Pertanyaan:

Saudariku berbuka puasa beberapa hari di Bulan Ramadan saat hamil dua tahun yang lalu, hingga sekarang dia masih belum kuat mengqada. Apa yang seharusnya dia lakukan?

Jawaban:

Alhamdulillah

Wanita hamil –begitu juga wanita menyusui- kalau dia khawatir terhadap dirinya atau terhadap janinnya, dibolehkan baginya berbuka pada bulan Ramadan, dan diharuskan mengqada saja. Karena dia kedudukannya seperti orang sakit yang ada uzur dengan sakitnya. Hal tersebut telah dijelaskan di soal jawab no. 50005 dan 49848.

Jika memungkinkan baginya mengqada sebelum memasuki Ramadan berikutnya, maka dia diharuskan mengqadanya. Tidak diperkenankan baginya menundanya hingga memasuki Ramadan berikutnya. Kalau uzurnya berlanjut dengan kandungan baru atau menyusui atau safar hingga memasuki Ramadan berikutnya, maka hal itu tidak apa-apa. Dan dia tetap diharuskan mengqadanya kapan saja jika memungkinkan.

Syekh Muhammad bin Shalih al-utsaimin rahimahullah ditanya: “Wanita yang berbuka pada bulan Ramadan karena nifas, kemudian hingga memasuki Ramadan berikutnya dia belum dapat mengqadanya karena menyusui. Apa yang harus dilakukan?” beliau menjawab: “Wanita tersebut tetap diwajibkan berpuasa menggantikan hari-hari yang dia berbuka meskipun setelah Ramadan berikutnya, karena dia meninggalkan qada sebab ada uzur. Jika di musim dingin tidak memberatkannya untuk mengqada, maka dia diharuskan mengqada meskipun selang seling satu hari. Kalau dia menyusui, hendaklah dia berupaya semampunya untuk mengqada (puasa) Ramadan yang telah lalu sebelum datang Ramadan berikutnya. Kalau tidak mampu, maka tidak mengapa dia tunda sampai memasuki Ramadan berikutnya.” Jawaban pertanyaan no. 19/360.

Beliau rahimahullah juga ditanya: “Seorang wanita yang berbuka di bulan Ramadan sebab melahirkan, Dan tidak mengqada bulan itu hingga berlalu waktu cukup lama, hingga dia tidak mampu berpuasa. Apa hukumnya?”

Beliau menjawab: “Wanita tersebut harus bertaubat kepada Allah terhadap apa yang dia lakukan. Karena tidak boleh seseorang mengakhirkan qada hingga memasuki Ramadan berikutnya, kecuali karena uzur syar’i, maka hendaklah dia bertaubat. Kemudian kalau dia mampu berpuasa meskipun sehari berselang sehari, maka harus berpuasa. Kalau sekiranya tidak mampu, maka dilihat, kalau uzurnya terus menerus, maka dia cukup memberikan makan satu orang miskin untuk setiap hari (yang dia tidak berpuasa). Kalau uzurnya kemungkinan hilang, maka hendaknya dia menunggu sampai uzur tersebut hilang kemudian mengqada apa yang menjadi tanggungannya.” Jawaban dari pertanyaan no. 19/361.

Penanyanya tidak menjelaskan sebab mengapa saudarinya tidak mampu mengqada. Kalau lemahnya itu sementara waktu dan diharapkan bisa hilang (hamil, menyusui atau sakit) maka dia harus mengqada kalau kondisinya sudah memungkinkan. Kalau lemahnya itu permanen disebabkan sakit menahun tanpa ada harapan sembuh, maka dia tidak usah mengqada, tetapi diharuskan memberi makanan untuk setiap hari yang dia berbuka kepada satu orang miskin.

Wallahu ‘alam..

[Sumber: Soal Jawab Tentang Islam di www.islamqa.com]