Dewan hubungan Islam-Amerika (CAIR) yang merupakan lembaga pembela hak-hak sipil muslim Amerika terbesar mengajukan permintaan resmi kepada instansi-instansi pemeritahan di Amerika, salah satunya kepada kementerian pertahanan dan kehakiman agar mempublikasikan nama-nama orang yang dimata-matai pemerintah Amerika seperti yang tertera dalam keputusan administratif yang telah dikeluarkan presiden Georga W Bush, yang tanpa merujuk terlebih dahulu ke pengadilan pengadilan itu sejak tragedi 11 September lalu.

Dalam permintaannya itu, CAIR berpedoman kepada undang-undang ‘kebebasan akses data’ yang berlaku di Amerika dan berisi hak seluruh warga Amerika untuk mengakses data yang dimiliki pemerintah Amerika mengenai diri mereka.

CAIR juga menyiratkan adanya beberapa laporan media massa Amerika, termasuk oleh surat kabar ‘New York Times’ yang menyebutkan, kantor administrasi Amerika mengizinkan kepada agen-agen intelijen nasional untuk memata-matai sambungan telepon dan email-email pribadi milik seluruh penduduk dan warga asing yang bermukim di Amerika dengan tanpa harus merujuk terlebih dahulu ke pihak pengadilan sebagaimana lazimnya yang berlaku dalam undang-undang intelijen asing.

Sementara itu, beberapa laporan itu sendiri menyiratkan, agen intelijen nasional –berdasaran peraturan penyadapan rahasia terdahulu- telah melakukan penyadapan terhadap sambungan-sambungan yang dilakukan perorangan yang bermukim di Amerika meskipun keputusan presiden itu secara tertulis mengharuskan salah satu pihak yang disadap sambungannya itu berada di luar negeri.

Laporan-laporan terdahulu memperkirakan peorangan yang sudah dimata-matai berdasarkan peraturan terdahulu berjumlah ribuan orang selama tiga tahun terakhir.

Dalam keterangannya kepada beberapa media massa dan elektronik, Nahhad Iwadh, sekjen CAIR menyebutkan, kebijakan khusus presiden Bush mengenai penyadapan tersebut bukan hanya menyingkap telah terjadinya pelanggaran nyata terhadap undang-undang yang sudah ada, tetapi lebih dari itu dianggap sebagai pemberian lampu hijau untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap setiap warga Amerika dengan tanpa pengawasan undang-undang.

Iwadh menambahkan, “Pemberian kekuasaan yang seluas-luasnya dan tidak terbatas ini sama saja dengan seruan untuk melanggar hak-hak konstitusional dan kebebasan yang seharusnya menjadi keresahan setiap orang yang berafiliasi kepada masyarakat yang –katanya- patuh kepada undang-undang seperti masyarakat kita ini.” (ismo/AS)