwasanya seseorang memuji Utsman radiyallahu ‘anhu maka al-Miqdad menghampiri (nya) lalu duduk di atas kedua lututnya lalu mengambil segenggam kerikil dilemparkan ke wajahnya. Maka Utsman bertanya kepadanya, ‘Apa yang terjadi denganmu?’ Dia menjawab, ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila kalian melihat orang-orang yang berlebih-lebihan memuji maka lemparkanlah tanah ke muka mereka’.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Musa al-Asy’ari radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

سَمِعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم رَجُلاً يُثْنِي عَلَى رَجُلٍ وَيُطْرِيهِ فِي الْمِدْحَةِ، فَقَالَ: أَهْلَكْتُمْ (أَوْ قَطَعْتُمْ) ظَهْرَ الرَّجُلِ.

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki memuji seorang laki-laki dan berlebih-lebihan dalam memujinya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Kamu telah mencelakakan (atau, mematahkan) punggung laki-laki tersebut’.”

Saya berkata,” اْلإِطْرَاءُ bermakna berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam memuji. Pendapat lain mengatakan, maknanya adalah memuji (itu sendiri).

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Bakrah radiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَجُلاً ذُكِرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم، فَأَثْنَى عَلَيْهِ رَجُلٌ خَيْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ : صلى الله عليه و سلم: وَيْحَكَ! قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ (يَقُولُهُ مِرَارًا) إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا أَخاَهُ لاَ مَحَالَةَ، فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ كَذَا وَكَذَا إِنْ كَانَ يَرَى أَنَّهُ كَذلِكَ- وَحَسِيْبُهُ اللهُ، وَلاَ يُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَدًا.

“Bahwasanya seseorang di sebut-sebut di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka seorang laki-laki memujinya dengan kebaikan. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Celakalah kamu, kamu telah memotong leher temanmu,’ (beliau mengatakan berulang-ulang), ‘apabila salah seorang dari kalian memuji saudaranya dan itu memang harus ia lakukan, maka dia bisa berkata, ‘Saya kira demikian dan demikian apabila diduga memang demikian dan yang menghisabnya adalah Allah, dan janganlah dia memastikan kesucian pada seseorang kepada Allah’.”

Sedangkan hadits-hadits yang membolehkan, sangat banyak dan tidak terbatas, akan tetapi kami sampaikan di sini sebagian.

Maka di antaranya, “Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits shahih kepada Abu Bakar radiyallahu ‘anhu,

مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا

‘Apa dugaanmu wahai Abu Bakar, terhadap dua orang, yang Allah adalah yang ketiga di antara mereka berdua’.”

Dan dalam hadits yang lain, (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda memuji Abu Bakar),

لَسْتَ مِنْهُمْ.

“Kamu bukan termasuk dari mereka.”

Maksudnya, kamu bukan termasuk bagian dari orang-orang yang mengisbalkan (memanjangkan lebih dari mata kaki) sarung mereka karena sombong.

Dan dalam hadits yang lain, (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Abu Bakar radiyallahu ‘anhu)),

يَا أَبَا بَكْرٍ، لاَ تَبْكِ. إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبُوْ بَكْرٍ، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيْلاً، لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً.

“Wahai Abu Bakar, jangan menangis, sesungguhnya orang terbaik terhadapku dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar, kalau seandainya aku mengambil khalil (sahabat kesayangan) dari umatku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalilku.”

Dan dalam hadits yang lain, (juga kepada Abu Bakar radiyallahu ‘anhu),

أَرْجُوْ أَنْ تَكُوْنَ مِنْهُمْ.

“Saya berharap kamu termasuk di antara mereka.”

Yaitu, termasuk orang-orang yang dipanggil dari semua pintu surga untuk memasukinya.

Dalam hadits yang lain,

اِئْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ

“Izinkan untuknya (Abu Bakar), dan berilah kabar gembira kepadanya dengan surga.”

Dalam hadits yang lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اُثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ وَصِدِّيْقٌ وَشَهِيْدَانِ.

“Kokoh (dan diamlah) wahai Uhud karena di atasmu ada seorang Nabi, ash-Shiddiq, dan dua orang syahid (Umar dan Utsman).”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

دَخَلْتُ الْجَنَّةَ، فَرَأَيْتُ قَصْرًا، فَقُلْتُ لِمَنْ هذَا؟ قَالُوا: لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَهُ فَذَكَرْتُ غَيْرَتَكَ، فَقَالَ عُمَرُ رضي الله عنه: بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَعَلَيْكَ أَغَارُ؟

“Saya masuk surga, maka saya melihat sebuah istana, lalu saya bertanya, ‘Untuk Siapa istana ini?’ Para Malaikat menjawab, ‘Untuk Umar bin al-Khaththab.’ Maka saya ingin memasukinya, lalu saya teringat kecemburuanmu. Maka Umar radiyallahu ‘anhu berkata, ‘Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah, apakah kepada anda saya akan cemburu?'”

Dalam hadits yang lain,

يَا عُمَرُ، مَا لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ سَالِكًا فَجًّا، إِلاَّ سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ.

“Wahai Umar, tidaklah setan bertemu denganmu sementara kamu berjalan di jalan yang lebar melainkan dia akan berjalan di jalan yang lebar selain jalanmu.”

Dalam hadits yang lain,

اِفْتَحْ لِعُثْمَانَ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ.

“Bukalah untuk Utsman, dan berilah kabar gembira padanya dengan surga.”

Dalam hadits yang lain beliau berkata kepada Ali,

أَنْتَ مِنِّي وَأَنَا مِنْكَ.

“Kamu bagian dari diriku, dan aku bagian dari dirimu.”

Dan dalam hadits yang lain beliau bersabda kepada Ali,

أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُوْنَ مِنْ مُوسَى؟

“Tidakkah kamu ridha menjadi partnerku sebagaimana kedudukan Nabi Harun terhadap Nabi Musa.”

Dan dalam hadits yang lain, beliau berkata kepada Bilal,

سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ فِي الْجَنَّةِ.

“Saya mendengar suara langkah pelan sandalmu di surga.”

Dan dalam hadits yang lain, beliau berkata kepada Ubay bin Ka’ab,

لِيَهْنَأْكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ.

“Ilmu benar-benar membuatmu penuh nikmat, wahai Abu al-Mundzir.”

Dan dalam hadits yang lain beliau berkata kepada Abdullah bin Salam,

أنتَ عَلَى اْلإِسْلاَمِ حَتَّى تَمُوْتَ.

“Kamu akan berpegang teguh pada Islam sampai kamu meninggal.”

Dan dalam hadits lain beliau bersabda kepada al-Anshari,

ضَحِكَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ (أَوْ عَجِبَ) مِنْ فِعَالِكُمَا.

“Allah ‘azza wajalla tertawa (atau kagum) atas amal perbuatan kalian berdua.”

Dan dalam hadits lain beliau bersabda kepada Kaum Anshar,

أَنْتُمْ مِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ.

“Kalian termasuk orang-orang yang paling saya cintai.”

Dan dalam hadits lain beliau bersabda kepada Asyaj Abdul Qais,

إِنَّ فِيْكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ سبحانه و تعالى وَرَسُوْلُهُ الْحِلْمُ وَاْلأَنَاةُ

“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua karakter yang disukai oleh Allah dan RasulNya, akal yang bijak dan berhati-hati (dalam segala urusan).”

Dan setiap hadits yang saya tunjukkan dalam ash-Shahih adalah sangat masyhur, oleh karena itu, saya tidak menambahkannya.

Dan pujian yang semisal yang telah kami sebutkan di antara pujiannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kaitan ini adalah banyak sekali. Sedangkan perihal pujian sahabat dan tabi’in serta orang-orang setelahnya dari golongan ulama, para pemimpin yang diikuti oleh mereka, sangat banyak dan sulit untuk dihitung. Wallahu a’lam.

Abu Hamid al-Ghazali berkata pada bab terakhir dari Kitab az-Zakah dari al-Ihya’: “Jika seseorang bersedekah, maka seharusnya orang yang mengambil sedekah itu melihat; jika orang yang bersedekah itu termasuk orang yang senang dengan ucapan terima kasih dan penyebarannya (riya’), maka hendaklah orang yang menerima sedekah itu menyembunyikannya, karena pelaksanaan haknya adalah dengan tidak menolongnya terhadap kezhaliman, dan dia memberikan untuk memperoleh ucapan terima kasih merupakan kezhaliman. Dan apabila dia mengetahui kondisinya bahwa dia tidak menyukai ucapan terima kasih dan tidak memaksudkannya, maka pengambil sedekah hendaklah mengucapkan terima kasih kepadanya dan menampakkan sedekahnya.”

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mengenal dirinya sendiri, maka pujian seseorang tidak akan memudharatkannya.”

Abu Hamid al-Ghazali berkata setelah menyebutkan hal terdahulu pada awal bab bersangkutan, “Ketepatan makna-makna ini seharusnya diperhatikan oleh orang yang menjaga hatinya, karena amal perbuatan anggota badan dengan meremehkan ketepatan makna ini menjadi bahan tertawaan bagi setan karena banyaknya keletihan dan sedikitnya manfaat. Dan ilmu seperti inilah yang dikatakan orang arif ‘Sesungguhnya mempelajari satu masalah darinya lebih utama daripada ibadah satu tahun, karena dengan ilmu ini maka ibadah (yang dapat dilakukan dalam) umur seseorang menjadi hidup, sedangkan dengan kebodohan ibadah menjadi mati dan tidak berfungsi.” Wa billahi at-Taufiq.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky