Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

Bismillah..Kami menjumpai pelaksanaan shalat Tarawih di sebagian masjid dilaksanakan dengan 4 rakaat langsung dengan satu kali salam. Apakah tara cara shalat tersebut ada contohnya dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam..? Mohon penjelasannya Ustadz..!

Jawaban:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

Alhamdulillah.

Pada asalnya permasalahan ini bersumber dari hadits Aisyah Shalat Malam 2 raka’at atau 4 raka’at yang berbunyi, “Rasulullah, melakukan shalat (malam) sebanyak empat raka’at; maka jangan kamu tanya betapa indah dan panjangnya, kemudian melakukan shalat lagi sebanyak empat raka’at ; maka jangan kamu tanya betapa indah dan panjangnya, kemudian melakukan shalat (witr) tiga raka’at.” ‘Aisyah berkata, “Lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum melakukan witr.?’ maka beliau menjawab, “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya kedua mataku ini tidur akan tetapi qalbuku tidak pernah tidur.”

Permasalahan yang muncul adalah, bagaimana kita menafsirkan hadits yang secara implisit menyatakan tata cara ‘shalat malam dengan pola 4+4, apakah ia sekaligus (berturut-turut) atau terpisah? Bila sekaligus; apakah ada tasyahhud awalnya atau hanya satu kali salam saja? Dan bila ia terpisah; apakah ia dua raka’at-dua raka’at? Bagaimana mendapatkan penafsirannya.?

Dengan begitu, kami tidak menyinggung masalah shalat witr yang tiga raka’at; apakah ia sekaligus ataukah boleh terpisah di mana mengenai hal ini juga terjadi perbedaan pendapat.

Permasalahan seputar hadits ‘Aisyah tersebut memang menjadi perdebatan di kalangan para ulama.

Imam asy-Syaukani tatkala berbicara tentang hadits yang isinya, bahwa shalat malam itu dua raka’at dua raka’at, berkata, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa yang mustahab (dianjurkan) dalam shalat sunnah malam dan siang hari adalah dua raka’at-dua raka’at kecuali yang dikhususkan dari itu; ada yang dikhususkan dari aspek penambahan seperti hadits ‘Aisyah…” (beliau menyebutkan hadits ‘Aisyah seperti yang kita bahas ini, silahkan lihat, Nailul Awthar, Jld.III, h.96)

Bila menganalisa shalat malam yang dilakukan Rasulullah melalui hadits-hadits seputar hal itu, kita akan mendapati bahwa hadits yang valid terkait dengan hal itu berisi 13 aspek, namun karena haditsnya banyak sekali, di sini kami sebutkan di antaranya saja:

– Beliau melakukan shalat 12 raka’at, memberi salam setiap dua raka’at lalu witr satu raka’at; jumlahnya 13 raka’at
– Beliau shalat 8 raka’at, memberi salam setiap dua raka’at kemudian shalat 5 raka’at secara berturut-turut (bersambung), tidak duduk kecuali di akhirnya; jumlahnya 13 raka’at
– Beliau melakukan shalat sebanyak 10 raka’at, memberi salam setiap dua raka’atnya, kemudian witr satu raka’at; jumlahnya 11 raka’at
– Beliau melakukan shalat sebanyak 8 raka’at, memberi salam setiap dua raka’atnya kemudian witr satu raka’at; jumlahnya 9 raka’at, dll (Untuk mengetahui akurasi dan takhrijnya, silahkan lihat: Is’aaf Ahlil ‘Ashr Bima Warada Fi Ahkaamil Witr, karya Dr.Faihan bin Syaly al-Mathiry, h.65-69, penerbit Darul Madany)

Terkait dengan yang empat raka’at itu, masih diperselisihkan bagaimana praktiknya, berikut kami ketengahkan perkataan Ibn ‘Abdil Barr ketika menjelaskan makna hadits di atas:
– Ada yang mengatakan empat raka’at, tidak diantarai dengan salam
– Ada yang mengatakan tidak duduk kecuali pada akhirnya (artinya mungkin ada tasyahhud awalnya-red)
– Sedangkan ulama Hijaz dan beberapa ulama Iraq mengatakan bahwa di antaranya duduk pada dua raka’atnya dan salam. Mereka menafsirkan makna hadits tersebut yaitu, kata empat raka’at itu; dalam masanya yang panjang, keindahannya, tertib bacaannya dan semisalnya…

Dalil mereka adalah sabda Rasulullah, “Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at”; sebab mustahil beliau memerintahkan sesuatu lalu melakukan hal yang bertentangan dengannya..

Dan ringkasan pendapat para ulama mengenai shalat malam sebagai mana yang dikatakan oleh Ibn ‘Abdil Barr adalah:

1. Imam Malik, asy-Syafi’i, Ibn Abi Layla, Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan dan al-Layts bin Sa’d:
argumentasi mereka:
– Bahwa shalat malam itu adalah dua raka’at-dua raka’at mengindisikan adanya duduk dan salam pada setiap dua raka’atnya. Bukankah shalat Zhuhur tidak pernah dikatakan sebagai shalat yang Matsna (dua raka’at-dua raka’at) karena dua raka’at terakhir digabungkan dengan dua raka’at yang diawal
– Karena telah diriwayatkan di dalam hadits ‘Aisyah tersebut dari riwayat ‘Urwah darinya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, memberi salam pada setiap dua raka’atnya.

2. Imam Abu Hanifah berkata mengenai shalat malam, “Jika kamu ingin, silahkan lakukan dua raka’at, empat raka’at, enam raka’at atau delapan raka’at

3. Sufyan ats-Tsaury dan al-Hasan bin Hayy berkata, “Lakukanlah shalat malam seberapapun yang kamu inginkan setelah duduk pada setiap dua raka’atnya dan memberi salam pada akhirnya”

Argumentasi mereka (selain pendapat pertama): Mereka berargumentasi dengan makna zhahir (tekstual) dari hadits-hadits seperti:
– al-Aswad yang meriwayatkan dari ‘Aisyah bahwasanya ia (‘Aisyah) berkata, “Pernah Rasulullah shalat malam sebanyak 9 raka’at, maka tatkala usianya sudah tua, beliau melakukan sebanyak 7 raka’at.”
– Masruq yang meriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa pernah Rasulullah melakukan shalat witr pada raka’at kesembilan, maka tatkala beliau sudah tua, beliau melakukannya pada raka’at ketujuh…(Demikian juga diriwayatkan Yahya bin al-Jazzar dari ‘Aisyah dengan perbedaan redaksi)
– Ibn Numair dan Wahb meriwayatkan dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya (‘Urwah), dari ‘Aisyah, dia berkata, “Pernah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, melakukan shalat malam sebanyak 13 raka’at, dengan witr sebanyak 5 raka’at, tidak duduk pada raka’at apapun darinya hingga duduk pada raka’at terakhir, lalu memberi salam. (demikian juga diriwayatkan oleh Malik dari Hisyam)
– Yahya bin Abi Katsir meriwayatkan dari Abu Salamah, dari ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pernah melakukan shalat malam sebanyak 13 raka’at dengan 8 raka’at, empat raka’at dan witr satu raka’at
– ad-Daarawardy meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah, dari ‘Aisyah bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pernah melakukan shalat malam sebanyak 13 raka’at; 9 raka’at dengan berdiri, 2 raka’at 2 raka’at dengan duduk dan 2 raka’at dilakukan antara adzan dan iqamah (sunnah qabliyah shubuh)
– ‘Aisyah berkata bahwa Rasulullah, pernah melakukan shalat malam sebanyak 11 raka’at, memberi salam pada setiap dua raka’atnya…
Itulah dalil-dalil mereka dengan mengambil makna zhahirnya saja…

Setelah memaparkan ringkasan riwayat dan pendapat mengenai shalat malam Rasulullah tersebut, Ibn ‘Abdil Barr menyimpulkan, “Manakala atsar-atsar yang bersumber dari ‘Aisyah begitu beragam mengenai sifat shalat malam Nabi, saling bertabrakan dan berseliweran; maka tidak ada satu pun darinya yang dapat menjadi hujjah terhadap pendapat lainnya bahkan yang jadi hujjah adalah hadits yang tidak diperselisihkan dari sisi periwayatannya dan matannya, yaitu hadits Ibn ‘Umar yang diriwayatkan oleh sejumlah Tabi’in yang semuanya dengan satu makna, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda, “Shalat malam itu dua raka’at dua raka’at.”

Selanjutnya Ibn ‘Abdil Barr juga menjelaskan, “Dengan begitu, hadits Ibn ‘Umar mengindikasikan bahwa hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah mengenai shalat malam Rasulullah, bahwa beliau memberi salam setiap dua raka’tanya adalah LEBIH SHAHIH DAN LEBIH VALID karena dilandaskan pada sabda beliau, ‘Shalat malam itu dua raka’at dua raka’at’ tersebut.”

Dengan lebih menukik lagi, Ibn ‘Abdil Barr ketika mengomentari makna pertanyaan ‘Aisyah, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum melakukan witr,?” berkata, “Kalimat ini hanya terdapat pada sanad yang ini, ada yang didahulukan dan ada pula yang diakhirkan sebab di dalam hadits ini ia disinggung setelah perihal witr. Artinya, bahwa beliau biasa tidur sebelum melakukan shalat tiga raka’at yang disebutkan itu dan ini menunjukkan pula bahwa beliau biasanya bangun kemudian tidur, kemudian bangun lalu tidur kemudian bangun lalu melakukan witr. Oleh karena itu -menurut perkiraan saya, wallahu a’lam- redaksi hadits tersebut berbunyi, “empat raka’at, kemudian empat raka’at kemudian tiga raka’at” karena beliau biasa tidur di antara raka’at-raka’at tersebut, makanya ‘Aisyah bilang: “empat raka’at kemudian empat raka’at,” yakni setelah tidur, kemudian tiga raka’at setelah tidur. Karena itu pulalah, maksud ucapan ‘Aisyah: ‘Apakah engkau tidur sebelum melakukan witr tersebut.’

Bilamana demikian halnya sebagaimana yang kami sebutkan; maka tidaklah boleh seorangpun untuk menakwil bahwa empat raka’at tersebut adalah tanpa salam (pada dua raka’atnya-red), apalagi bila dihadapkan pada sabda beliau, ‘Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at.'” (Lihat, at-Tamhid, pada jilid yang sama).

Berdasarkan uraian yang kami sampaikan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat satu hadits pun yang menjelaskan sifat shalat dengan pola 4+4+3 tersebut secara rinci; apakah ada tasyahhud awalnya atau tidak (bersambung) alias masih bersifat umum kecuali pendapat yang berasal dari Sufyan ats-Tsaury dan al-Hasan bin Hayy di atas dan pemahaman secara umum terhadap zhahir hadits-hadits yang memuat bilangan raka’at shalat beliau yang lebih dari dua raka’at seperti halnya hadits dengan pola 4+4+3.

2. Riwayat hadits dari ‘Aisyah sendiri mengenai shalat malam Rasulullah yang menyebutkan bahwa beliau memberi salam pada setiap dua raka’atnya adalah LEBIH SHAHIH dan LEBIH VALID karena didasarkan pada sabda beliau yang lain, yaitu riwayat Ibn ‘Umar yang tidak diperselisihkan mengenai periwayatannya ataupun matannya karena diriwayatkan oleh sejumlah tabi’in dengan satu makna, “Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at.”

3. Imam asy-Syaukani memuat bab: yang paling afdhal adalah melakukan shalat sunnah dengan pola dua raka’at-dua raka’at. Kemudian beliau memaparkan beberapa hadits terkait, lalu menyimpulkan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa yang dianjurkan di dalam shalat Tathawwu’ (sunnah) di malam hari dan siang hari adalah dengan pola dua raka’at-dua raka’at KECUALI hal yang dikhususkan darinya baik dari aspek penambahan seperti hadits ‘Aisyah: ‘Beliau melakukan shalat empat raka’at; maka jangan ditanya betapa indah dan panjangnya, kemudian shalat empat raka’at lagi; maka jangan ditanya betapa indah dan panjangnya, kemudian shalat tiga raka’at’ ataupun dari aspek pengurangan seperti hadits-hadits mengenai witr dengan satu raka’at.”

Namun asy-Syaukani tidak menyebutkan sifat shalat dengan pola 4+4+3 tersebut secara terperinci; apakah ada tasyahhud awalnya atau tidak…beliau hanya mengatakan, “Ada kemungkinan bahwa ia dilakukan secara bersambung (langsung 4 raka’at) dan inilah makna yang zhahir (nampak) dan ada kemungkinan juga ia dikerjakan secara terpisah (dua raka’at-dua raka’at-red.,) namun ini agak jauh hanya saja cocok dengan hadits, Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at.” (Lihat Nailul Awthar:Jld.III, h.96).

4. Kalaupun pola 4+4+3 ditafsirkan 4 raka’at sekaligus (bukan dua-dua) dengan mengambil dalil hadits ‘Aly yang berbunyi, “Rasulullah, pernah melakukan shalat ketika matahari tergelincir dua raka’at dan sebelum separuh siang (waktu Dluha-red) sebanyak 4 raka’at dengan menjadikan salam pada raka’at terakhir,” (HR.an-Nasa`iy) maka dalam hadits ini disebutkan dengan satu kali salam, yakni di akhirnya saja (alias tanpa tasyahhud awal). Tetapi apakah layak untuk diqiyaskan demikian?

5. Memang masalah ini masih memungkinkan sebagaimana yang dikatakan Imam asy-Syaukani, namun bila ingin menghindari perdebatan dan perselisihan pendapat tersebut (seputar apakah ada tasyahhud awal atau tidaknya), alangkah baiknya kita kembali saja kepada hukum asal, yaitu hadits yang tidak diperdebatkan pada periwayatan ataupun matannya serta diriwayatkan oleh sejumlah tabi’in dengan satu makna, yaitu Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Wallahu a’lam.

Terhadap pertanyaan yang kedua dan ketiga terlepas dari kuat dan tidaknya cara pelaksanaan seperti ini, maka pada asalnya dalam setiap raka’at terdapat bacaan al-Fatihah dan ditambah ayat lainnya dan tentunya dibaca Jahr (keras) seperti shalat Isya’. Sebagainama isyarat ini ada pada hadist ‘Aisyah yang menyatakan shalat malam Rasulullah empat raka’at , empat raka’at dan tiga raka’at.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfa’at bagi kita semua; apa yang benar maka semata-mata ia berasal dari Allah Ta’ala dan yang keliru adalah murni berasal dari diri pribadi kami dan dari syaithan, kepada Allah kami memohon ampunanNya…Walhamduillaahi rabbil ‘aalamin.

Wassalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

[Redaksi]