Masalah: Dianjurkan menjawab orang yang menyapamu dengan “Labbaik wa Sa’daik” (saya memenuhi panggilanmu dengan kebahagiaan) atau dengan “Labbaik” saja (tanpa wa sa’daik).

Disunnahkan kepada seseorang untuk mengucapkan “Marhaban” (Selamat datang) kepada orang yang datang kepadanya.

Terhadap orang yang berbuat baik kepadanya atau melihat suatu perbuatannya yang baik, hendaklah dia mengucapkan, “Hafizhakallah” (semoga Allah menjagamu), dan “Jazakallah Khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) dan yang semisalnya.

Dalil-dalil yang menunjukkan hal ini berupa hadits-hadits shahih sangat banyak lagi masyhur.

Masalah: Dan tidak mengapa mengatakan kepada seseorang yang agung dalam ilmunya atau kebaikannya atau semisalnya, ucapan, “Ja’alanillah Fidaka” (semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu dalam menolak bahaya) atau “Fidaka Abi wa Ummi“, (ayah dan ibuku sebagai tebusanmu dari mara bahaya) dan semisalnya. Dalil-dalil tentang ini, yang berupa hadits shahih sangat banyak dan masyhur, saya tidak menyebutkannya untuk meringkasnya.

Masalah: Apabila seorang wanita mempunyai keperluan untuk berbicara dengan selain mahram dalam suatu transaksi jual beli atau lainnya berupa pokok bahasan yang mana dia diperbolehkan untuk berbicara dengannya, maka hendaklah dia berbicara dengan keras dan tegas dalam pengungkapannya, dan tidak lemah lembut karena dikhawatirkan menimbulkan hawa nafsu laki-laki tersebut.

Imam Abu al-Hasan al-Wahidi dari kalangan para sahabat kami berkata dalam kitabnya al-Basith, “Para sahabat kami berkata, ‘Seorang wanita disunnahkan berbicara tegas jika berbicara kepada selain mahram, karena hal tersebut lebih menjauhkan keinginan hawa nafsu. Demikian juga apabila berbicara dengan mahram yang disebabkan tali kekerabatan karena perkawinan (al-Mushaharah). Ingatlah bahwa Allah berwasiat kepada Ummahat al-Mukminin dengan wasiat ini, padahal mereka haram dinikahi untuk selamanya. Maka Allah berfirman,

يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya…”. (Al-Ahzab: 32).

Saya mengatakan, Inilah yang disebutkan oleh al-Wahidi berupa ketegasan dalam berbicara. Demikian pula yang dikatakan oleh para sahabat kami. Syaikh Ibrahim al-Marwazi dari kalangan para sahabat kami berkata, “Cara seorang wanita untuk berbicara tegas kepada seorang laki-laki adalah dengan meletakkan punggung telapak tangannya di mulutnya, dan dia menjawabnya dengan demikian pula.” Wallahu a’lam.

Pernyataan yang disebutkan oleh al-Wahidi bahwa mahram yang disebabkan hubungan pertalian pernikahan, kedudukannya adalah seperti selain mahram adalah pernyataan yang lemah dan bertentangan dengan pendapat yang masyhur menurut para sahabat kami, karena mahram yang disebabkan hubungan pertalian pernikahan berkedudukan sebagaimana mahram yang disebabkan pertalian kekerabatan dalam hal melihat dan berduaan. Adapun Ummahat al-Mukminin, mereka adalah para ibu yang hanya diharamkan untuk dinikahi dan wajib untuk dihormati. Oleh karena itu, menikahi putri-putri mereka hukumnya adalah halal. Wallahu a’lam.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky