Dalam hal ini terdapat hadits Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi yang telah disebutkan dalam bab memberi nama pada anak yang dilahirkan dalam kisah al-Mundzir bin Abi Usaid. Telah dikemukakan secara panjang lebar dan takhrij nya pada no. 876.

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu,

أَنَّ زَيْنَبَ كَانَ اسْمُهَا بَرَّةَ، فَقِيْلَ: تُزَكِّيْ نَفْسَهَا، فَسَمَّاهَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم زَيْنَبَ.

“Sesungguhnya Zainab dahulu bernama Barrah, kemudian ada yang mengatakan, ‘Dia menyucikan dirinya,’ maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberinya nama Zainab.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adab, Bab Tahwil al-Ism Ila Ahsan, 10/575, no. 6192;dan Muslim, Kitab al-Adab, Bab istihbab Taghyir al-Ism al-Qabih, 3/1687, no 2141.

Dalam Shahih Muslim, Ibid., 2142. dari Zainab binti Abi Salamah radiyallahu ‘anhu dia berkata,

سُمِّيْتُ بَرَّةَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: سَمُّوْهَا زَيْنَبَ. قَالَتْ: وَدَخَلَتْ عَلَيْهِ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ، وَاسْمُهَا بَرَّةُ، فَسَمَّاهَا زَيْنَبَ.

“Saya diberi nama (oleh keluargaku) Barrah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Berilah dia nama Zainab,’ Zainab binti Abi Salamah berkata, ‘Zainab binti Jahsy menghampiri beliau, dan namanya adalah Barrah maka beliau memberinya nama Zainab (pula)’.”

Dalam Shahih Muslim Ibid., 2140 juga, dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu dia berkata,

كَانَتْ جُوَيْرِيَةُ اسْمُهَا بَرَّةُ، فَحَوَّلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم اسْمَهَا جُوَيْرِيَةَ، وَكَانَ يَكْرَهُ أَنْ يُقَالَ: خَرَجَ مِنْ عِنْدِ بَرَّةَ.

“Dahulu Juwairiyah namanya adalah Barrah, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengganti namanya dengan Juwairiyah. Dan beliau tidak suka apabila dikatakan bahwa beliau keluar dari sisi Barrah.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, Kitab al-Adab, Bab Ism al-Hazn, 10/574, no. 6190 dari Sa’id bin (‘alaihis salam)-Musayyab bin Hazn, dari ayahnya,

أَنَّ أَبَاهُ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم، فَقَالَ: مَا اسْمُكَ؟ قَالَ: حَزْنٌ. قَالَ: أَنْتَ سَهْلٌ. قَالَ: لاَ أُغَيِّرُ إِسْمًا سَمَّانِيْهِ أَبِيْ. قَالَ ابْنُ الْمُسَيَّبِ: فَمَا زَالَتِ الْحُزُوْنَةُ فِيْنَا بَعْدُ.

“Bahwa bapaknya datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam Maka beliau bertanya, ‘Siapa namamu?’ Dia menjawab, ‘Hazn,’ Beliau bersabda, ‘Engkau (aku beri nama) Sahl,’ Dia menjawab, ‘Saya tidak mengganti nama yang diberikan oleh ayahku’.” Ibnul Musayyab berkata, “Maka setelah kejadian itu, sifat keras kepala senantiasa ada pada kami.”

Saya berkata, Al-Huzunah bermakna “Muka kasar dan mengandung kekerasan.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim Dalam sebagian naskah sumber (‘alaihis salam) Adzkar tertulis, “Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim“. Hal tersebut tidaklah benar, karena hadits ini termasuk yang diriwayatkan oleh Muslim secara sendirian. Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu,

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم غَيَّرَ اسْمَ عَاصِيَةَ. وَقَالَ أَنْتِ جَمِيْلَةُ.

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengganti nama Ashiyah seraya berkata, ‘Engkau (aku beri nama) Jamilah’.”

Diriwayatkan oleh Muslim, Ibid., 3/1686, no. 2139.

Dalam riwayat Muslim juga, bahwa salah satu anak perempuan Umar dipanggil dengan Ashiyah, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menamakannya Jamilah.

Dan kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dengan isnad yang hasan, dari Usamah bin Akhdari ash-Shahabi radiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَجُلاً يُقَالُ لَهُ: أَصْرَمُ، كَانَ فِي النَّفَرِ الَّذِيْنَ أَتَوْا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَا اسْمُكَ قَالَ أَصْرَمُ. قَالَ: بَلْ أَنْتَ زُرْعَةُ.

“Bahwasanya seorang laki-laki yang dipanggil Ashram berada dalam suatu rombongan
(antara 3-10 orang) yang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
kemudian Rasulullah bertanya, ‘Siapa namamu?’ Dia menjawab, ‘Ashram.’ Beliau bersabda,
‘Bahkan namamu adalah Zur’ah’.”

Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab Taghyir al-Ism al-Qabih,2/706, no. 4954; ath-Thabrani 1/196, no. 523 dan 874; al-Hakim 4/276; dan Ibn al-Atsir dalam Usd al-Ghabah 1/82: dari dua jalur di mana yang satu menguatkan yang lain, dari Basyir bin Maimun, dari pamannya, Usamah bin Akhdari dengan hadits tersebut.

Sanad ini hasan karena ada Ibnu Maimun, sebab haditsnya tidak dapat meningkat kepada derajat shahih. Al-Hakim dan adz-Dzahabi menshahihkan hadits ini, dan Ibn al-Qayyim menguatkannya, al-Haitami menyatakan tsiqah para perawinya. Al-Albani menyatakan sanadnya jayyid.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan An-Nasa`i serta lainnya, dari Abu Syuraih Hani` al-Haritsi ash-Shahabi radiyallahu ‘anhu,

أَنَّهُ لَمَّا وَفَدَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم مَعَ قَوْمِهِ، سَمِعَهُمْ يَكْنُوْنَهُ بِأَبِي الْحَكَمِ، فَدَعَاهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ هُوَ الْحَكَمُ، وَإِلَيْهِ الْحُكْمُ، فَلِمَ تُكْنَى أَبَا الْحَكَمِ؟ فَقَالَ: إِنَّ قَوْمِيْ إِذَا اخْتَلَفُوْا فِي شَيْءٍ، أَتَوْنِيْ، فَحَكَمْتُ بَيْنَهُمْ فَرَضِيَ كِلاَ الْفَرِيْقَيْنِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَا أَحْسَنَ هذَا، فَمَا لَكَ مِنَ الْوَلَدِ، قَالَ: لِيْ شُرَيْحٌ وَمُسْلِمٌ وَعَبْدُ اللهِ. قَالَ: فَمَنْ أَكْبَرُهُمْ؟ قُلْتُ: شُرَيْحٌ. قَالَ: فَأَنْتَ أَبُوْ شُرَيْحٍ.

“Bahwasanya dia ketika datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama kaumnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar mereka memberi kuniyah kepadanya dengan Abu al-Hakam. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya, seraya berkata, ‘Sesungguhnya Allah adalah al-Hakam (Pemberi hukum) dan hukum diserahkan kepadanya, maka mengapa kamu diberi kuniyah Abu al-Hakam?’ Dia menjawab, ‘Sesungguhnya kaumku apabila berselisih dalam sesuatu hal niscaya mereka mendatangiku, maka saya memutuskan hukum di antara mereka, dan masing-masing pihak ridha dengan hukumku.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Alangkah baiknya ini, apakah kamu mempunyai anak?’ Dia menjawab, ‘Saya mempunyai (anak bernama) Syuraih,
Muslim, dan Abdullah’. Beliau bertanya, ‘Siapakah yang paling besar?’ Saya menjawab, ‘Syuraih’. Beliau bersabda, ‘Maka kamu berkuniyah Abu Syuraih’.”

Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 811 dan atTarikh 8/227; Abu Dawud Ibid., no. 4955; an-Nasa`i, Kitab Adab al-Qudhah, Bab Idza Hakama Rajulan Faqadha Bainahum, 8/236, no. 5402; ath-Thabrani 22/178, no.464-466; al-Hakim 4/279; al-Baihaqi 10/145: dari tiga jalur, dari al-Miqdam bin Syuraih bin Hani`, dari bapaknya, Syuraih, dari kakeknya, Hani` bin Yazid dengan hadits tersebut.

Al-Hakim berkata, “Qais (bin ar-Rabi’) sendirian meriwayatkan hadits ini dari al-Miqdam, dan bukan merupakan syarat kitab ini,” adz-Dzahabi menyepakatinya. Saya berkata, “Qais ini shaduq akan tetapi hafalannya berubah pada akhir hayatnya dan anaknya memasukkan riwayat yang bukan berasal dari haditsnya, akan tetapi dia tidak bersendirian, bahkan Syarik al-Qadhi dan Zaid bin al-Miqdam bin Syuraih mengikutinya. Maka yang pertama tidak bermasalah dalam syawahid, sedangkan yang lainnya adalah hadits hasan. Adapun sanad sisanya adalah perawi Muslim yang tsiqah kecuali ash-Shahabi, maka hadits tersebut shahih. Ibn al-Qayyim dan al-Albani menshahihkannya.

Abu Dawud berkata, Dalam as-Sunan, Ibid., 2/707, no. 4956. “Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengganti nama: al-Ashi (yang bermaksiat, Aziz (yang mulia),Atlah (pengungkit), Syaithan (setan), al-Hakam (pemutus hukum), Ghurab (burung gagak), Hubab (ular), Syihab (cahaya api), dan menggantinya dengan nama Hasyim, dan memberi Harb (perang) dengan nama Silm (damai), memberi al-Mudhthaji‘ (terlentang) dengan nama al-Munba’its (bangkit), dan sebuah daerah yang disebut Aqirah (tandus) diberi nama Khadhirah (daerah yang hidup), Syi’b adh-Dhalalah (jalan kesesatan) dinamai Syi’b al-Huda (jalan petunjuk), sedangkan Bani az-Zinyah (keturunan zina) maka Nabi menamai mereka dengan Bani ar-Risydah (keturunan sah), dan memberi nama Bani Mughwiyah (keturunan yang menyesatkan) dengan nama Bani Risydah (keturunan yang memberi petunjuk).” Abu Dawud melanjutkan, “Saya meninggalkan sanadnya untuk meringkas.”
Saya berkata, عَتْلَةُ, dengan huruf ain difathahkan dan huruf ta` disukunkan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Makula. Abdul Ghani menyebutnya: عَتَلَةُ, yakni dengan huruf ta` difathahkan juga. Dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberinya nama Utbah yaitu Utbah bin Abd as-Sulami.”

Dia berkata, “Sedangkan Nabi memberinya nama Utbah yaitu Utbah bin Abd as-Sulami.”

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky