Oleh: Ustadz Izzudin Karimi, Lc

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

Pak Ustadz, saya ingin kejelasan hukum terkait dengan arisan emas, yakni:

1. Emas yang digunakan adalah emas murni 24 karat dalam bentuk lantakan (batangan), standar PT Aneka Tambang dengan sertifikasi Resmi dengan berat sesuai kesepakatan bersama, misal 5gram.
2. Telah ditentukan jumlah orang yang akan ikut arisan misal sebanyak 5 orang.
3. Emas telah dibeli terlebih dahulu oleh panitia, dan panitia tidak menambah harga emas yang digunakan untuk arisan.
4. Jumlah uang yang dikumpulkan sejumlah harga emas saat emas tersebut dibeli, misal harga 5 gr Rp. 1.773.500,-, maka harga tersebut dibagi 5 orang, yakni setiap orang mengumpulkan Rp. 354.700,-
5. Setiap bulan, jumlah uang yang dikumpulkan akan berubah sesuai harga emas yang dibeli untuk arisan. Arisan dilakukan setiap bulan.

Jikalau emas batangan tersebut dibeli terlebih dahulu sebanyak 5 gr x Jumlah orang yang ikut arisan, dan kemudian setiap bulan, anggota arisan mengumpulkan sejumlah uang dengan nominal sesuai harga pembelian emas dibagi sejumlah anggota. Sehingga uang yang dikumpulkan setiap bulan tetap sama antar anggota, walau harga tukar emas akan berbeda, bisa naik atau bisa turun. Bagaimana jika kondisi ini yang dilakukan? Bagaimana hukum syar’i, arisan emas tersebut diatas? Mohon penjelasannya.

Terima kasih, Semoga Alloh membalas kebaikan kalian semua.

Wassalamualaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

Hormat Kami: Farid Sanusi
Yogyakarta

Jawaban:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Rasulullah. Amma ba’du.

Arisan itu sama dengan hutang piutang, saat kita mendapatkan maka kita berhutang kepada kawan-kawan yang ikut, saat tidak mendapatkan atau sudah mendapatkan maka kita memberi hutang atau membayar hutang, sedangkan prinsip hutang piutang adalah membayar hutang sama dengan jumlah yang diterima, tidak kurang dan tidak lebih, kalau kurang maka ia menzhalimi pihak yang memberi hutang, kalau lebih maka ia adalah tambahan di atas hutang yang dikenal dengan riba.

Menurut hemat saya, arisan yang Anda maksud hendaknya tidak lakukan karena pertimbangan di atas, di mana seseorang yang ikut bisa menerima lebih dari apa yang dibayarkan atau membayar lebih dari apa yang diterima. Di sinilah letak masalahnya. Wallahu a’lam.

Shalawat dan salam kepada Rasulullah dan para Sahabat beliau.

Wassalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

Fatwa Terkait:
1. Arisan Emas
2. Arisan Karyawan