Urgensi Tazkiyatun Nufus

Rasulullah bersabda, “Ada 3 hal, siapa saja yang melakukan tiga hal itu, maka dia akan merasakan nikmatnya kehidupan beriman; (1) Beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengikrarkan bahwa “Tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Dia (Allah)”, (2) Menunaikan zakat hartanya yang baik menurut ukuran dirinya setiap tahun, dia tidak memberikan yang tua sekali, tidak yang kotor dan tidak yang sakit, tetapi yang (dia berikan adalah) hartanya yang sedang-sedang saja, karena Allah tidak meminta harta kalian yang terbaik dan juga tidak memerintakan agar kalian (mengeluarkan) yang jelek, (3) Menyucikan dirinya. Kemudian ada seseorang bertanya, “Apa tazkiyatun nufus (menyucikan diri) itu?” Dijawab oleh beliau, “Hendaklah dia mengetahui (menyadari) bahwa Allah bersamanya di mana pun dia berada”. (HR. ath-Thabrani & al-Baihaqi dishahihkan oleh Syaikh al-Albany)

Rasulullah menyebutkan dalam hadits di atas bahwa salah satu dari tiga hal yang mengantarkan seseorang mencapai gerbang kenikmatan hidup dalam naungan iman adalah dengan melakukan tazkiyatun nufus. Beliau telah menafsirkan makna tazkiyatun nufus tersebut dengan merealisasikan tingkatan agama Islam yang paling tinggi yaitu “maqom ihsan” (yakni mengabdi kepada Allah dengan keyakinan bahwa Dia Maha Melihat & Maha Teliti terhadap apa yang dirahasiakan dan apa yang ditampak kan oleh hamba-Nya. Meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui yang batin dan yang lahir, serta yakin bahwa tidak ada satu pun yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya).

Tentang urgensi tazkiyatun nufus ini tidak dapat disangkal dan diragukan lagi. Hal ini sangat penting untuk diketahui serta direnungkan oleh setiap muslim. Sebab kesuksesan dan kebahagiaan dirinya baik di dunia maupun di akhirat tergantung pada “kesucian jiwanya”, sebagaimana firman Allah, artinya,
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.as-Syu’arâ’:88-89).

Karena sangat urgennya tazkiyatun nufus ini, maka Allahmenjelaskan hal itu di banyak ayat dalam al-Qur’an al-Karim. Allahtelah bersumpah sebanyak 11 kali berturut-turut dalam surat asy-Syams,
“Demi matahari dan (demi) cahayanya di pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya, demi langit dan (demi) pembinaannya, demi bumi dan (demi) penghamparannya, dan demi jiwa serta (demi) penyempurnaan ciptaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya”. (QS. asy-Syams:1 – 10).

Demikian juga Allah jelaskan dalam firman-Nya yang lain,
“Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat (menyebut) nama Rabbnya, lalu dia shalat”. (QS. al-A’la:14-15).

Seluruh nabi dan rasul menyeru kaumnya untuk menyucikan jiwa mereka dari kotoran syirik, kezhaliman, kefasikan, dosa dan kemaksiatan. Lihatlah Nabi Allah Musa ‘alaihis salam yang mengajak Fir’aun untuk melakukan tazkiyatun nufus, agar terkikis habis dari diri Fir’aun kepongahan dan kesombongan, bahkan karena sangat kotornya jiwa Fir’aun sehingga dia menganggap bahwa dirinya adalah Tuhan yang harus disembah oleh rakyatnya. Kisah ini bisa kita temukan dalam Al-Qur’an sebagai berikut, artinya,
“Dan katakanlah (olehmu wahai Musa kepada Fir’aun), “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan dirimu (dari kesesatan), dan engkau akan kubimbing ke jalan Rabbmu agar supaya engkau takut kepada-Nya, Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mu’jizat yang besar, tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakainya, kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa)” . (QS. an-Nâzi’ât: 19-21).

Bahkan tugas terpenting yang Allah bebankan di atas pundak Nabi agung, Muhammad adalah menyuci kan jiwa ummatnya. Bisa kita lihat penjelasan al-Qur’an berkenaan dengan hal itu dalam surat al-Jumu’ah, artinya,
“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang (tugasnya adalah) membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menuyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah(As-Sunnah), dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (QS. al-Jumu’ah:2).

Marilah kita menyucikan jiwa kita! Karena siapa yang mau menyucikan jiwanya, maka jaminan Allah atas dirinya adalah menjadi penghuni surga yang didambakan oleh setiap hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman-Nya,
“Dan siapa saja yang mendatangi-Nya dalam keadaan beriman, dan bersungguh-sungguh melakukan amal-amal shalih, maka mereka memperoleh derajat yang tinggi (mulia); (yaitu) surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya dan itu adalah balasan bagi orang yang membersihkan dirinya (dari kekufuran, kemusyrikan dan kemaksiatan)” . (QS. Thahâ/20:75-76).

Di antara do’a yang sering dipanjatkan oleh Rasulullah adalah, “Ya Allah anugerahi kepada jiwaku ketaqwaan, sucikanlah dia (jiwaku) karena Engkaulah sebaik-baik Dzat yang menyucikannya, Engkaulah wali dan penolongnya” (HR. Muslim).

Sarana & Media Tazkiyatun Nufus

1.Merealisasikan Tauhid. Ini hal yang paling penting dalam melakukan Tazkiyatun Nufus, sebagaimana dijelaskan oleh al-Qur’an;
“Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menyekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat (tauhid) dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat”. (QS. Fushshilat:6-7).

Ibnu Abbas menjelaskan makna zakat dalam ayat tersebut dengan makna tauhid (Shafwatut Tafasir, Ali ash-Shabuni, jilid 3 hal 116). Yaitu mengikrarkan syahadat lâ ilâha illallâh, sebab dengan mengikrarkan hal itu akan menyucikan hati, karena kandungan kalimat tauhid tersebut adalah mengikis habis dan mengosong kan dari lubuk hati kita segala bentuk tuhan yang bathil. Artinya menyucikan hati kita dari segala kotoran syirik, lalu kita penuhi isi hati kita dengan menetapkan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang kita ibadahi dan yang kita sembah. Kita menyucikan hati kita dengan menauhidkan Allah, dan inilah dasar, pondasi, serta azaz penyucian jiwa. Tanpa tauhid seseorang tidak akan bisa menyucikan jiwanya. Tauhid adalah suci, sedangkan syirik adalah kotoran dan najis, dua hal yang kontradiktif yang mustahil bersatu.

2.Menjaga Amalan Hati; ikhlas, cinta, takut, harapan, tawakkal, sabar, ridha, tunduk, patuh dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa amalan hati jauh lebih utama daripada amalan lahiriah, karena amalan lahiriah adalah cerminan hati, kalau hatinya bersih akan menampil kan amalan yang bersih dan begitu pula sebaliknya.

3.Menunaikan shalat. Shalat adalah realisasi tauhid yang paling utama, sebab shalat itu menyucikan jiwa kita dari segala kotoran dosa dan maksiat. Rasulullah menjelaskan hal itu dalam hadits berikut,
“Bagaimana menurut kalian kalau sebuah sungai ada di depan pintu rumah salah seorang di antara kalian (dan) dia mandi di situ 5 kali dalam sehari, apakah menurut kalian masih ada kotoran yang menempel pada tubuhnya?” Mereka menjawab, “Tentu tidak ada”. Lalu beliau bersabda, “Demikian halnya dengan shalat yang lima waktu, yang dengannya Allah membersihkan dosa-dosa yang diperbuat nya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

4.Bersedekah. Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah:103).

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa bershadaqah membersihkan dan menyucikan dari dosa-dosa mereka yang telah lalu.

5. Melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan Allah dan Rasul-Nya.
Allah telah berfirman, artinya, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. An-Nur/24:30). Allah menjelaskan bahwa orang yang melaksanakan perintah-Nya adalah yang mau menyucikan jiwanya sehingga Allah memuji mereka, “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya”. (QS. asy-Syams:9-10).

6.Bermuhasabah. Rasulullah bersabda, “Seorang yang cerdik adalah orang yang mengoreksi diri dan beramal untuk menghadapi kematiannya” (HR.Ahmad). Hasan Al-Bashri mengatakan, “Seorang mukmin adalah pemimpin atas dirinya sendiri dan mengoreksi dirinya karena Allah”.

Disusun oleh Abu Abdillah Dzahabi dari berbagai sumber.