Jamaah Anshar Sunnah adalah jamaah Islamiyah yang bermanhaj salaf, pertama kali berdiri di Mesir kemudian menyebar ke beberapa negeri kaum muslimin untuk menyeru mereka kepada Islam di atas landasan tauhid yang bersih dan sunnah yang shahih.

Jamaah ini berdiri di Kaero Mesir tahun 1345 H – 1926 M di tangan Syaikh Muhammad Hamid al-Faqi dengan didukung oleh beberapa rekannya seperti Syaikh Abdul Wahab al-Banna, Muhammad Shalih asy-Syarif, Usman Shabahul Khair dan Hijazi Fadhl Abdul Hamid.

Jamaah ini berdiri pada zaman di mana Mesir dan kebanyakan negeri-negeri kaum muslimin dibekap oleh kesyirikan, bid’ah dan khurafat disebabkan oleh kebodohan terhadap Islam yang shahih.

Syaikh Muhammad Hamid, pendiri jamaah ini lahir di tahun 1310 H – 1892 M di sebuah keluarga ilmu, ayahandanya adalah rekan Syaikh Muhammad Abduh dalam menuntut ilmu. Syaikh masuk al-Azhar tahun 1322 H – 1904 M, dan dalam usia delapan belas tahun Syaikh menjelma menjadi seorang penuntut ilmu yang unggul sehingga rekan-rekannya menjadikan Syaikh sebagai guru mereka.

Tahun 1917 M Syaikh mendapatkan gelar Doktoralnya dari Universita al-Azhar, setelah itu Syaikh mulai menebarkan dakwah tauhid dan pembelaan terhadap sunnah melalui masjid Syarkas di Kaero yang diimaminya kemudian masjid Haddarah yang dia imaminya sesudah itu sampai Syaikh wafat.

Syaikh tidak membatasi dakwahnya hanya di masjid, melalui tempat-tempat pertemuan dan warung-warung kopi, simpatisannya semakin hari semakin meningkat, hal ini membuat dada orang-orang sufi dan ahli bid’ah semakin sesak dan emosi mereka meradang.

Syaikh mulai berpikir untuk mendirikan sebuah wadah bagi orang-orang yang mengelilinginya, sebuah lembaga yang menyebarkan pemikiran mereka. Maka di bulan Desember 1926 M didirikan sebuah markas dengan nama Dar Jama’ah Anshar as-Sunnah al-Muhammadiyah dan Syaikh Muhammad Hamid al-Faqi terpilih sebagai pemimpinnya.

Jamaah ini terus berkembang dan melangkah maju, Syaikh Muhammad membuat majalah dengan nama al-Hadyu an-Nabawi sebagai sarana untuk memproklamirkan dakwah jamaah dan pemikiran-pemikirannya. Syaikh sendiri yang menjadi pemimpin redaksinya namun dia tidak bekerja sendiri karena beberapa ulama besar ikut aktif berpartisipasi di dalamnya seperti pakar hadits Syaikh Ahmad Syaikir, Ustadz Muhibuddin al-Khathib, Syaikh Muhyiddin Abdul Hamid, Syaikh al-Azhar masa itu yaitu Syaikh Mahmud Syaltut dan lain-lain.

Seiring dengan berkembangnya aktifitas dakwah jamaah Syaikh mendirikan percetakan yang diberi nama Mathba’ah as-Sunnah al-Muhammadiyah untuk mencetak dan menyebarkan kitab-kitab salaf shalih khususnya buku-buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim.

Syaikh juga ikut dalam peperangan melawan penjajahan Inggris terhadap Mesir pasca perang dunia kedua di samping ikut serta dalam mencetak edaran-edaran yang melawan penjajahan.

Dakwah Syaikh terus berkembang, aktifitas simpatisan jamaah terlihat nyata di beberapa lini kehidupan Mesir, hal ini memicu persinggungan dengan dua kelompok yang menentang jamaah dan pemikirannya sejak ia berdiri. Kedua kelompok itu adalah orang-orang tarekat sufi dan para pengusung paham sekularisme.

Syaikh berkata, “Siapa yang menjadikan ucapan orang-orang Eropa sebagai undang-undang yang dijadikan rujukan dalam perkara jiwa, harta dan pernikahan dan mendahulukannya di atas apa yang jelas dari kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw maka tanpa ragu dia adalah kafir murtad jika dia bersikukuh di atas hal itu dan tidak kembali kepada hukum Allah, nama yang disandangnya tidak berguna baginya, perbuatan lahir dalam Islam seperti shalat, puasa dan haji tidak berguna baginya.”

Syaikh wafat di hari Jum’at 7 Rajab 1378 H atau 16 Januari 1959 M. Kematiannya mengundang bela sungkawa dari para pemimpin dan ulama negera-negara Arab dan Islam. Jenazah Syaikh diantarkan oleh ratusan ribu orang termasuk para masyaikh al-Azhar yang diketuai oleh Syaikh Abdurrahman Taj dan Syaikh Hasanain Makhluf.

Dari al-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani.