Ahlus Sunnah dan Istri Nabi saw

Ahlus Sunnah menghormati Ummahatul Mukminin. Ini adalah sifat bagi istri-istri Rasulullah. Istri-istri Rasulullah adalah ibu kita dalam penghormatan, penghargaan dan kedudukan. Firman Allah, “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang Mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.â€‌ (Al-Ahzab: 6). Kita loyal kepada mereka dengan mendukung dan membela mereka serta meyakini bahwa mereka adalah istri-istri terbaik penduduk bumi karena mereka adalah istri-istri Rasulullah.

Di antara istri-istri Nabi saw adalah Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Rasulullah, Rasulullah menikahinya dalam usia dua puluh lima tahun sementara dia empat puluh tahun. Dia adalah wanita cerdas. Nabi sawbanyak mengambil manfaat darinya karena dia adalah wanita pintar dan cerdik. Selama Khadijah hidup Rasulullah tidak menikah dengan wanita lain.

Khadijah adalah ibu dari mayoritas anak-anak Nabi saw nya, dan Rasulullah mempunyai anak bukan dari Khadijah yaitu Ibrahim dari Maria al-Qibthiyah.

Anak Rasulullah dari Khadijah ada enam orang, dua laki-laki dan empat wanita. Yang laki-laki adalah: al-Qasim dan Abdullah yang dikenal dengan ath-Thayib dan ath-Thahir. Putri-putrinya adalah: Zaenab, Ummu Kultsum, Fatimah dan Ruqayah. Putra terbesar al-Qasim dan putri terbesar adalah Zaenab.

Khadijah adalah orang pertama yang beriman kepada Nabi karena ketika Nabi pulang dari gua Hira dan menyampaikan apa yang didapatkan di sana, dia berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Aku beriman kepadamu.â€‌ Lalu Khadijah membawa Nabi kepada Waraqah bin Naufal dan menceritakan berita Nabi kepadanya. Waraqah berkata kepadanya, “Ini adalah namus yang turun kepada Musa.â€‌ Namus adalah pemilik rahasia. Waraqah pun beriman kepada Nabi.

Oleh karena itu wanita pertama yang beriman adalah Khadijah. Khadijah adalah pendukung setia Nabi. Siapa pun yang membaca sirah Nabi maka dia pasti mengakui bahwa dukungan Khadijah kepada Nabi tidak diungguli oleh seorang pun dari istri-istri Nabi lainnya.
Khadijah memiliki kedudukan yang tinggi di hati Rasulullah. Sampai-sampai Nabi tetap mengingatnya setelah dia wafat, beliau mengirim hadiah kepada teman-teman Khadijah dan bersabda, “Dia itu begini begini, aku memiliki anak darinya.â€‌ Nabi memujinya. Ini menunjukkan kedudukannya yang tinggi di sisi Rasulullah.

Di antara istri-istri nabi saw adalah Aisyah, dia adalah ash-Siddiqah karena imannya yang sempurna kepada Rasulullah dan karena kejujurannya dalam bergaul dengan Rasulullah serta kesabarannya dalam menghadapi tekanan berat karena kisah dusta yang ditujukan kepadanya, ketika Allah menurunkan kesaksian kebebasannya atas kisah dusta tersebut, dia berkata, “Sesungguhnya aku tidak memuji kecuali Allah.â€‌

Keutamaan Aisyah di atas para wanita adalah seperti keutamaan tsarid di atas makanan lainnya. Ini adalah sabda Nabi yang menetapkan keunggulan Aisyah. Aisyah mempunyai keutamaan yang tidak digapai oleh wanita mana pun. Siapa yang lebih utama antara Khadijah dengan Aisyah?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian berkata, Khadijah lebih afdhal karena dia memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki Aisyah. Yang lain berkata, Aisyah lebih afdhal berdasarkan hadits di atas, dia memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh Khadijah.

Sebagian ulama membuat perincian, masing-masing memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh yang lain. Di awal dakwah Nabi Khadijah memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh Aisyah dan tersaingi olehnya akan tetapi setelah itu dan setelah Rasulullah wafat Aisyah berjasa besar dalam menyebarkan Sunnah dan ilmu serta hidayah kepada umat yang tidak dimiliki oleh Khadijah.

Pendapat yang ketiga ini bagus, karena masing-masing memang mempunyai keistimewaan yang tidak dipunyai oleh yang lain, maka kita katakan, di awal dakwah Islam Khadijah berjasa besar, namun di akhir kehidupan Nabi saw dan sesudahnya, giliran jasa besar itu milik Aisyah. Apapun Ahlus Sunnah meyakini bahwa istri-istri Nabi saw termasuk penghuni surga.

Berhati-hati Terhadap Rafidhah dan Nashibah

Ahlus Sunnah berlepas diri dari dua kelompok ini. Rafidhah adalah kelompok yang bersikap berlebih-lebihan pada Ali bin Abu Thalib dan ahlu bait. Mereka disebut Rafidhah karena mereka rafadhu (menolak) Ali bin al-Husain bin Ali bin Abu Thalib ketika mereka bertanya kepadanya tentang Abu Bakar dan Umar, maka Ali bin al-Husain memuji keduanya dan berkata, “Mereka berdua adalah pendukung kakekku.â€‌

Adapun Nashibah maka mereka adalah orang-orang nashabu (menegakkan) permusuhan kepada ahlu bait, menghina dan mencaci maki. Mereka ini adalah lawan Rafidhah.

Rafidhah menyerang sahabat dengan hati dan lisan. Hati mereka membenci dan memusuhi sahabat kecuali orang-orang yang menjadi perantara mereka untuk meraih ambisi mereka dan mereka pun bersikap berlebih-lebihan pada orang-orang tersebut, dan orang-orang tersebut adalah ahli bait.

Lisan mereka melaknat dan mencaci sahabat. mereka berkata: Para sahabat adalah orang-orang zhalim. Mereka berkata: Mereka murtad setelah Nabi kecuali sedikit dari mereka, dan masih banyak lagi kata-kata buruk mereka terhadap para sahabat.

Adapun nawashib maka mereka menghadapi bid’ah dengan bid’ah, ketika mereka melihat Rafidhah bersikap berlebih-lebihan terhadap ahli bait maka mereka berkata, “Kalau begitu kita memusuhi dan mencela ahli bait.â€‌ Hal itu sebagai reaksi terhadap Rafidhah yang berlebih-lebihan dalam mencintai dan memuji ahli bait. Sikap pertengahan selalu menjadi yang terbaik, merespon bid’ah dengan bid’ah hanya menguatkan bid’ah itu sendiri, yang benar adalah menghadapi bid’ah dengan sunnah.

Dari Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin.