Pertanyaan:

Kami di Amerika akan mengadakan halaqah Al-Quran setelah berbuka tepat pada jam 7.15 hingga 7.30. Setelah dilaksanakan shalat Isya kemudian dilaksanakan shalat Tarawih. Dalam halaqah Al-Quran, salah seorang muslim membaca dengan menggunakan mikrofon agar di dengar jamaah laki-laki dan wanita. Rencananya dapat membaca 12 halaman. Setelah itu, 8 halamannya lanjutkan sebagai bacaan surat dalam shalat Tarawh. Maka dengan demikian, setiap malam bacaan Al-Quran sempurna satu juz hinggga akhirnya Al-Quran dapat dikhatamkan di akhir bulan. Apakah membaca Al-Quran dengan cara seperti ini termasuk sunah atau bid’ah? Apakah lebih baik membaca Al-Quran bagi makmum saat shalat Tarawih atau membacanya saat halaqah Al-Quran?

Jawaban:

Alhamdulillah

Tidak mengapa bagi kalian mengadakan pertemuan ini. Salah seorang di antara kalian membacanya dan yang lain mendengarkannya adalah perkara yang disyariatkan. Hal tersebut dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhiallahu anhum.

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu, dia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah Al-Quran di hadapanku,” Maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah aku membaca Al-Quran di hadapanmu, padahal dia diturunkan kepadamu?” Beliau berkata, “Aku senang mendengarnya dari orang lain.” Lalu aku membaca surat An-Nisa di hadapannya, hingga ketika sampai pada ayat,
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا (41)
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhamad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS An-Nisa: 41) Belaiu berkata, “Cukup sampai di sini.” Lalu aku menoleh kepadanya, aku dapati kedua matanya bercucuran air mata.” (HR. Bukhari, no. 4763, Muslim, no. 800)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Disyariatkan bagi seorang muslim dalam bulan ini untuk mempelajari Al-Quran di malam atau siang hari untuk meneladani Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Karena beliau mengulang Al-Quran bersama Jibril setiap tahun di bulan Ramadan. Bahkan di tahun terakhir (menjelang kematiannya) hal itu dilakukan dua kali. Tujuannya untuk ibadah dan tadabbur terhadap Al-Quran dan mengambil manfaat darinya serta untuk mengamalkannya. Ini termasuk perbuatan salafushaleh. Maka hendaknya bagi setiap mukmin, baik laki-laki maupun wanita, menyibukkan dirinya dengan Al-Quranul Karim, baik dengan membacanya, merenunginya atau mengkajinya, atau dengan menyimak kembali kitab-kitab tafsir untuk mengambil manfaat dari ilmunya.” (Majmu Fatawa Syaikh Ibn Baz, 11/319, 320)

Yang lebih utama baginya disamping membacannya adalah mempelajari hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Quran, memahami maknanya. Jika selain membaca, anda juga membaca tafsir apa yang anda baca atau sebagiannya, maka berarti anda mengumpulkan kebaikan yang beragam. Di antaranya; Melaksanakan sunah, mempelajari Al-Quran, mengajarkan kaum muslimin dan membantu mereka untuk merenungi Al-Quran.

Jika Al-Quran dikhatamkan dalam shalat Taraweh, maka itu lebih utama dibandingkan khatam di luar shalat Taraweh.

Syaikhul Islam dalam Fatawa Al-Kubro, 2/297, berkata,

Perintah dan anjuran membaca Al-Quran, lebih besar penekanannya kepada orang yang shalat dibanding orang di luar shalat. Karena membaca Al-Quran dalam shalat, lebih utama daripada membacanya di luar shalat. Riwayat yang ada tentang keutamaan membaca Al-Quran, lebih besar bagi orang yang shalat daripada selainnya.”

Jika sulit bagi sebagian orang untuk mengkhatamkan Al-Quran dalam shalat, maka boleh bagi mereka untuk mengumpulkan dua kebaikan; Membaca Al-Quran sebelum shalat, lalu membaca sisanya dalam shalat, sebagaimana yang kalian lakukan.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhum, dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Beliu lebih dermawan lagi apabila di bulan Ramadan ketika bertemu Jibril. Beliau menemuinya setiap malam di bulan Ramadan untuk mengulang bacaan Al-Quran. Saat itu, sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lebih dermawan dalam kebaikan dibandingkan angin lepas.” (HR. Bukhari, no. 3048, dan Muslim, no. 2308)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya,

“Apakah dapat dipahami dari riwayat Jibril yang memeriksa bacaan Al-Quran dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di bulan Ramadan, bahwa terdapat keutamaan melaukan khataman Al-Quran di bulan Ramadan?”

Beliau menjawab:

Dari riwayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa disunahkan seorang muslim memperdengarkan bacaan Al-Quran kepada orang yang dapat memberinya manfaat. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membacanya di hadapan Jibril untuk mengambil manfaat. Dan karena Jibril datang dari sisi Allah Azza wa jalla dan dia adalah perantara Antara Allah dan para rasul-Nya.

Jibril pastinya akan memberi manfaat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam beberapa perkara dari sisi Allah Azza wa Jalla. Dari sisi menegakkan huruf-huruf Al-Quran, dari sisi makna-makna yang Allah kehendaki. Jika seseorang membaca Al-Quran di hadapan orang yang dapat menolongnya untuk memahami Al-Quran dan menolongnya untuk melafazkannya dengan baik, maka ini adalah perbuatan yang dianjurkan. Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam membacanya di hadapan Jibril. Maksudnya bukan berarti Jibril lebih utama dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi, karena Jibril datang membaca dari sisi Allah untuk disampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apa yang Allah perintahkan dalam masalah Al-Quran, baik dari segi bacaannya, lafaznya maupun makna-maknanya.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengambil manfaat dari Jibril dari sisi ini, bukan karena Jibril lebih utama dari beliau. Karena beliau adalah manusia yang paling utama, dan lebih utama dari pada malaikat alaihisshalatu was salam. Akan tetapi mengulang kembali bacaan Al-Quran memiliki kebaikan yang banyak bagi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya. Dan itu berarti mengulang kembali apa yang pernah datang dari sisi Allah dan untuk mengambil manfaat dari apa yang akan Allah Azza wa Jalla berikan.

Dalam hal ini juga terdapat manfaat yang lain, yaitu, bahwa mengulang-ulang bacaan di malam hari lebih utama dilakukan dibanding di siang hari. Karena kejadian tersebut terjadi pada malam hari. Dan sebagaimana telah diketahui bahwa waktu malam adalah waktu yang lebih dekat bagi hati untuk khusyu’ dan dapat mengambil pelajaran ketimbang waktu siang.

Di dalamnya juga terdapat pelajaran: Disyariatkannya saling menyimak bacaan Al-Quran, dan bahwa perbuatan tersebut merupakan amal saleh walaupun dilakukan di luar bulan Ramadan. Karenanya terdapat manfaat bagi keduanya, walaupun jumlahnya lebih dari dua orang, maka tidak mengapa jika mereka mengambil manfaat dari saudaranya serta memberinya semangat untuk membacanya. Sebab boleh jadi seseorang akan malas kalau dia membaca seorang diri, akan tetapi jika dia bersama temannya saling menyimak atau bersama teman-temannya, maka hal itu lebih mendatangkan semangat di samping manfaat lain yang sangat besar, yaitu saling mengingatkan dan saling mempelajari sesuatu yang sebelumnya tidak dipahami. Semua itu adalah kebaikan yang besar.

Maka, dengan demikian, dapat juga dipahami dari riwayat tersebut, bahwa imam yang membaca seluruh Al-Quran dalam shalat berjamaah di bulan Ramadan merupakan bentuk mudarasah, karena hal itu memberikan manfaat bagi mereka untuk mendengarkan semua Al-Quran. Oleh karena itu, Imam Ahmad rahimahullah menyukai orang yang menjadi imam dan mengkhatamkan bacaan Al-Quran. Ini merupakan salah satu bentuk perbuatan kalangan salaf yang menyukai mendengarkan Al-Quran. Akan tetapi hal ini tidak seharusnya membuat seseorang jadi terburu-buru membacanya dengan tidak memperhatikan kekhusyuan, thuma’ninah. Akan tetapi hendaklah dia memperhatikan perkara-perkara tersebut, karena berhati-hati, perlahan dan khusyu dalam membaca lebih diutamakan daripada Khatam Al-Quran.” (Majmu Fatawa Syaikh Ibn Baz, 11/331-333)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah juga pernah ditanya,

“Sebagian imam sangat bersemangat untuk mengkhatamkan Al-Quran dalam shalat Taraweh atau Tahajjud untuk meperdengarkan Al-Quran kepada jamaah seluruh bacaan Al-Quran. Apakah hal tersebut tidak apa-apa?”

Beliau menjawab:

“Itu adalah perbuatan yang baik. Seorang imam misalnya pada setiap malam membaca satu juz atau kurang. Akan tetapi di sepuluh hari terakhir beliau menambah bacaannya hingga khatam Al-Quran seluruhnya, jika hal itu mudah baginya tanpa merasa kesulitan. Al-Allamah Ibnu Qayim telah membuat satu bab dalam kitabnya berjudul, “Memperjelas pemahaman tentang shalawat dan salam terhadap manusia paling mulia,” Di dalamnya beliau menyebutkan tentang kebiasaan kalangan salaf dalam berusaha mengkhatamkan Al-Quran. Kami sarankan agar membaca kitab tersebut untuk mendapatkan tambahan informasi.(Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz, 11/333, 334)

Wallahua’lam .

[Sumber: Soal Jawab Tentang Islam di www.islamqa.com]