Ahlus Sunnah dan Perselisihan di antara Sahabat

Setelah Usman terbunuh terjadi di antara para sahabat fitnah besar sampai terjadi peperangan. Fitnah itu benar-benar terjadi – tanpa ragu – karena takwil dan ijtihad, masing-masing pihak mengira benar. Namun keyakinan mereka bahwa mereka benar tidak berarti bahwa mereka memang benar. Akan tetapi kalau mereka salah dan kita mengetahui bahwa mereka tidak melakukan hal ini kecuali berdasarkan kepada ijtihad maka Nabi saw telah menetapkan bahwa, “Jika seorang hakim menetapkan hukum lalu dia berijtihad dan benar maka dia memperoleh dua pahala. Jika dia menetapkan hukum lalu berijtihad dan salah maka dia memperoleh satu pahala.â€‌ Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Adapun sikap Ahlus Sunnah kepada pelaku maka mereka menahan diri dari apa yang diperselisihkan oleh para sahabat. Ada beberapa riwayat tentang keburukan sahabat-sahabat yang terlibat dalan fitnah, namun di antaranya ada yang merupakan dusta murni. Ini banyak sekali ditemukan dalam riwayat nawashib tentang ahli bait dan riwayat Rafidhah tentang selain ahli bait. Ada kemungkinan riwayat tersebut memiliki asal usul hanya saja ia telah ditambah atau dikurangi atau dibelokkan dari aslinya. Kedua bagian ini wajib ditolak. Ada riwayat shahih, namun mereka harus dimaklumi pada yang shahih darinya karena bisa jadi mereka adalah orang-orang yang berijtihad lalu benar atau orang-orang yang berijtihad lalu salah.

Para sahabat sama dengan manusia yang lain hanya saja mereka memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang lain yaitu kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan yang tidak ditandingi oleh seorang pun, mereka menolong Nabi, berjihad dengan harta dan jiwa, mengorbankan leher mereka untuk menjunjung kalimat Allah, ini menyebabkan ampunan untuk apa yang mereka lakukan meskipun ia termasuk dosa besar selama tidak sampai pada tingkat kekufuran.

Salah satunya adalah kisah Hathib bin Abu Balta’ah ketika dia berkirim surat kepada Quraisy menyampaikan keberangkatan Rasulullah kepada mereka sampai Allah memberitahu NabiNya tentang itu sehingga suratnya tidak sampai kepada mereka. Maka Umar meminta izin kepada Nabi untuk memancungnya, Nabi bersabda, “Dia berperan serta dalam perang Badar. Siapa tahu bisa jadi Allah melongok kepada ahli Badar, lalu berfirman, â€کLakukanlah apa yang kalian suka karena Aku telah menganpuni kalian’.â€‌

Ibnu Taimiyah berkata, “Kalaupun salah seorang dari mereka melakukan dosa maka yang bersangkutan telah bertaubat darinya, atau dia melakukan kebaikan-kebaikan yang menghapusnya, atau dosa tersebut diampuni oleh Allah berkat kebaikan-kebaikan masa lalu, atau mereka mendapatkan syafaat Muhammad saw di mana mereka adalah orang-orang yang paling berhak atasnya, atau dosa tersebut terhapus karena ujian dunia yang menimpa mereka.â€‌

Ibnu Taimiyah juga berkata, “Kadar yang diingkari dari perbuatan para sahabat sangatlah sedikit dibandingkan dengan kebaikan dan keutamaan mereka.â€‌

Apabila kamu melihat dengan ilmu bashirah serta sikap obyektif pada kebaikan mereka dan keutamaan yang Allah berikan kepada mereka niscaya kamu meyakini bahwa mereka adalah orang-orang terbaik setelah Nabi, mereka lebih baik daripada Hawariyin sahabat Isa, mereka lebih baik daripada orang-orang terpilih dari sahabat Musa dan lebih baik daripada orang-orang yang beriman kepada Nuh, Hud dan lain-lain.

Tidak ada seorang pun dari pengikut para Nabi yang lebih baik daripada sahabat. Perkara ini adalah perkara yang maklum lagi jelas berdasarkan firman Allah, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.â€‌ (Ali Imran: 110). Orang-orang terbaik dari kita adalah sahabat karena orang terbaik adalah Nabi maka sahabatnya adalah sahabat terbaik.
Ini menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, lain urusannya menurut Rafidhah, kalau menurut mereka para sahabat adalah orang-orang terburuk kecuali beberapa orang yang mereka kecualikan.

Dari Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin.